12.3 C
New York
26/10/2024
Aktual

Jokowi Disarankan Gaet Akbar Tandjung

JAKARTA – Bakal calon presiden dari PDI Perjuangan, Joko Widodo alias Jokowi sudah memberi isyarat bakal pendampingnya adalah figure  yang berasal dari luar pulau Jawa. Karuan saja, berbagai spekulasi pun muncul. Utak-atik nama yang tak lepas dari mereka yang sudah sering disebut selama ini, bermuara kepada pertanyaan, apakah JK yang akan menjadi Cawapres Jokowi? Apa mungkin Ryamizard Ryacudu? Atau, si tokoh kalem yang memiliki pendukung mengakar di Golkar, Akbar Tandjung?

Banyak pihak meyakini, JK alias mantan Wapres Jusuf Kalla-lah yang paling tepat menjadi wakilnya Jokowi apabila  menang pada Pilpres Juli atau September tahun ini. Bahkan yakin bahwa nama JK sudah pasti.  Tapi tak sedikit yang masih meragukan.

Di antara yang meragukan itu, berargumen  yakin mantan Kepala Staf  TNI AD Jenderal Ryamizadlah yang jadi bakal cawapres Jokowi, sementara di pihak lain, ada pula yang menyebut Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tandjung yang akan dipilih,karena tokoh terakhir ini dikenal kalem, bisa mengisi kekosongan Jokowi, sangat dekat dengan Ketum PDIP Megawati, dan punya jaringan pendukung yang sangat luas.

Mereka yang yakin bahwa Akbar lah yang lebih tepat mendampingi Jokowi bukan tanpa alasan. Mereka menunjuk hasil  panel ahli yang diselenggarakan Freedom Foundation untuk simulasi pasangan capres-cawapres, belum lama dan hasilnya dirilis di Jakarta, Minggu (4/5) pekan ini.Hasilnya menunjukkan, duet Jokowi-Akbar Tanjung meraih skor tertinggi 196, disusul duet Jokowi-JK dengan skor 166.

Dalam skoring panel ahli ini, menurut direktur lembaga itu, Mohammad Nabil, duet Prabowo-Akbar juga meraih skor 166. Berdasarkan hasil panel ahli ini, terlihat dengan capres mana pun Akbar disandingkan, tetap memiliki skor tertinggi.  Mungkinkan PDI Perjuangan dan Jokowi melihat ini?

Lalu, bila Akbar tak digaet Jokowi, mungkinkan pihak Gerindra berminat?

Peta koalisi kini masih belum jelas betul. Selain PDIP-Nasdem, dapat dikatakan semua Parpol masih mencari-cari, masih menimbang-nimbang, masih ragu, dan ada yang masih menunggu. Di antara partai-partai itu, yang belakangan ini terlihat gencar melakukan pendekatan adalah Partai Golkar dengan Gerindra. Pertanyaannya, mungkinkan terjadi koalisi di antara kedua partai itu jika masing-masingnya, Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo dan Ketum Golkar Aburizal Bakrie alias ARB, sama-sama ngotot jadi presiden?

Menurut sebuah sumber di Golkar, kalau pun partai Beringin itu bersedia mengalah kepada Gerindra, tentu tidak dengan mengorbankan capresnya. Kalau koalisi di antara dua partai besar ini terjadi, bisa saja kemudian Golkar hanya kebagian kursi Calon Wakil Presiden. Nah…dititik ini, ada peluang JK maupun Akbar untuk dimajukan. Pertanyaannya, tentu, mana di antara keduanya yang lebih kuat?Akbar

Miliki Kelebihan

Pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro, melihat Akbar memang memiliki banyak kelebihan dari beberapa nama yang disebut-sebut bakal jadi cawapresnya Jokowi, bahkan dari JK sekali pun yang juga bekas pesaing Akbar di Golkar dan bekas Ketua Umum Golkar. Karenanya, seperti diungkapkan Siti kepada Pos Sore pekan ini, Jokowi harus segera mengambil Akbar untuk menjadi calon Wakil Presidennya. Sebab,  berdasarkan survey, pasangan Jokowi-Akbar sangat dekat dengan suara hati rakyat.

Cawapres Jokowi, kata Siti, sebaiknya figur yang memiliki kemampuan, politik atau hukum seperti Akbar Tandjung.

Diakui Zuhro, kemampuan politik atau hukum itu memang ada pada Mahfud MD atau JK.  Tetapi, kalau JK yang diambil PDIP, sementara Mahfud ‘’dilewatkan’’,  dikhawatirkan Prabowo akan menggaet Akbar Tandjung. Nah kalau ini yang terjadi, bukankah berarti Jokowi membiarkan lawannya ‘’membesar’’?

Jika Jokowi  berpasangan dengan JK, boleh-boleh saja sebagai alternatif. Namun menurut Zuhro, dukungan terhadap keduanya akan lebih rendah jika dibandingkan dengan dukungan kepada pasangan Jokowi- Akbar.

Siti Zuhro memprediksi akan hanya dua poros yang bertarung pada Pilpres Juli 2014 mendatang, yakni capres Jokowi dan Prabowo Subianto.“Poros Satu yakni Jokowi yang didukung PDIP, Partai Nasdem, dan kemungkinan PKB. Sedangkan Poros kedua adalah Prabowo yang didukung Partai Gerindra, PPP. Sementara parpol lain seperti Demokrat, PAN, PKS akan sulit membentuk poros baru,” kata Siti.

Tetapi, siapapun berpasangan dengan siapa, Siti berharap capres dan cawapres mendatang harus saling mengisi dan saling menopang. “Yang kita harapkan pada Pilpres 2014, capres dan cawapres secara pemikiran dan kekuatan saling menopang,” kata Siti Zuhro.

Masih seputar kemungkinan Jokowi berpasangan dengan Akbar,  Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti melihat pasangan keduanya sangat ideal sekali. Pasangan itu diharapkan bisa membawa perubahan terhadap bangsa dan negara.”Untuk itu, Jokowi harus segera menentukan pilihannya dengan tepat dan cermat. Memang bila Jokowi sudah mengatakan pasangannya dari luar Jawa bisa mengarah kepada Akbar Tanjung, atau bisa juga Hatta Rajasa. Namun disisi lain Partai Gerindra pun sudah bertemu dengan Partai Golkar,” tuturnya.

Cawapres Bukan untuk Ical

Menguatnya spekulasi terhadap kemungkinan Jokowi menggandeng Akbar, sebenarnya tak lepas dari  kisah kedatangan Jokowi kekediaman Akbar di Jl Purnawarman No 18, Senopati, Jakarta Selatan, Minggu (27/4/2014). Jokowi meninggalkan rumah dinasnya sore itu  dengan tak mau diikuti awak media.

Tak Mesti Seorang Leader

Sementara itu, Ketua DPP  PDIP Mindo Sianipar menyatakan, kriteria calon wakil presiden Jokowi itu adalah seorang managerial, baik di bidang ekonomi maupun di bidang pemerintahan. “Jadi cawapresnya tidak mesti seorang leader, tetapi cukup seorang managerial, yang mampu memenej tujuan memimpin pemerintahannya itu kemana,”kata Mindo menjawab Pos Sore.

Dengan cara seperti itu kata dia presiden dan wakilnya bisa saling mengisi.

Dikatakan, aksi blusukan Jokowi itu pun harus bisa diterjemahkan dalam aksi kerja.Mindo mengakui, penentuan cawapres Jokowi itu ada di tangan Ketua Umum PDIP Megawati bersama Jokowi dan tentu saja dibicarakan bersama Ketua Umum Partai Nasdem sebagai mitra koalisi. ”Itu keyakinan saya,”ujarnya.

Lebih lanjut dikatakan, untuk mencari cawapres itu paling tidak harus memperhatikan 3 hal, yaitu apakah dengan cawapres itu mampu meningkatkan keterpilihannya atau tidak ? Kedua, setelah terpilih apakah lebih mengefisienkan kinerja presiden atau tidak ? Dan ketiga menurut Mindo, efisiensi kinerja itu tidak boleh dilepaskan dari pengejawantahan ajaran Trisakti- nya Bung Karno. ”Jadi, cawapres yang mau dipilih itu itu pun dalam rangka menjalankan amanat Bung karno,”katanya.

Ketika ditanya pendapatnya mengenai peluang Jusuf Kalla, Akbar Tanjung dan Mahfud Md, Mindo melihat, paling bagus itu jika Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla. ”Asalkan tidak  membuat perjanjian seperti dilakukan ketika Jusuf Kalla berpasangan dengan SBY,”ujarnya.Ketika JK maju sebagai cawapresnya SBY pada pemilu 2004, antara mereka ada perjanjian tertulis. ”Tidak boleh itu, bisa mengganggu hubungan mereka,”kata Mindo. (lya/dus/jun)

Leave a Comment