3.3 C
New York
19/01/2025
Aktual

Jangan Terburu-buru Stop Kirim Pelaut Ke Taiwan

JAKARTA (Pos Sore) — Praktisi kemaritiman Indonesia, Capt. Akbar Yahya Yogerasi (AYY), SE, M.Mar mengatakan pemerintah tidak perlu terburu-buru melakukan moratorium pelaut ke Taiwan sebagaimana permintaan Kesatuan Pelaut Indonesia melalui Presidennya beberapa waktu lalu berkaitan dengan ditemukannya sejumlah pelaut Indonesia yang tertangkap Imigrasi Afrika Selatan karena tidak memiliki paspor dan tidak terbayarnya gaji ABK oleh perusahaan Taiwan.

Sebab, kata AYY kepada pos sore, Rabu (26/2), hal utama yang perlu dibenahi oleh pemerintah adalah sistem perekrutan pelaut mengingat masalah ketenagakerjaan di tanah air cukup krusial dan perlu poenanganan serius untuk mengatasi persoalan pengangguran yang terus membengkak.

“Kejadian yang menimpa pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal ikan Taiwan harus menjadi perhatian pemerintah menuju masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sehingga tujuan negara melindungi segenap bangsa Indonesia segera terwujud.”

Ditegaskannya, pemerintah harus arif dalam menyikapi persoalan itu. Perdekatan persuasif dan prinsip-prinsip kebersamaan menghadapi masalah ini adalah langkah yang solutif guna mewujudkan nilai-nilai kemandirian yang dianut oleh bangsa Indonesia.

Kordinator Biro Pemberdayaan Kader DPP Partai Demokrat ini juga mengingatkan pemerintah, bahwa jumlah pelaut Indonesia yang bekerja di kapal ikan saat ini tercatat sekitar 11.250 orang dengan gaji rata-rata US$300 per bulan atau sekitar US$3,375 juta per bulan. “Ini jumah yang cukup besar jika saja sebagian dari gaji mereka terkirim sebagai remitance ke tanah air,” katanya seraya menambahkan hal itu adalah bagian dari upaya menuju kemandirian bangsa sebagai kekuatan utama.

Lulusan terbaik Lemhahas RI Angkatan V Untuk Anggota Parpol ini mengatakan menilik kasus yang menimpa sejumlah ABK kapal ikan milik Taiwan itu, sangat membingungkan sebab jika dikatakan mereka tidak memiliki dokumen resmi seperti pasporlantas bagaimana mereka bisa melewati pemeriksaan imigrasi.

Sedangkan bagi perusahaan penyedia tenaga pelaut, tentunya sudah ada MoU antara perusahaan ikan Taiwan dan perusahaan penyedia di Indonesia. Melihat kasus ini, tambahnya, tidak menutup kemungkinan tenaga pelaut yang ditahan dan tidak memiliki dokumen resmi adalah yang direkrut langsung oleh kapal ikan Taiwan yang beroperasi di perairan Indonesia.

Seperti diberitakan sebelumnya Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) mendesak pemerintah untuk melakukan moratorium (penghentian sementara) penempatan pelaut Indonesia ke kapal-kapal perikanan milik atau yang dioperasikan pengusaha Taiwan. Hal ini disebabkan dari waktu ke waktu semakin banyak kasus penelantaran ABK Indonesia oleh kapal-kapal perikanan Taiwan, tanpa ada penyelesaian yang tuntas, terutama menyangkut hak upah para Anak Buah Kapal (ABK) yang tidak dibayarkan.

Selain sering menyengsarakan pelaut, kapal-kapal Taiwan itu juga merusak citra Indonesia karena sering berganti nama dan menggunakan bendera Indonesia di tengah laut tanpa melalui prosedur yang legal.

Pelaut yang dipulangkan dari Cape Town, Afrika Selatan, itu menambah panjang kasus pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal Taiwan. Sebelumnya, terjadi kasus penelantaran 163 ABK Indonesia yang bekerja di kapal-kapal perikanan Taiwan di Trinidad & Tobago, dan sampai saat ini tidak ada penyelesaian atas hak-hak mereka. (hasyim husein)

Leave a Comment