JAKARTA (Pos Sore) — Sering mendengar kata autis? Ini adalah kondisi seorang anak yang sejak lahir tidak bisa berkomunikasi secara normal dengan lingkungan sekitar dan memiliki dunia sendiri.
Psikiater anak dan remaja dari RSJ Soeharto Heerdjan Grogol, dr. Suzy Yusna Dewi, SpKJ mengatakan, gejala autis biasanya bisa didiagnosis pada usia 0-3 bulan atau di bawah satu tahun. Misalnya, anak bermasalah dalam relasi dan komunikasi sejak usia lima bulan, seperti dipanggil tidak menengok atau kurang merespons.
“Gangguan kualitatif dalam berinteraksi sosial, misalnya suka bermain sendiri, acuh terhadap lingkungan, dan interaksinya sangat terbatas,” jelasnya pada acara temu media bertajuk ‘Kasih Sayang Kunci Menangani Autisme’, di Gedung Kemenkes, belum lama ini.
Selain itu, gejala lainnya, hambatan kualitatif dalam komuniksi verbal dan nonverbal. Misalnya, seorang anak menunjukkan kelambatan dalam berbahasa, seperti bergumam ataupun berbicara jelas, tetapi aneh, artinya tidak ditujukan pada dirinya dan keluar secara spontan tanpa instruksi.
“Aktivitas dan minat juga yang sangat terbatas, serta tidak dapat bermain peran, seperti bermain boneka tetapi dirusak, atau main mobil-mobilan hanya memegang atau memperhatikan roda-rodanya saja. Mereka cenderung menolak suatu kegiatan rutinitas,” jelasnya.
Ia mengatakan, penyebab pasti autisme pada anak belum diketahui. Salah satu yang paling sering dianggap menjadi penyebab utama autisme adalah genetik. Padahal, penyebabnya bisa dari infeksi virus, seperti rubella, herpes, dan komplikasi pada saat persalinan.
“Sementara untuk teori biologis, seperti adanya faktor genetik hanya kurang dari 3 persen, jadi kecil sekali kemungkinannya karena faktor genetik,” terangnya. (tety)