JAKARTA (Pos Sore) — Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) mendesak pemerintah untuk melakukan moratorium (penghentian sementara) penempatan pelaut Indonesia ke kapal-kapal perikanan milik atau yang dioperasikan pengusaha Taiwan. Hal ini disebabkan dari waktu ke waktu semakin banyak kasus penelantaran ABK Indonesia oleh kapal-kapal perikanan Taiwan, tanpa ada penyelesaian yang tuntas, terutama menyangkut hak upah para Anak Buah Kapal (ABK) yang tidak dibayarkan.
Selain sering menyengsarakan pelaut, kapal-kapal Taiwan itu juga merusak citra Indonesia karena sering berganti nama dan menggunakan bendera Indonesia di tengah laut tanpa melalui prosedur yang legal.
“Pemerintah harus segera melakukan moratorium untuk menghentikan kasus-kasus perbudakan pelaut Indonesia di kapal-kapal perikanan Taiwan,” tegas Presiden KPI Hanafi Rustandi, menanggapi pemulangan 74 pelaut perikanan yang bekerja di kapal-kapal perikanan Taiwan, Rabu (19/2).
Pelaut yang dipulangkan dari Cape Town, Afrika Selatan, itu menambah panjang kasus pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal Taiwan. Sebelumnya, terjadi kasus penelantaran 163 ABK Indonesia yang bekerja di kapal-kapal perikanan Taiwan di Trinidad & Tobago, dan sampai saat ini tidak ada penyelesaian atas hak-hak mereka.
Kedatangan pelaut dari Cape Town disambut oleh Sekretaris Pimpinan Pusat KPI Sonny Pattiselanno, staf Protokol dan Konsuler KBRI di Pretroria-Afsel, Risa WS Wardhani, Konsul RI di Cape Town, Adhi Wibowo, serta Direktur Mediasi dan Advokasi Badan Nasional Penempatan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Teguh Hendro Cahyono.
Ke-74 pelaut itu bekerja di 7 kapal longline Taiwan yang beroperasi di fishing ground internasional, termasuk di fishing ground Afrika Selatan. Mereka yang sebagian besar berasal dari wilayah pantai utara Jawa Barat/Jawa Tengah itu mendarat di bandara Halim Perdanakusuma (18, Selasa (18/2) dengan pesawat carteran atas bantuan pemerintah Afrika Selatan dan dokumen perjalanannya difasilitasi oleh Konjen RI di Cape Town, Afsel.
Mereka direkrut oleh 12 agen perekrutan di Indonesia, umumnya di Jakarta dan diterbangkan ke beberapa pelabuhan yang disinggahi kapal di luar negeri. Bahkan ada yang melalui beberapa pelabuhan transit sebelum ditempatkan di kapal atau dipindah-pindahkan ke kapal lain di laut.
Salah seorang ABK mengaku awalnya diberangkatkan dari Jakarta ke Medan, kemudian diberangkatkan lagi ke Penang, Malaysia, untuk naik kapal. Para agen di Indonesia ini mendapat order perekrutan dari 5 broker pencari tenaga kerja di Taiwan dan 1 di Malaysia.
Mereka bekerja di tujuh kapal perikanan dengan kontrak kerja rata-rata tiga tahun, tapi ada yang sudah bekerja sampai lima dan tujuh tahun. Gajinya antara US$170 – 350 per bulan, tergantung pekerjaannya. Namun mereka rata-rata hanya menerima gaji selama 4 bulan pertama, selebihnya sampai saat dipulangkan ke Tanah Air, belum dibayar. (hasyim husein)