12.3 C
New York
26/10/2024
Aktual

Perhitungan Produksi Padi Masih Tak Akurat

JAKARTA (Pos Sore) — Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat Khudori mengungkap masih ada ketidakakuratan terhadap perhitungan statistik produksi padi.

Alhasil itu menimbulkan tidak samanya angka impor beras yang dilakukan Perum Bulog dan Kementerian Pertanian. “Makanya terus terjadi overestimate terhadap angka produksi beras,” jelas Khudori dalam diskusi Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) di Jakarta, kemarin.

Selama ini, lanjut dia, Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim produksi beras naik, tetapi Perum Bulog impor hingga jutaan ton, sehingga patut diduga ada ketidaakuratan angka statistik produksi beras nasional.

Dalam laporan jumlah beras Indonesia, tinjauan singkat yang dipublikasikan pada Februari 2002 dari Suwandi Sastrotaruno dan Choiril Maksum, disebut meski produksi beras tidak bebas dari kesalahan, tetapi kesalahan konsumsi beras dinilai kecil, sedangkan kesalahan lapor data produksi beras lebih besar.

“Produksi beras tidak bebas dari kesalahan.”

“Menurut keduanya, angka produksi beras di Indonesia 17% lebih tinggi ketimbang realisasi di lapangan,” kata Khudori.

Overestimate saat ini diduga kian tinggi, dapat mencapai 20% karena laporan luas panen juga terlalu tinggi. Kesimpulannya, statistik produksi padi tidak layak menjadi landasan.

Khudori menyatakan, penyebab overestimate angka produksi beras, diantaranya akibat kesulitan dalam mengukur secara akurat bagian lahan yang ditanami di antara beberapa tanaman lainnya.

Selain itu, data luas lahan baku usang dan sikap asal bapak senang (ABS) mantri tani, sehingga membuat laporan luas panen selalu naik atau stabil.

Pengumpulan data luas panen, lanjut Khudori, juga tidak berdasarkan survei statistik, karena tidak ada pengukuran obyektif di lapangan.

“Data luas lahan baku usang dan sikap asal bapak senang (ABS) mantri tani, sehingga membuat laporan luas panen selalu naik atau stabil.”

Dalam teori statistik, data itu termasuk catatan administrasi, akurasinya sulit diuji secara statistik. “Data luas panen inilah biang overestimate data produksi padi saat ini.”

Konsumsi Beras
Angka konsumsi beras yang masih misteri juga diakui Khudori. Angka konsumsi beras pada 2012 hasil Susenas sebanyak 97,65 kg per kapita per tahun. Angka itu dinilai underestimate karena mencakup konsumsi dalam rumah tangga, dan tidak mencakup konsumsi dalam bentuk makanan jadi di luar rumah tangga.

“Hingga saat ini konversi gabah ke beras masih menggunakan cara usang. Sejak 2009 hingga kini, angka konversi gabah kering panen (GKP) menggunakan 86,02%. Itu adalah hasil survei susut panen dan pasca panen padi 2005-2007. Angka itu diperbarui pada 2012 melalui survei konversi gabah ke beras menjadi angka baru yaitu 83,12%. Namun angka itu belum dipakai,” papar dia.

“Hingga saat ini konversi gabah ke beras masih menggunakan cara usang. “

Angka konsumsi beras yang dipakai pemerintah saat ini 139,15%. Itu bukan angka konsumsi riil, tetapi lebih tepat disebut angka ketersediaan beras untuk konsumsi (per kapita) pada 2005. “Itu angka kesepakatan politik.”

Sementara, hasil survei Badan Ketahanan Pangan dan BPS pada 2012, angka konsumsi beras sebesar 113,48 kg per kapita.

Menurut dia, produksi padi merupakan hasil perkalian luas panen dengan produktivitas atau hasil per hektare (ha). Pengumuplan data padi didasarkan Keputusan Menteri Pertanian 527/1970. Luas panen dikumpulkan setiap bulan oleh mantri tani di setiap kecamatan. Sedangkan produktivitas 50% dikumpulkan mantri tani (pegawai Kementan) dan 50% oleh mantri statistik (pegawai BPS) di setiap kecamatan.

Sistem penghitungan itu disebut angka BPS, yang merupakan hasil kompromi dua sistem BPS dan Kementan. Sistem perhitungan sejak 1970-an itu nyaris tanpa perubahan berarti.

Dia menambahkan, BPS adalah lembaga yang jauh dari intensitas politik. Jika ada ketidakakuratan, ke depan harus ada upaya untuk memperbaiki. “Ke depan, harus ada perbaikan dalam pelaksanaan metode dan anggaran. DPR harus mendukung dari segi alokasi anggaran,” kata dia. (fenty)

Leave a Comment