Oleh Prof. Dr. Haryono Suyono
Biasanya perayaaan pesta Natal dan Tahun Baru, pergantian tahun 2013 ke tahun 2014, diadakan pada saat-saat Natal dan tengah malam menjelang tahun baru sampai betul-betul tahun yang lama berakhir pada pukul 24.00 malam hari. Tetapi para pejuang lanjut usia dan pensiunan yang tergabung dalam anggota PWRI dari berbagai Kementeriaan dan BUMN, yang rata-rata
berusia diatas 60 tahun, mengadakan acara Perayaan Natal dan Tahun Baru Bersama dengan cara sangat unik, yaitu mulai tahun baru sampai akhir bulan lalu, dari tingkat pusat sampai ke daerah, melalui kerja cerdas dan keras untuk harmonisasi tiga generasi.
Dengan dukungan seluruh anggota PB PWRI, Dr. Prof. J.B Kristiadi, mantan Ketua LAN, juga mantan Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan RI, selaku salah satu Ketua PB PWRI, diserahi tugas untuk melakukan konsolidasi membangun solidaritas antar ummat beragama, utamanya sesama anggota. Caranya adalah dengan mengajak seluruh anggota untuk bersama-sama melakukan perayaan Natal dan Tahun Baru bersama yang pertama selama Organisasi pensiunan ini terbentuk, tidak hanya dalam
lingkungan instansi mereka masing-masing, tetapi bersama antar instansi terpusat di Kantor PB PWRI Jakarta. Perayaan bersama setelah lebih dari 50 tahun PWRI terbentuk tidak boleh berupa pesta pora, tetapi diramu dengan kegiatan bhakti sosial yang marak untuk harmonisasi tiga generasi. Agar upaya konsolidasi antar ummat beragama itu marak, diharapkan peristiwa itu dikaitkan pula dengan ajakan menyongsong tahun baru 2014, di pusat dan di daerah, sehingga seluruh anggota PWRI dari
berbagai agama ikut serta secara aktif.
Perayaan Natal dan Tahun Baru bersama yang dihadiri oleh seluruh pengurus lengkap, tidak kurang dari 300 orang yang rata-rata berusia diatas 60 tahun itu, dihadiri pula Wakil Menteri Agama RI, Prof. Dr. Nasaruddin, yang kemudian berkenan memberikan sambutan yang menyejukkan hati. Acara itu, biarpun diatur oleh banyak panitia yang terdiri dari puluhan anggota pensiunan yang sudah lansia, mereka itu umumnya mantan pejabat, dan biasanya menugasi bawahannya kalau ada acara di kantor, ternyata pada saat itu mereka menjalankan tugasnya dengan lancar dan meriah. Alokasi waktu yang dijadwalkan bisa dipenuhi dengan tepat
seperti suatu acara siaran Radio yang harus mengudara tepat waktu dan berakhir tepat waktu pula.
Acaranya dimeriahkan oleh empat group paduan suara yang berasal dari beberapa Organisasi Pensiunan Instansi (OPI) yang membina ibu-ibu lanjut usia menjadi group paduan suara yang dinamis, seakan muda kembali dengan suara bersama yang merdu lepas merayap ke seluruh penjuru gedung Markas Besar PB PWRI di Jakarta. Acara itu dibuat anggun oleh sumbangan paduan suara dari Gereja yang dengan kemahiran professional menyumbangkan lagu-lagu bernafaskan keagamaan yang menyejukkan dalam suasana bhineka dan damai.
Pidato Ketua Panitia, sekaligus salah satu Ketua PB PWRI, Prof. Dr. JB Kristiadi, memaparkan betapa anggota Panitia telah bekerja cerdas dan keras tetapi nikmat karena semua kalangan turut mendukungnya, termasuk di antaranya adalah PT Taspen, BPJS dan Pimpinan Bank penyalur Dana Pensiun serta Yayasan Damandiri yang peduli terhadap pemberdayaan sumber
daya manusia. Yayasan Damandiri sangat peduli terhadap upaya PWRI yang berpihak pada rakyat kecil di tingkat pedesaan. Mereka mengulurkan tangannya sehingga segala sesuatu yang diperkirakan tidak mungkin terjadi bisa berubah menjadi sesuatu yang membawa harapan sampai ke tingkat cabang dan ranting PWRI di daerah.
Pidato itu disusul dengan sambutan Ketua Umum PB PWRI, Haryono Suyono, yang menceritakan betapa dahsyatnya karya cerdas dan keras yang dilakukan oleh para anggota PWRI di seluruh Indonesia, yang rata-rata berusia diatas 60 tahun, dengan pengalaman kerja di pemerintah selama 30 – 35 tahun, ternyata di kalangan masyarakat desa mendapat penghargaan
yang diwujudkan dengan mengangkat, biarpun ada yang mantan Sekjen, Dirjen, Direktur, Bupati, Camat dan pejabat teras lainnya menjadi sesepuh penasehat, Ketua Organisasi Sosial, Ketua RW, dan RT atau jabatan sosial kemasyarakatan lainnya. Mereka dianggap sebagai sesepuh dengan banyak pengalaman, bahkan tidak jarang yang pengetahuan keagamaannya tinggi menjadi Ketua Masjid dan sering ditugasi pidato atau membaca doa upacara pernikahan.
PWRI di cabang dan ranting di seluruh Indonesia tidak tinggal diam menghadapi keluarga yang miskin iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maha Kuasa, atau miskin kesehatan, pendidikan, kewirausahaan serta lingkungan, mereka ikut aktif bersama mahasiswa dan kekuatan pembangunan lainnya ikut mengembangkan Posdaya di pedesaan. Sebagai contoh, di Jawa
Barat dalam rangka tahun baru, khususnya di Kabupaten Bandung Barat, membagikan 1000 bibit pisang Cavendish untuk ditanam keluarga miskin di halaman rumahnya. Gerakan ini merangsang usaha yang lebih berharga di kemudian hari, Di tempat lain seperti di Kabupaten Indramayu, Subang, Kulon Progo, Jepara, Cilacap, Pacitan, dan daerah lainnya, keluarga yang
tinggal di dekat pantai diajak menanam rumput laut untuk menambah pendapatan dengan memanfaatkan lahan payau yang biasanya tidak banyak dimanfaatkan. Di Jawa Tengah saja, tidak kurang dari 700 Posdaya telah dikembangkan di ranting-ranting guna menyegarkan Posyandu, mengembangkan PAUD, serta melakukan berbagai pelatihan wirausaha serta mengajak rakyat
menanam sayur di halaman rumahnya dan merubahnya menjadi Kebun Bergizi. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Umum PWRI, www.haryono.com).