JAKARTA (Pos Sore) — Kementerian Kehutanan mempermudah proses sertifikasi legalitas kayu (SLK) untuk usaha kayu skala rakyat dengan menerapkan penggunaan dokumen deklarasi mandiri (self declaration).
Sekjen Kemenhut Hadi Daryanto menyatakan kemudahan yang diberikan tidak akan mengurangi kekuatan SLK.
“Kemudahaan yang diberikan yakni terobosan untuk memberi jaminan bagi usaha kayu skala rakyat,” kata dia pada peluncuran Multistakeholder Forestry Programme III, akhir pekan lalu.
Berdasarkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), semua kayu dan produk kayu yang beredar di dalam negeri dan untuk tujuan ekspor wajib memperoleh SLK. Namun usaha kayu skala rakyat banyak yang keberatan karena tingginya biaya sertifikasi.
“Dari kebutuhan kayu nasional sebanyak 49 juta m3, pasokan yang berasal dari hutan rakyat mencapai 23 juta m3 atau mencapai 46%.”
Diungkap Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Kehutanan Dwi Sudharto, usaha kayu skala rakyat nantinya bisa menggunakan dokumen self declaration yang diterbitkan secara mandiri dan diakui sebagai bagian dari SVLK.
“Konsekuensinya, industri yang memanfatkan kayu atau produk kayu yang dihasilkan dari usaha skala rakyat memiliki kewajiban untuk melakukan inspeksi berkala,” kata dia.
Dwi menambahkan penggunaan dokumen self declaration sudah diakui menjadi bagian dalam inspeksi sesuai ketentuan ISO (international standardization organization).
Dokumen tersebut juga digunakan dalam proses inspeksi oleh Uni Eropa yang secara ketat menerapkan regulasi produk kayu untuk mencegah masuknya kayu ilegal ke wilayah tersebut.
Ketergantungan industri pengolahan kayu terhadap kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat cukup besar, kata dia.
Berdasarkan data Kemenhut tahun 2013, dari kebutuhan kayu nasional sebanyak 49 juta m3, pasokan yang berasal dari hutan rakyat mencapai 23 juta m3 atau mencapai 46%.
Luas hutan rakyat di Jawa mencapai 2,7 juta hektare dengan potensi tegakan mencapai 78,7 juta m3.
Perkuat SVLK
Penggunaan dokumen self declaration diharapkan semakin memperkuat SVLK. Dwi menjelaskan implementasi SVLK sejauh ini menggembirkan. Indonesia tercatat dalam 10 besar pemasok kayu dan produk kayu ke Uni Eropa.
“Nilai ekspor kayu dan produk kayu Indonesia ke Uni Eropa mencapai 5,48 miliar dolar AS.”
Pada periode Januari-November 2013, nilai ekspor kayu dan produk kayu Indonesia ke Uni Eropa mencapai 5,48 miliar dolar AS. Naik jika dibandingkan periode yang sama tahun 2012 yang tercatat 4,2 miliar dolar AS.
Sementara itu Duta Besar Kerajaan Inggris untuk Indonesia Mark Cannings menyatakan pihaknya mendukung langkah-langkah Indonesia untuk meningkatkan tata kelola hutan termasuk dengan menerapkan SVLK. Cannings menyatakan saat ini konsumen semakin kritis.
Mereka berlaku diskriminatif dengan menelusuri asal usul produk kayu untuk memastikan legalitasnya. “Dengan adanya SVLK, bisa memberi jaminan bagi konsumen bahwa produk asal Indonesia yang mereka beli adalah legal,” katanya.
Dia menambahkan pentingnya sertifikasi bagi kayu dan produk kayu yang dihasilkan oleh usaha skala rakyat di Indonesia.
Pasalnya, Indonesia akan menghadapi perdagangan bebas ASEAN yang memungkinkan kayu dan produk kayu dari penjuru ASEAN bisa dengan bebas dipasarkan di dalam negeri. Sertifikasi bagi usaha skala rakyat, kata Cannings, akan meningkatkan daya tawarnya.
Dukungan pemerintah Inggris terhadap upaya perbaikan tata kelola hutan Indonesia salah satunya dilakukan dengan mendanai MFP bersama-sama pemerintah Indonesia. Program tersebut telah berjalan sejak tahun 2000 secara bertahap. (fenty)