JAKARTA, PosSore — Angin sore berembus pelan di antara rindangnya pepohonan di rumah kediaman yang selama ini menjadi tempat Titiek Puspa menghabiskan hari-hari senjanya. Dari sudut ruang, foto-foto lawas terpajang rapi—dengan senyum khasnya yang seolah tak lekang oleh waktu. Senyum itu kini tinggal kenangan.
Indonesia berduka. Titiek Puspa, aktris sekaligus penyanyi legendaris yang telah menorehkan jejak panjang dalam sejarah hiburan tanah air, berpulang dalam damai, Kamis (10/4) pukul 16.25 di RS Medistra Jakarta Selatan.
Sebelum meninggal dunia, Titiek Puspa menjalani perawatan di rumah sakit usai menghadiri sebuah acara di stasiun televisi swasta pada Rabu, 26 Maret 2025. Pada hari itu, Titiek Puspa mengalami pendarahan di kepala sejak 26 Maret 2025 seperti disampaikan Putri Titiek Puspa, Petty Tunjungsari. Pendarahan di kepala membuat Titiek mesti menjalani operasi di RS Medistra. Pada saat itu operasi berjalan lancar.
Petty Tunjungsari mengtakan, jenazah ibundanya disemayamkan di Wisma Puspa, Pancoran Timur Raya. “Insyaallah disemayamkan di Wisma Puspa, Pancoran Timur Raya,” ungkap Petty.
Pety mewakili keluarga memohonkan maaf andai semasa hidup almarhumah mempunyai kesalahan perkataan dan perbuatan, baik disengaja atau tidak. Ia memohon doa untuk almarhumah agar diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa.
“Mohon maaf apabila ada kesalahan dari eyang Titiek Puspa selama 67 tahun beliau berkarier di negeri tercinta ini. Mohon maaf kalau ada salah kata salah laku, tolong doakan ibu saya agar supaya perjalanannya lancar,” ucapnya.
Soal prosesi pemakaman, Pety mengaku akan kembali menginformasikan hal itu nantinya. “Nanti dikabarkan lagi,” kata Pety Tunjungsari.
Tak ada suara histeris atau tangis pecah yang menguasai ruangan, hanya bisik doa dan linangan air mata yang menetes pelan. Seperti kehidupan yang ia jalani, kepergiannya pun terasa begitu tenang dan anggun. Ia menutup usia setelah berjuang panjang melawan penyakit, dikelilingi keluarga tercinta yang selama ini menjadi sumber kekuatannya.
Nama Titiek Puspa, bagi banyak orang, bukan sekadar artis. Ia adalah bagian dari ingatan kolektif bangsa—ikon dari era keemasan seni Indonesia. Lahir dengan nama Sudarwati, perempuan kelahiran Kalimantan Selatan ini tumbuh besar bersama irama lagu dan panggung sandiwara. Ia memulai karier dari panggung ke panggung, hingga akhirnya dikenal sebagai salah satu penyanyi dan aktris paling berpengaruh pada masanya.
Dari “Bing” hingga “Kupu-Kupu Malam”, lagu-lagunya tak sekadar menjadi hits, tapi menjadi bagian dari kisah hidup banyak orang. Ia menulis lirik yang puitis, menyuarakan suara hati perempuan, dan membawa cerita rakyat ke dalam nada. Di balik ketenaran, ia tetap sederhana, santun, dan selalu ramah menyapa siapa pun yang ia temui.
Tak hanya di dunia tarik suara, Titiek Puspa juga mengukir prestasi di dunia akting. Sosoknya yang ekspresif dan penuh karisma membuatnya dicintai di layar kaca maupun layar lebar. Ia bermain dalam berbagai film dan program televisi, membawa peran dengan begitu hidup dan menginspirasi generasi demi generasi.
Rekan-rekan sesama seniman menyebutnya sebagai ibu bagi dunia seni. Ia bukan hanya hadir sebagai penghibur, tapi juga pembimbing, pengayom, dan pengingat akan pentingnya ketulusan dalam berkarya. “Bu Titiek itu cahaya bagi kami,” ujar penyanyi muda yang pernah belajar langsung darinya, menahan haru. “Beliau tidak pernah lelah menginspirasi.”
Hingga usia senja, semangatnya tak pernah surut. Bahkan saat sakit, ia masih kerap menulis, menyanyi, dan berbagi cerita di berbagai forum. Ia percaya bahwa selama manusia bisa tersenyum, maka hidup layak dirayakan. Kini, senyum itu abadi dalam ingatan kita.
Titiek Puspa bukan hanya meninggalkan warisan lagu dan film, tapi juga semangat untuk terus berkarya dengan cinta. Di saat dunia terasa begitu cepat dan bising, ia hadir sebagai suara lembut yang mengingatkan kita akan nilai-nilai kemanusiaan, kesederhanaan, dan kasih sayang.
Dan meski raganya telah pergi, namun semangatnya tetap hidup—mengalun dalam lagu, mengendap dalam lirik, dan menari di hati mereka yang pernah mendengarnya. Selamat jalan, Ibu Titiek. Terima kasih atas cahaya yang telah kau titipkan pada negeri ini. (aryodewo)