2.8 C
New York
07/02/2025
Aktual

Giwo: Aborsi Bertentangan dengan Hak Kelangsungan Hidup Anak

JAKARTA (Pos Sore) — Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 mengenai pelegalan aborsi bagi perempuan korban pemerkosaan telah menjadi kontroversi.

Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai tindakan aborsi menjadi tidak dilarang apabila keberadaan si bayi mengancam keselamatan jiwa dan raga ibunya. Sementara jika tindakan itu dilakukan tanpa ada dasar dan alasan jelas, aborsi adalah ilegal. Melanggar hukum Islam dan hukum negara.

Sedangkan menurut Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi tetap membatasi bahwa aborsi hanya bisa dilakukan dalam kondisi darurat medis dan kasus pemerkosaan. Baik undang-undang maupun PP mengatakan, aborsi dilarang, kecuali untuk dua keadaan, (yakni) gawat darurat medik dan kehamilan akibat pemerkosaan. PP ini adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Pemerhati masalah anak, Dr. Giwo Rubianto Wiyogo, berpendapat, dalam perspektif perlindungan anak, memang masih terjadi perdebatan. Karena aborsi meski bagi janin berusia 40 hari dari korban perkosaan tetap bertentangan dengan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam UU tersebut, meski masih dalam kandungan tetap memiiki ‘hak hidup’ dan ‘kelangsungan hidup’.

“Aborsi bertentangan dengan kelangsungan hidup,” tegas mantan Ketua Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini, di Jakarta, kemarin.

Karena itu, sebagai pemerhati perlindungan anak, ia menilai kontroversi mengenai PP ini harus diakhiri, karena sejumlah kementerian dan lembaga negara tidak memiliki perspektif yang sama terhadap PP ini, bahkan bertentangan. Kondisi ini akan merugikan upaya perlindungan perempuan dan upaya optimalisasi perlindungan anak.

Pemerintah pun diminta harus duduk bersama dalam dengan kementerian dan lembaga negara terkait serta tokoh agama dan masyarakat untuk membahas secara khusus khususnya dalam memahami PP tersebut, sehingga tidak menimbulkan simpang siur bahkan dikhawatirkan menimbulkan keresahan masyarakat.

“Memang semua kebijakan sering menimbulkan sisi perbedaan tafsir, namun dalam PP ini perlu dilihat secara komprehensif,” kata Wakil Ketua Umum Kesatuan Perempaun Partai Golkar ini. (tety)

Leave a Comment