JAKARTA (Pos Sore) — Jika pemilihan legislatif (pileg) 2014 yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) penuh dengan transaksi uang, maka anggota DPR RI maupun DPD RI yang akan lolos ke Senayan, adalah mereka yang mempunyai dana besar.
Bila praktek pemilu sudah demikian, maka tak ada lagi pendidikan politik. Yang ada adalah marketing partai-partai politik, sehingga dalam kampanyenya ke masyarakat tak perlu lagi program, visi, dan misi partai atau caleg, kata Jeirry Sumampow, Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (TePI) dalam Dialog Kenegaraan yang digelar Sekretariat DPD RI bersama Koordinatoriat Wartawan Parlemen, Rabu (30/4).
“Selain itu, dana kampanye yang dimaksud juga tidak jelas. Apakah berbasis partai, atau kandidat caleg.”
Beda dengan pemilu di Amerika Serikat, kata dia, dimana uang yang masuk ke rekening peserta pemilu tercatat dengan baik, transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Bahwa demokrasi itu mendukung prinsip-prinsip anti korupsi, tapi dalam pemilu kita, justru terjadi transaksi politik uang. Lalu dari mana kita mau mengaudit dana kampanye pemilu. Jadi, pemilu 2014 ini sangat buruk dibanding pemilu 1999, 2004, dan 2009,” kata dia.
Hal ini diamini mantan pengurus ICW, Fahmi Badoh. Dia malah mengingatkan masyarakat ikut mengawal DPR RI. Sebab, kalau tidak, korupsi akan makin merajalela.
Ia memprediksi banyak kekuatan hitam di belakang anggota DPR RI 2014-2019 ini. “Jadi, penyelenggara pemilu sejak awal sampai sekarang memang tidak transparan, sehingga dana kampanye pemilu itu mau diaudit dari mana? Untuk itu perlu aksi publik untuk meminta pertanggungjawaban itu,” jelas Fahmi Badoh.
Selain itu, lanjut dia, dana kampanye yang dimaksud juga tidak jelas. Apakah berbasis partai, atau kandidat caleg?
“Kalau di Amerika, Australia, dan lainnya berbasis kandidat, tapi di Eropa Timur berbasis partai. Sedangkan kita menggunakan kedua-duanya, maka akan sulit mengauditnya. Jadi, dengan pemilu yang sarat politik uang ini akan diklaim sebagai representasi rakyat yang mana? Jadi, ke depan harus dengan sistem pemilu yang lebih baik lagi,” demikian Fahmi. (akhir)