JAKARTA (Pos Sore) — Deputi bidang Pendidikan dan Agama Kemenko Kesra, Agus Sartono, memastikan, tarif nikah yang dibayarkan kepada Kantor Urusan Agama, masuk kas negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Sebanyak 80% masuk kas negara, sisanya 20% untuk biaya operasional KUA. Bukan masuk ke kantong pribadi petugas KUA, agar tidak terjerat gratifiikasi” katanya, di Kemenko Kesra, Jumat (7/2), didampingi Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, A Jamil, Irjen Kementerian Agama, M. Jasin, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Kasnadi, dan Dirjen Hamosisasi Kementerian Hukum dan HAM, Agus.
Pemerintah, katanya, masih menggodog RPP PNBP Biaya Akad Nikah ini. Secara teknis sudah dibahas. Dalam RPP ini disebutkan, jika menikah di kantor KUA dikenakan tarif Rp50.000, di luar kantor KUA Rp600.000. Ada tarif di luar juga karena kantor KUA belum mampu menyediakan tempat yang representatif bagi pasangan pengantin.
“Misalnya, mau mengundang 50 orang, kan tidak mungkin juga memasang kursi sebanyak itu di kantor KUA. Tapi tarif nikah di luar kantor KUA tidak masuk ke kantong pribadi petugas KUA,” tandasnya.
Penerimaan KUA dari masyarakat ini, adalah penerimaan negara sehingga harus disetorkan terlebih dahulu ke kas negara. Meskipun begitu, KUA bisa menggunakan penerimaan tersebut untuk membiayai operasionalnya dalam melayani masyarakat sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Dirjen Hamosisasi Kementerian Hukum dan HAM, Agus, menambahkan, pihaknya hanya melakukan harmonisasi dengan memberikan masukan. Kalau yang menikah miskin secara ekonomi maka tidak dikenakan tarif nikah alias Rp0. Miskin dengan patokan pemegang Kartu Perlindungan Sosial.
“Kalau miskin secara hukum ya tidak berhak. Misalnya koruptor, kan miskin secara hukum, tapi dia tetap dikenai tarif nikah,” tambahnya.(tety)