JAKARTA (Pos Sore) — Peringatan bahaya rokok melalui gambar pada bungkus rokok, Selasa (24/6), mulai diterapkan. Melalui peringatan bergambar ini, diharapkan remaja dan perokok pemula bisa menghentikan kebiasaannya.
“Ini sesuai PP 109/2012 dan Permenkes No.28 tahun 2013. Peringatan bahaya dampak merokok ini berlaku juga untuk produk luar,” kata Menkokesra, Agung Laksono, dalam jumpa pers ‘Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau’, di Kantor kemenkokesra, Senin (23/6).
Bagi produk rokok yang belum mencantumkan gambar tersebut akan ditarik dari pasaran untuk diganti. “Namun, kita memberikan batas toleransi 2-3 bulan ini untuk pedagang-pedagang yang berjualan di kios yang sudah terlanjur membeli sebelum aturan ini berlaku,” kata Agung.
Besaran warning yang berupa gambar ini akan mengambil 40 persen dari bungkus rokok. Akan dikenai sanksi lima tahun penjara atau denda Rp 500 juta bagi pihak yang secara sengaja tidak mencantumkan peringatan tersebut.
“Peringatan ini bukan untuk mematikan industri rokok, melainkan untuk kelangsungan hidup generasi muda bangsa Indonesia,” tandasnya.
Hal senada juga disampaikan pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia, Agus Pambagio. Ia menilai kewajiban pemasangan gambar menyeramkan atau pictorial health warning (PWH) sangat ampuh untuk mencegah munculnya perokok-perokok pemula. Pemerintah berupaya membidik kalangan perokok pemula, terutama anak-anak, supaya tidak merokok atau berhenti merokok.
Bagi yang sudah kecanduan rokok, gambar seram pada bungkus rokok justru tidak terlalu berpengaruh. Ini karena merokok sudah menjadi kebiasaan yang tak bisa ditinggal oleh perokok aktif. Kalau bicara kebiasaan susah untuk dihilangkan. “Dikasih gambar apapun, termasuk yang mengerikan sekalipun, pengaruhnya sedikit. Kan tidak mau juga tiba-tiba suruh berhenti merokok,” ujarnya.
Bisa jadi demikian adanya. Muhammad Mirza, misalnya, lelaki berusia 33 tahun, mengaku tidak terpengaruh dengan kemasan bungkus rokok yang bergambar seram itu. Ia yang merokok sejak di bangku SMA ini mengaku tidak seram atau takut jika melihat gambar seram kala membeli rokok. Ia tidak khawatir jika suatu waktu penyakit akibat merokok menderanya.
“Ah, biasa-biasa saja. (Peringatan) ini mah untuk orang-orang yang coba-coba merokok,” kata lelaki yang tinggal di kawasan Depok ini.
Pengakuan seorang Mirza ini, bisa jadi gambaran Mirza-Mirza lainnya, mengingat jumlah penduduk Indonesia yang begitu banyak. Karenanya, tidaklah tepat jika peringatan bahaya merokok yang berupa gambar seram itu dapat mengurangi pendapatan negara sebagaimana dikhawatirkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Lembaga pemerintah ini memperkirakan pemasangan PWH akan memberikan pengaruh penurunan produksi dan konsumsi rokok.
“Penjualan rokok pasti bisa sesuai target sekitar 350 miliar batang tahun ini. Karena tidak mudah menghilangkan kebiasaan merokok. Dampaknya pun akan terasa 1-3 tahun ke depan. Yang penting untuk mencegah supaya tidak ada perokok baru,” tambah Agus.
Menurutnya, jika ingin memaksimalkan penerimaan cukai rokok, pemerintah sebaiknya menaikkan tarif cukai rokok lebih dari 57 persen. Ya memang, batasan maksimal tarif tersebut dalam Undang-undang (UU) harus direvisi. Jika cukai dinaikkan, penerimaan bertambah karena harga rokok akan lebih mahal.
Tarif cukai rokok di Indonesia saat ini dinilai terendah di dunia. Harga rokok di negara ini termasuk yang paling murah. Ini yang menjadi penyebab meningkatnya konsumsi rokok, termasuk di kalangan anak-anak dan pelajar. Sementara harga rokok di berbagai negara sudah mahal. (Ada juga negara yang mewajibkan warganya menyertai KTP jika membeli rokok yang menunjukkan usianya sudah 17 tahun).
“Jadi menurut saya, gambar seram tidak akan berpengaruh ke penerimaan negara, tapi justru mencegah penyakit. Di negara lain saja sudah mengategorikan rokok adalah barang berbahaya, masa kita tidak,” tandasnya.
Semoga ke depan, semakin banyak perokok yang menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dan meninggalkan kebiasaan merokok yang tidak menyehatkan itu. (tety polmasari)