16.8 C
New York
16/05/2025
Aktual

Pemberian Obat Suntik ODGJ, Standar Pelayanan Kedokteran Jiwa

JAKARTA (Pos Sore) — Menyusul ‘episode Marshanda’ yang menjadi pemberitaan, memunculkan penggunaan istilah yang berkaitan dengan ilmu kejiwaan, yang tidak semuanya benar menurut medis.

Ketua umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI), dr Danardi Sosrosumihardjo SpKJ(K), menjelaskan, istilah gangguan jiwa mengikuti Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III). Berdasarkan pedoman ini gangguan jiwa adalah sekumpulan gejala atau perilaku yang dapat ditemukan secara klinis yang menimbulkan penderitaan (distress) dan terganggunya fungsi seseorang.

“Orang yang mengalami gangguan jiwa disebut sebagai orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), yang menurut Undang-Undang Kesehatan Jiwa, ODGJ adalah seseorang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna. Kondisi itu menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsinya sebagai manusia,” paparnya, terkait Standar Profesi Penanganan Kegawatdaruratan Psikiatri, di Kantor PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Rabu (13/8).

Untuk menentukan seseorang memiliki waham (delusion) atau tidak, menurut Danardi, psikiater harus melakukan serangkaian wawancara dan pemeriksaan yang saksama. “Psikiater tidak dapat menentukan ada tidaknya gangguan jiwa hanya dengan mendengar atau melihat tayangan di media massa, lantas membuat kesimpulan,” lanjutnya.

Istilah pamasungan yang dilontarkan OC Kaligis, pengacara Marshanda, dalam istilah medis kejiwaan, diartikan, segala bentuk tindakan yang menghalangi setiap orang dengan gangguan jiwa dalam memperoleh hak-haknya sebagai warga negara, meliputi hak memperoleh pengobatan, penghasilan, dan hak memperoleh kehidupan sosial.

“Pemasungan dilakukan dengan dua cara, pengikatan atau pengisolasian. Pengikatan menggunakan materi atau alat mekanik yang dipasang atau ditempelkan pada tubuh dan membuat penderita tidak dapat bergerak dengan mudah. Pengisolasian, tindakan mengurung sendirian tanpa persetujuan atau dengan paksa dalam suatu ruangan yang secara fisik membatasi untuk keluar ruangan tersebut,” urainya.

Saat pengidap gangguan jiwa disarankan untuk rawat inap di rumah sakit dengan persetujuan suami/istri, orang tua, anak, atau saudara sekandung yang paling sedikit berusia 17 tahun, wali atau pejabat yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan.

Pemberian obat dengan suntik bertujuan meredakan atau mengatasi gejala waham, halusinasi, dan gaduh gelisah. Ini bagian dari standar pelayanan kedokteran jiwa. Dalam kondisi yang berpotensi membahayakan diri sendiri, orang lain, atau pasien tidak kooperatif dalam pengobatan, psikiater dapat memberikan obat suntikan.

“Tujuannya memperoleh efek cepat, kemudian melakukan perawatan secara rawat inap. Pemberian obat dengan cara suntikan tidak mengakibatkan pasien menjadi gila dan berhalusinasi. Tapi, sebaliknya, justru mengendalikan dan memperbaiki gejala gangguan jiwa secara cepat,” paparnya. (tety)

Leave a Comment