12.3 C
New York
26/10/2024
Aktual

‘Plain Packaging’ Picu Impor Rokok Illegal

JAKARTA–Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag),Iman Pambagyo,menyatakan, peraturan terkait kemasan polos (plain packaging) untuk seluruh produk tembakau yang diberlakukan Australia, tidak cukup efektif menekan konsumsi rokok bahkan bisa memicu maraknya impor rokok secara illegal.

“Mereka tidak bisa menerapkan aturan yang semena-mena.Kita sepakat rokok mengganggu kesehatan.tetapi langkah yang diterapkan harus sesuai dengan aturan WTO.Mestinya aturan yang dibuat bisa mengurangi konsumsi rokok dan membuat masyarakat lebih sehat,” ungkapnya disela Diskusi Peran Pemerintah Indonesia dalam Melindungi dan Meningkatkan Komoditas Agrikultur Unggulan Dalam Negeri,atanya, Rabu (30/4).

Menurutnya, jika plain packaging tidak diberlakukan negara tetaangga seperti Malaysia, justru dikhawatirkan memicu impor ilegal akibat konsumsi yang tinggi dan harga yang terus turun. Di sisi lain, katanya, hal ini juga akan berdampak buruk pada industri kecil menengah akiat pemberlakukan kemasan yang sama.

Seperti diketahui, produk tembakau asal Indonesia kini berada dalam tekanan. Pasalnya salah satu negara tetangga yaitu Australia telah menerapkan peraturan terkait kemasan polos (plain packaging) untuk seluruh produk tembakau.

Hal tersebut dinilai sebagai ancaman nyata bagi produk tembakau dari Indonesia, karena dengan penerapan peraturan terkait kemasan polos tersebut, daya saing produk diyakini akan menurun.

Dari sisi ekspor rokok tahunan Indonesia ke Australia, dinilai tidak cukup besar, namun peraturan tersebut dapat diikuti oleh negara-negara lain, sehingga akan membahayakan perdagangan internasional produk tembakau Indonesia pada skala yang lebih luas. Sebagaimana yang diketahui, Indonesia adalah negara produsen rokok kretek terbesar di dunia dan secara peringkat, Indonesia menempati posisi nomor 2 terbesar di dunia, setelah Uni Eropa, sebagai negara produsen-pengekspor produk tembakau manufaktur.

“Kebijakan Plain Packaging diadopsi tanpa bukti ilmiah atau analisis. Jika kita mengabaikannya, ini bisa menjadi preseden bagi negara manapun untuk mengadopsi kebijakan ketat tanpa dasar ilmiah, Kebijakan subjektif seperti ini pun nantinya dapat menjadi dasar untuk diterapkan di produk lain selain produk tembakau.

Penerapan aturan kemasan polos, menurut Iman, akan memaksa industri rokok lokal untuk menyesuaikan harga. Hal ini akan memiliki dampak negatif terutama pada produsen rokok kecil dan menengah yang mungkin tidak memiliki kapasitas untuk melakukannya.

“Efektivitas kemasan polos tidak terbukti. Dengan kemasan yang sama, produsen rokok hanya akan bersaing dari segi harga,” paparnya.

Iman menambahkan, aturan ini juga akan merangsang munculnya produk-produk palsu dan rokok ilegal yang diperdagangkan. Sengketa tembakau dengan Australia adalah kasus kedua yang dihadapi oleh Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

“Kasus sebelumnya telah dimenangkan oleh Indonesia terkait pelarangan rokok Kretek di Amerika Serikat.”

Pada 2011, Australia berusaha membatasi penjualan rokok dan produk tembakau di negaranya dengan menerbitkan aturan yang tertuang pada Tobacco Plain Packaging Act. Dalam peraturan tersebut, seluruh rokok dan produk tembakau yang diproduksi sejak Oktober 2012 dan dipasarkan sejak 1 Desember 2012 wajib dikemas dalam kemasan polos tanpa mencantumkan warna, gambar, logo dan slogan produk.

Australia tercatat sebagai negara pertama yang memberlakukan aturan tersebut, yang kemudian diikuti oleh Selandia Baru. Kondisi ini membuat Indonesia, Ukraina, Honduras, Republik Dominika dan Kuba mengajukan gugatan arbitrasi internasional melalui Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).(fitri)

Leave a Comment