18.8 C
New York
16/05/2025
Aktual

Mosaik Hutan Tanaman Penuhi Kebutuhan Pangan

JAKARTA (Pos Sore) — Sekjen Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto menyebut pengelolaan hutan tanaman secara lestari yang dibangun pola mosaik menjadi jawaban untuk memenuhi kebutuhan bahan baku kayu, sekaligus pangan dan energi terbarukan.

Hadi menyatakan pembangunan hutan tanaman, baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan bisa jalan mencapai kedaulatan pangan, energi dan hasil hutan Indonesia.

“Selain produk kayu, dari hutan tanaman bisa dihasilkan bahan pangan dan energi terbarukan,” kata dia usai membuka Seminar Kedaulatan Pangan, Energi dan Produk Kehutanan yang diselenggarakan oleh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (Kahmi), kemarin.

“Selain produk kayu, dari hutan tanaman bisa dihasilkan bahan pangan dan energi terbarukan.”

Hadir dalam kesempatan itu Koordinator Presidium Kahmi Mahfud MD dan Menteri Kehutanan Kabinet Indonesia Bersatu I MS Kaban.

Produksi pangan di hutan tanaman pada kawasan hutan bisa dilakukan dengan menanam jenis pohon penghasil pangan seperti sagu. Jenis tanaman semusim seperti jagung atau singkong juga bisa dikembangkan dengan pola tumpang gilir dan tumpang sari.

Pengembangan tanaman pangan di hutan tanaman yang dikelola masyarakat bisa dilakukan dengan pola agroforestry. Untuk menghasilkan energi terbarukan, optimalisasi hutan tanaman bisa dilakukan dengan mennam pohon seperti aren, nyamplung dan jenis penghasil bahan bakar nabati.

Kayu yang dihasilkan dari hutan tanaman juga bisa dimanfaatkan sebagai bioenergi berbasis biomassa. Meski pengembangan hutan tanaman penting, Hadi menyatakan sangat penting untuk mempertahankan keberadaan hutan alam.

“Kayu yang dihasilkan dari hutan tanaman juga bisa dimanfaatkan sebagai bioenergi berbasis biomassa.”

Hutan alam menjaga keseimbangan alam dan menjadi sumber pasokan air bagi kehidupan. “Makanya diterapkan pola mosaik dimana hutan tanaman dikembangkan pada areal terdegradasi sementara hutan alam yang masih baik dipertahankan,” katanya.

Hadi menegaskan, pola mosaik sekaligus menjawab kritik yang kerap dilontarkan oleh segelintir LSM terhadap pemanfaatan kawasan hutan di Indonesia.

Diingatkan juga pentingnya mengedepankan pendekatan kesejahteraan masyarakat setempat dalam pemanfaatan sumberdaya hutan.

Bioenergi
Luas lahan hutan di Indonesia mencapai 125,7 juta hektare atau mencapai 6,4% dari total luas daratan yang seluas 189,3 juta hektare. Luas hutan yang dialokasikan sebagai hutan produksi sebesar 73,9 juta hektare dimana sekitar 10,3 juta hektare dibebani izin pengelolaan hutan tanaman.

Sementara itu, Ketua Departemen Pertanian Kahmi Bedjo Santoso menyatakan Indonesia butuh membangunan 700.000 hektare hutan tanaman industri energi untuk menyokong kebutuhan bioenergi nasional.

“Periode 2015-2030, sebanyak 5% atau 75 juta kiloliter dari kebutuhan bahan bakar transportasi bisa dipenuhi dari bio methanol. “

Ia menyatakan, pada periode 2015-2030, sebanyak 5% atau 75 juta kiloliter dari kebutuhan bahan bakar transportasi bisa dipenuhi dari bio methanol. Sedangkan 5% dari 20.000 Mega Watt pembangkit listri baru bisa dibangun dengan memanfaatkan bio hidrogen.

“Biomethanol dan biohidrogen bisa dikembangkan dari biomassa kayu hutan tanaman. Teknologinya sudah tersedia tinggal dukungan political will,” katanya.

Energi berbasis biomassa kini sudah berkembang di sejumlah negara maju. Swedia, Denmark, dan Rusia banyak memanfaatkan biomassa kayu sebagai pelet kayu pengganti batubara. Amerika Serikat mengembangkan biomethanol untuk transportasi dan energi listrik.

“Bio energi berbasis biomassa hutan, memiliki keuntungan karena tidak bersaing dengan kebutuhan pangan.”

Sementara di Jerman, saat ini 33% dari energi primer dan nuklir dikonversi dengan energi terbarukan yang 67%-nya berbasis biomassa.

Bio energi berbasis biomassa hutan, kata Bedjo, memiliki keuntungan karena tidak bersaing dengan kebutuhan pangan, memiliki nilai tambah tinggi dan ramah lingkungan. (fent/possore)

Leave a Comment