28.9 C
New York
27/07/2024
Aktual

AFoCO Tularkan Semangat ‘Saemaul Undong’

JAKARTA (Pos Sore) — Upaya rehabilitasi dan pengelolaan hutan yang dilakukan oleh Indonesia dan negara-negara ASEAN bisa menyontoh apa yang dilakukan oleh Republik Korea.

Berbekal semangat saemaul undong, kata Direktur Eksekutif ASEAN-Republik of Korea Forestry Cooperation (AFoCO) Hadi Susanto Pasaribu, negeri ginseng itu berhasil mengubah bentang alamnya yang gersang di tahun 1950-an menjadi hijau sekaligus mendongkrak perekonomiannya.

Menurut Hadi, semangat saemaul undong mengajak masyarakat di pedesaan untuk rajin, mandiri, dan bekerjasama untuk mencapai kesejahteraan.

“Semangat saemaul undong mengajak masyarakat di pedesaan untuk rajin, mandiri, dan bekerjasama untuk mencapai kesejahteraan.”

Termasuk melakukan rehabilitasi lahan kritis. “Sukses Korea yang berhasil merehabilitasi negaranya dalam 30 tahun bisa menjadi inspirasi untuk Indonesia dan negara ASEAN lainnya,” kata Hadi di sela pertemuan kehutanan Asia (Forest Asia Summit) yang diselenggarakan pusat penelitian kehutanan internasional (Cifor) dan Kementerian Kehutanan.

Saemaul undong diperkenalkan oleh Presiden Korea Park Chung Hee tahun 1972. Saat itu Korea termasuk negara yang bahkan lebih miskin dari Indonesia.

Hasilnya, kini Korea bahkan termasuk salah satu negara paling maju di dunia. “Yang terpenting adalah kepemimpinan untuk mengajak komunitas maju. Termasuk dalam pemanfaatan lahan yang tadinya kritis dan terlantar bisa dimanfatkan untuk kesejahteraan,” kata Hadi.

Menurut Cifor, pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN saat ini termasuk yang paling bersinar. Sayangnya sebagian besar dilakukan dengan mengorbankan sumber daya alam, termasuk hutan.

Kini setiap bulan, Asia Tenggara kehilangan wilayah hutan yang luasnya setara tiga kali luas kota Jakarta.

Namun seiring dengan menipisnya modal alam, kuatnya dampak perubahan iklim, dan pertambahan populasi, berbagai negara kini mulai mencari upaya alternatif.

Menurut Hadi, untuk menularkan semangat saemaul undong pihaknya memfasilitasi berbagai kegiatan penguatan kapasitas SDM dan kelembagaan komunitas pedesaan.

AFoCo juga membangun Landmark Program di negara-negara cekungan Sungai Mekong seperti Laos, Kamboja, dan Myanmar.

Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas SDM yang ada di negara-negara tersebut. “Kami juga akan mengirim 10 doktor dan 20 master untuk belajar penguatan komunitas di Korea,” katanya.

Pada Forest Asia Summit 2014, AFoCo juga mengelar diskusi tentang pendidikan dan penelitian di Asia.

Dalam acara tersebut terungkap bagaimana pengelolaan hutan saat ini membutuhkan dukungan dari berbagai disiplin ilmu, bukan lagi hanya hanya ilmu kehutanan.

Profesor Seong Il Kim dari Universitas Nasional Seoul Korea menyatakan telah ada perubahan paradigma dalam pengelolaan hutan.

“Dari isu yang tadinya hanya di tingkat lokal atau nasional menjadi isu yang naik di tingkat global dan internasional. Untuk itu diperlukan menciptakan pola pendikan kehutanan yang baru.”

Misalnya dari yang awalnya unit manajemen hutan menjadi bentang alam hutan. Dari tebangan berkelanjutan, menjadi kelestarian hutan. Dari rehabilitasi, menjadi restorasi ekosistem. Dari komoditi menjadi jasa lingkungan.

Dan dari isu yang tadinya hanya di tingkat lokal atau nasional menjadi isu yang naik di tingkat global dan internasional. “Untuk itu diperlukan menciptakan pola pendikan kehutanan yang baru,” katanya.(fent)

Leave a Comment