JAKARTA (Pos Sore)– Alokasi dana bantuan sosial sebaiknya hanya diberikan kepada empat kementerian, yakni Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Tenaga Kerja. Permasalahan sosial tak perlu lagi ditangani sebanyak 19 kementerian seperti sekarang.
Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial, Toto Utomo Budi Santoso, mengungkapkan, saat ini, dana bantuan sebanyak Rp70 triliun dikelola 19 kementerian. Banyaknya yang mengelola bansos ini justru membuat tanggung jawab penggunaannya menjadi lemah.
“Kalau Presiden mengadakan rapat, tak ada satu pun kementerian yang bertanggung jawab,” kata Ketua Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia itu dalam diskusi bertema ‘Saatnya Rakyat Sejahtera: Kemiskinan dan Rencana Kenaikan BBM’, di Jakarta, kemarin.
Menyebarnya dana bansos juga membuat rawan dipolitisasi yang dijadikan suksesi untuk meraih kemenangan dalam pemilihan umum pusat maupun daerah. “Setiap kementerian juga tak jarang melakukan politisasi terhadap dana ini,” lanjut Toto.
Dana bansos dari kementerian pun kerap dipusatkan di Jakarta. Padahal, isu kesejahteraan sosial lebih relevan di daerah. Apalagi ada sebanyak 6.000 pekerja sosial profesional yang justru bekerja di kecamatan. “Jika dikelola mereka, maka sasarannya akan tepat ke masyarakat yang membutuhkan,” ujarnya.
Contohnya, ketika ada program membangun rumah tak layak huni, para pekerja sosial bisa langsung berkoordinasi dengan masyarakat mana rumah yang tepat untuk direnovasi. Sistem seperti ini juga dinilai akan melepaskan kepentingan politik pencitraan.
Ketua Departemen Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia, Fentiny Nugroho, menambahkan, pemerintah harus memfokuskan isu kesejahteraan di Kementerian Sosial. “Beri Kemsos peran besar karena ada 22 jenis masalah yang ditangani kementerian ini,” katanya. Saat ini, anggaran untuk Kemsos rata-rata hanya empat triliun rupiah per tahun.
“Saya berharap pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla menjadikan Kemsos sebagai institusi terdepan dalam mengarusutamakan kesejahteraan sosial. Artinya, harus ada kepemimpinan yang profesional. Kemsos harus dipimpin oleh menteri yang profesional. Selama ini, pos Kemsos selalu diisi oleh menteri dari partai politik,” tandasnya.
Kriteria profesional yang disodorkannya, antara lain memiliki latar belakang keilmuan di bidang kesejahteraan sosial. Saat ini ada 36 perguruan tinggi yang mencetak para pekerja sosial profesional. Bahkan, ada dua perguruan tinggi yang membuka studi SR untuk ilmu kesejahteraan sosial.
Selain itu, lanjut dia, orang tersebut harus punya pengalaman manajerial dan juga berprofesi sebagai pekerja sosial. “Kemampuannya itu harus diimbangi dengan kepemimpinan yang kuat, mampu menjadi problem solver, dan bisa memberi dukungan politik tanpa harus berasal dari parpol,” jelasnya.
Ketua Ikatan Tenaga Kerja Sosial Indonesia, M Ihsan, mengatakan indikator profesional harus dibeberkan agar Jokowi juga tak memilih profesional yang salah. “Dengan adanya indikator tersebut, maka menteri yang ditunjuk memang sudah mengerti apa yang harus dikerjakan nanti,” katanya. (tety)