JAKARTA (Pos Sore) — Direktur Program Yayasan KEHATI Dr. Arnold Sitompul menilai kebakaran hutan yang berulang-ulang terjadi telah mempermalukan bangsa Indonesia di mata dunia.
“Janji pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 26% di tahun 2020, -pada pertemuan G-20 di Pittsburg- tidak akan pernah tercapai,” katanya di Jakarta, Jumat (7/3).
Menurutnya, evaluasi menyeluruh wajib dilakukan terhadap elemen-elemen yang sudah dibentuk untuk melakukan pencegahan dan penanganan kebakaran hutan maupun dari sisi penegakan hukumnya.
Arnold mengungkap, kini ditingkat regional sebenarnya negara anggota ASEAN telah membuat kesepakatan dalam ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution atau Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas-Batas.
Anggota ASEAN lainnya telah meratifikasi setidaknya satu tahun sejak kesepakatan ditandatangani pada 2002. Namun Indonesia membutuhkan waktu belasan tahun untuk meratifikasinya. “Perdebatan antara pemerintah dan DPR harus segera diakhiri, karena masalah asap ini sudah berdampak sangat serius terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat Indonesia dan negara tetangga,” papar Arnold.
Seperti yang diketahui, lebih dari 12.000 hektar hutan di Riau terbakar sejak Februari lalu. Diprediksi luasannya akan terus bertambah. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kabut asap yang muncul sebagai akibat kebakaran tersebut telah membuat setidaknya 30.249 orang menderita ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), 562 orang menderita pneumonia, lalu asma 1.109 orang, iritasi mata 895 orang, dan iritasi kulit 1.490 orang.
BNPB juga mencatat bahwa kerugian akibat bencana asap ini mencapai Rp10 triliun yang berasal dari kerugian karena menurunnya produktivitas usaha, mobilisasi barang dan orang melalui transportasi darat, udara dan laut tertunda dan terganggu. Ditambah lagi dengan permasalahan politik yang melibatkan negara-negara tetangga.(fent)