12.3 C
New York
26/10/2024
Aktual

Rendah, Perlindungan Hukum Pekerja Outsourcing

JAKARTA (Pos Sore) — Akses perlindungan dan penegakan hukum untuk pekerja outsourcing masih sangat minim menyusul lemahnya posisi tawar mereka kepada pengusaha. Untuk itu, pemerintah diminta agar meningkatkan perlindungan hukum untuk para pekerja outsourcing.

Presiden Organisasi Serikat Pekerja Indonesia, Saepul Tavip, dalam Diskusi Nasional dengan tema,”Akses Perlindungan dan Penegakan Hukum Pekerja Outsourcing” yang digelar Foru8m Wartyawan Ketegakerjaan dan Transmiograsi (Forwarkertrans) belum lama ini mengatakan kondisi lemahnya posisi tawar pekerja outsourcing tersebut berpotensi menimbulkan gejolak yang dapat mengganggu iklim investasi di Tanah Air. “Artinya social cost yang harus ditanggung kemudian akan lebih besar dan berdampak luas,” kata dia.

Menurutnya, kalau pun outsourcing tetap diberlakukan maka harus dibuat peraturan yang lebih ketat agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak pekerja dalam pola outsourcing. Sejatinya, kata Saepul, hubungan kerja tidak hanya dilihat dan dipertimbangkan dari sisi ekonomi semata yang menekan pada aspek efisiensi biaya. Hubungan kerja juga harus dilihat dan mempertimbangkan dimensi sosial kemanusiaan, karena pekerja atau buruh itu manusia yang patut dihargai, dimuliakan, dijaga dan diangkat harkat dan martabatnya.

Namun saat ini yang terjadi justru pekerja outsourcing dijadikan seperti ‘mesin’ atau alat produksi yang bisa diperlakukan sesukanya. Seperti halnya, pekerja outsourcing yang dikelola PT ISS Indonesia yang dipekerjakan di yayasan pendidikan JIS. Seluruh dugaan tindakan asusila dilakukan oleh 6 pekerja milik ISS.

“Saat mereka punya masalah, mereka tidak diberi perlindungan hukum. Tapi justru malah dipecat,” katanya. Mengutip ketentuan pasal 1367 KUH Perdata disebutkan seorang tidak saja bertanggung-jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh orang-orang yang berada di bawah pengawasannya.

Ketua Umum Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia Wisnu Wibowo mengakui tindakan yang dilakukan oleh pekerja alih daya tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan ISS sebagai penyedia alih daya. “Namun kerugian material yang diakibatkan ulah pekerja, perusuhaan alaih daya harus ikut menanggung. Itu konsekuensi perdata.”

Untuk itu, Wisnu mengimbau kepada ISS untuk segera berunding dengan JIS untuk menyelesaikan bersama kasus tersebut. “ISS harus bertanggungjawab secara kepegawaian.” Bahkan sesuai Permenakertrans No. 19/2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan telah diatur tanggung jawab, beban, dan hak pekerja outsourcing yang menerima perintah langsung dari perusahaan penyedia. “Jadi, seluruh akibat yang ditimbulkan dari pekerja outsourcing merupakan tanggung jawab perusahaan penyedia.”

Wisnu menambahkan, pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) diminta untuk tidak terlibat dalam penentuan jenis pekerjaan atau kegiatan yang boleh atau tidak boleh melalui sistem outsourcing atau alih daya. Pemerintah juga tidak boleh terlibat dalam menentukan jenis pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang.

Selain itu, Wisnu meminta Kemnakertrans agar tidak lagi mensyaratkan pembuatan dan pelaporan “alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan” oleh perusahaan yang akan melakukan pemborongan pekerjaan dalam penerbitan izin. Pasalnya hal tersebut unik untuk setiap perusajaan dan merupakan rahasia perusahaan.

Wisnu mengatakan, dalam rangka mencegah adanya pelanggaran peraturan ketenagakerjaan, khususnya UU 13 / 2003 tentang Ketenagakerjaan, melalui penetapan outsourcing, maka pemerintaj, perlu lebih meningkatkan upaya penegakkan hukum serta pengawasan terhadap semua perusahaan outsourcing. Pengawasan, kata dia, untuk memastikan agar karyawan outsourcing juga dapat jenjang karir. Selain itu hak-hak mereka sebagai pekerja terjamin. “Terutama dalam hal status pekerjaan maupun upah dan jaminan kerja,” kata dia. Pengawasan tersebut, kata dia, dapat dilakukan dengan melibatkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan asosiasi outsourcing yang dibentuk secara hukum.

Wisnu menambahkan, menurut data Indonesian Outsourcing Association (IOA), menyebutkan, potensi pasar domestik untuk pasar alih daya atau outsourcing di Indonesia tahun 2014 diperkirakan mencapai Rp 17,5 triliun.

Menurut Wisnu, potensi yang dihasilkan dari bisnis outsourcing di dunia ditaksir mencapai US$ 970 miliar atau Rp 9,215 triliun di tahun 2015. “Jika saja di Indonesia bisa mengambil 1 persen dari perputaran bisnis US$ 970 miliar, maka akan menghasilkan devisa senilai Rp 92 triliun.

Ia mengatakan, polisi Indonesia di dunia menempati urutan kelima potensi tenaga kerja produktif sekitar 105 juta pekerja, berdasarkan jumlah tenaga kerja tersebut jika potensi ini bisa digerakkan dan dimanfaatkan secara efektif maka bisa mencapau kekuatan yang sangat besar dan berpotensi menjadi negara tujuan investasi dan outsourcing global.

Masih dalam pembicaraan dalam diskusi tersebut, Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Mudji Handaya, melanjutkan, sebaiknya ISS lebih mengerucutkan bidang usahanya. “Sangat tidak mungkin penyedia jasa alih daya tenaga kerja menyediakan ratusan macam jenis pekerjaan,” katanya.
Selanjutnya, papar Muji, bagaimana perusahaan alih daya tersebut me-manage dan memberikan pelatihan kepada pegawainya yang akan dipekerjakan di perusahaan lain. (hasyim)

Leave a Comment