12.3 C
New York
26/10/2024
Opini

MENYONGSONG HARI LANJUT USIA NASIONAL

Oleh Prof. Dr. Haryono Suyono

DI tengah hiruk pikuk calon Presiden dan calon Wakil Presiden blusukan meyakinkan penduduk yang berhak memilih untuk menjatuhkan pilihannya, DNIKS (Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial) menggelar ajakan solidaritas kepada 100 organisasi dan lembaga sosial pembangunan di seluruh Indonesia. Gerakan itu disimbolkan sebagai upaya meyakinkan semua pihak agar menyegarkan budaya gotong royong membangun Kedaulatan Sosial berbasis Pedesaan. Keluarga desa dianjurkan membangun kolaborasi, hidup gotong royong, saling peduli, dan mengembangkan upaya pemberdayaan keluarga secara mandiri untuk kesejahteraan bersama.

Melalui undangan dari Pengurus Pusat Persatuan Isteri Purnawirawan (PERIP) TNI Angkatan Laut, lebih satu bulan sebelum Indonesia memperingati Hari Lansia Nasional, tanggal 29 Mei 2014, telah digelar pertemuan membahas peran yang dapat dilakukan oleh anggotanya. Gelaran itu sungguh menarik karena anggota paguyuban secara serius ingin berbuat bagaimana mengatur hari tua sekaligus mengambil peran dalam pembangunan yang dilakukan rakyat banyak di pedesaan. Paguyuban terpanggil berbagi dengan masyarakat yang sedang berjuang meningkatkan harkat hidupnya.

Pertemuan yang diselenggarakan dengan persiapan yang matang itu mendengarkan gagasan dan praktek yang dilakukan berbagai organisasi, seperti PWRI, organisasi pensiunan pegawai negeri dan BUMN. Para anggota organisasi ini, bekerja sama dengan organisasi lansia lainnya, dua tahun yang lalu diterima oleh Wakil Presiden RI dan menyatakan bahwa para lansia tidak ingin dijadikan manusia sisa yang harus beristirahat di Panti Jompo atau Panti Asuhan.

Para lansia ingin tetap diikut-sertakan dan siap ikut serta membantu pengembangan dan pemberdayaan tiga generasi, tua, dewasa dan anak-anak. Diberikan definisi baru bahwa lansia yang berumur di bawah 70 tahun adalah lansia muda. Sebagai lansia muda, biarpun pensiun, dianggap masih mempunyai hubungan yang erat dengan bekas tempat kerjanya sehingga bisa membantu memberi nasehat, minimal menceritakan kepada yuniornya apa yang dimaksud atau dikerjakan di masa lalu. Tenaga-tenaga professional bisa diperbantukan sebagai konsultan untuk membantu tenaga muda yang perlu dukungan kearifan yang diperkaya pengalamannya yang lama dalam pekerjaan masa lalu sehari-hari. Pengalaman yang menjelma sebagai kearifan itu jarang ditulis dan bisa hilang begitu saja.

Pada kategori yang kedua, lansia usia antara 70 – 80 tahun adalah lansia dewasa, yang diharapkan terjun bersama masyarakat di pedesaan, bergabung dalam berbagai organisasi sosial dan membantu proses pemberdayaan masyarakat. Lansia dewasa lebih banyak bertindak bukan lagi sebagai penggerak utama tetapi mengajak generasi yang lebih muda, belum pensiun, dan mungkin masih giat dalam tugas negara, untuk ikut membantu sambil menyiapkan diri menghadapi masa pensiun. Peran lansia dewasa lebih pada ing madya mangun karso kalau meminjam falsafah Ki Hadjar Dewantara.

Pada usia 80 tahun keatas seorang lanjut usia disebut lansia paripurna, berperan sebagai sesepuh, penasehat dan menganut sifat tut wuri handayani. Oleh karena itu peran yang dilakukannya adalah memberi perlindungan, nasehat dan tidak terlalu banyak ikut campur dalam kegiatan operasional menangani hal-hal yang kasar dan bisa melelahkan. Keadaan fisik biasanya sudah menurun biarpun semangat bisa masih tetap tinggi. Masa muda, utamanya masa kanak-kanak penduduk Indonesia di masa lalu kurang baik, keadaan fisik biasanya sudah harus dihemat agar bisa tetap awet dan tahan lama.

Dalam urutan-urutan seperti itu lansia Indonesia mendukung proses pemberdayaan tiga generasi dengan peran yang secara bertahap berubah. Peran yang berubah itu memberi dorongan untuk hidup teratur dan sejahtera karena secara psychologis setiap penduduk tetap memberikan sumbangan hampir selama hidupnya. Selamat Hari Lansia Nasional, panjang umur dan tetap berguna untuk anak bangsanya. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Umum PWRI, www.haryono.com).

Leave a Comment