2.8 C
New York
07/02/2025
Aktual

Terbongkar Kasus Perbudakan Pelaut Indonesia

JAKARTA (Pos Sore) — Konsul RI di Cape Town, Adhi Wibowo, mengatakan terungkapnya kasus ‘perbudakan’ atas pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal ikan milik Taiwan berawal dari diterimanya laporan pihak Imigrasi Cape Town, yang dalam pemeriksaannya menemukan lima ABK yang tidak memiliki paspor. Setelah diinterogasi, ternyata mereka dipindahkan ke kapal lain setelah kapalnya terbakar dan tenggelam, sehingga paspornya juga hilang.

Dari situlah, lanjut Adhi, dilakukan pendalaman oleh pihak Imigrasi Afrika Selatan dan menemukan adanya pelanggaran atas hak-hak pelaut Indonesia oleh perusahaan-perusahaan kapal ikan milik Taiwan. Perwakilan Indonesia di cape Town dihubungi karena berkaitan dengan WNI yang ditangkap pihak Imigrasi.

Menanggapi hal itu, Sekretaris KPI Pusat Sonny Pattiselano mengatakan praktek perekrutan dan penempatan pelaut di kapal-kapal ikan Taiwan dilaksanakan tanpa memenuhi prosedur pengawakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BNP2TKI No. Per.03/KA/I/2013 tentang Tata Cara Perekrutan, Penempatan dan Perlindungan Pelaut Perikanan, maupun peraturan-peraturan nasional lainnya. Para ABK yang direkrut dan ditempatkan di kapal, buku pelautnya tanpa disijil dan tanpa Perjanjian Kerja Laut (PKL) yang disahkan oleh pejabat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Tidak heran, lanjutnya, jika kasus-kasus seperti itu sering terjadi.

“Praktek semacam ini sudah berlangsung lama. Namun tidak ada tindakan nyata dan tegas dari pemerintah terhadap agen-agen perekrutan yang terlibat. Padahal dari modus operandi yang mereka lakukan dengan menabrak dan mengabaikan berbagai peraturan sudah mengarah ke praktek human trafficking,” sambungnya.

Hal senada juga dilontarkan Presiden KPI, Hanafi Rustandi yang mengatakan, sudah terlalu banyak pelanggaran yang dilakukan pemilik/operator kapal ikan Taiwan terhadap pelaut Indonesia. Mulai kondisi kerja yang tidak layak, perlakuan tidak manusiawi, human trafficking, sampai melecehkan negara dan bangsa Indonesia karena menggunakan bendera tanpa melalui prosedur yang ditentukan.

“Pemerintah RI harus bertindak tegas dengan melakukan moratorium penempatan pelaut Indonesia ke kapal-kapal ikan Taiwan. Moratorium baru dibuka kembali setelah pengusaha Taiwan sanggup memberikan perlindungan dan kesejahteraan terhadap pelaut Indonesia sesuai standar internasional,” tegasnya. Hanafi juga mendesak pemerintah RI untuk melakukan protes keras terhadap Taiwan atas penggunaan bendera Indonesia oleh kapal-kapal perikanan Taiwan secara ilegal.

“Lakukan penyelidikan atas status hukum ke-7 kapal ikan Taiwan yang menggunakan bendera Indonesia dalam kasus ini. Baik menyangkut proses pendaftaran dan balik nama kapal, pengukuran kapal, sampai pemasangan tanda selar kapal dan penerbitan Surat Kebangsaan Kapal dan surat-surat kapal lainnya maupun SIKPI.

Diingatkan, pendaftaran dan balik nama kapal dan penggunaan bendera Indonesia dilakukan oleh Kementerian Perhubungan setelah semua dokumennya terpenuhi sebagaimana ketentuan Permenhub No. 13 Tahun 2012. Khusus untuk kapal perikanan, harus memenuhi persyaratan sebagaimana Permen Kelautan dan Perikanan No.23/2013. “Tanpa prosedur sebagaimana yang ditentukan, berarti kapal itu bodong,” tegasnya.

Terhadap agen dalam dan luar negeri yang merekrut pelaut, Hanafi juga minta bertanggung jawab untuk menyelesaikan semua hak pelaut. Kalau mengelak, pemerintah juga harus bertindak tegas, dengan membekukan atau mencabut izin perusahaan, termasuk BPN2TKI tidak perlu melayani penerbitan KTKLN yang diajukan oleh perusahaan tersebut. (hasyim husein)

Leave a Comment