05/11/2025
Aktual

UU Tenaga Kesehatan Matikan Fungsi Konsil Kedokteran Indonesia

JAKARTA (Pos Sore) – Nasib lembaga negara bernama Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang didirikan pada 29 April 2005 dan dibentuk berdasarkan amanat UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Prakdok) bak di ujung tanduk. Fungsi KKI yang seharusnya mengawal kompetensi tenaga medis harus dibubarkan melalui UU lain.

Undang-undang yang dimaksud yakni UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Nakes). UU ini membubarkan fungsi KKI yang berperan ganda menjamin profesional trust praktik kedokteran dan melindungi masyarakat dari praktik kedokteran yang melanggar norma disiplin, dan kini diambil alih oleh pemerintah.

Menyadari hal ini, disepakati untuk mengajukan judicial review (uji mareri) UU Nakes demi melindungi masyarakat, menjaga tanggung jawab profesi dan independensi KKI. PB IDI, PB PDGI, KKI, dokter praktik dr Mohammad Adib Khumaidi Sp OT dan seorang warga Salamuddin SE mengajukan uji materi UU Nakes ke MK.

Pengajuan judicial review dilakukan melalui kuasa hukumnya Muhammad Joni, Zulhaina Tanamas, Marasamin Ritonga, M Fadli Nasution dan Marelang Harahap. Permohonan uji materi 20 pasal UU Nakes itu sudah didaftar ke MK, Senin (22/6), dengan tanda terima permohonan No. 1459 PAN.MK/VI/2015.

Muhammad Joni menjelaskan, merujuk pasal 34 ayat 3 jo pasal 90 ayat 1 UU Nakes, konsil kedokteran dan konsil kedokteran gigi yang dibentuk berdasarkan UU Prakdok diambil alih menjadi bagian di bawah Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) dan berdasarkan pasal 90 ayat 2 UU Nakes, KKI yang dibentuk berdasarkan UU Prakdok diberi tenggat hidup sampai KTKI terbentuk.

“Lalu, mengapa pula KKI dibubarkan dengan UU Nakes? Mengapa tidak dengan mencabut UU Prakdok? Lagipula pembahasan UU Nakes tanpa melibatkan KKI, tidak meminta pendapat organisasi profesi, padahal KKI yang melakukan registrasi dokter dan dokter gigi dengan menerbitkan STR (surat tanda registrasi-red), lisensi melakukan praktik kedokteran,” paparnya.

Dia menegaskan, awalnya mandat membentuk UU Nakes bersumber dari mandat pasal 21 ayat 3 dan penjelasan pasal 21 ayat 3 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, namun tak ada mandat menghapuskan KKI dan tak ada perintah memasukkan tenaga medis di dalam pengaturan tenaga kesehatan karena sudah diatur lengkap di dalam UU Prakdok.

“Tidak pula ada kebijakan hukum yang diberikan kepada pembuat undang-undang memasukkan pengaturan tenaga medis terdiri dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis dan membubarkan KKI dengan UU Nakes. Tidak juga masuk dalam naskah akademis RUU Nakes,” lanjutnya.

Pembubaran KKI dan memasukkan tenaga medis di dalam UU Nakes merupakan bentuk penyamaran kepentingan dan kesewenang-wenangan pembuatan UU, melanggar prinsip negara hukum demokratis yang dianut UUD 1945. Dengan demikian, kata dia, pembuat UU Nakes sudah melampui mandat.

Itu sama saja dengan menciptakan aturan melampui batas yang mengakibatkan terjadi degradasi tanggung jawab tenaga medis karena tanggung jawab profesi dokter dan dokter gigi dianggap idemditto dengan tenaga kesehatan lain termasuk tenaga vokasi semisal tenaga administrasi kesehatan, teknisi gigi, perekam medis dan informasi kesehatan, bahkan tenaga kesehatan tradisional keterampulan seperti tukang urut atau ahli patah tulang.

“Sebab itu, Pengurus Besar IDI, Pengurus Besar PDGI, KKI, M Adib Khumeidi dan Salamuddin mengajukan uji materi UU Nakes. Pasal yang diuji adalah pasal 1 angka 1; pasal 1 angka 6; pasal 11 ayat 1 huruf a; pasal 11 ayat 1 huruf m; pasal 11 ayat 2; pasal 11 ayat 14; pasal 12; pasal 21 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, ayat 5, ayat 6; pasal 21 ayat 6; pasal 34 ayat 1, ayat 2, ayat 5; pasal 35; pasal 36 ayat 1, ayat 2, ayat 3; pasal 40 ayat 1; pasal 41; pasal 42; pasal 43; pasal 34 ayat 3; pasal 37; pasal 38; pasal 39; pasal 40 ayat 2; pasal 90 ayat 1, ayat 2, ayat 3; dan pasal 94,” ungkapnya. (tety).

Leave a Comment