JAKARTA (Pos Sore) =– Ketua DPN Apindo Bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial, Haryadi B. Sukamdani mengatakan dalam membuat kebijakan tentang upah minimum, sebetulnya pemerintah belum melakukan penelitian secara mendalam mengenai kemampuan dunia usaha dengan berbagai parameter.
Akibatnya justru menjadi beban yang memberatkan perusahaan. “Ini sudah dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan Universitas Atmajaya Jakarta pada 2013 atas kenaikan UMP di sektor padat karya, khususnya garmen dan alas kaki,” katanya.
Dari survei itu ditemukan bahwa kenaikan UMP menjadi masalah paling berat yang dihadapi perusahaan. “Besarnya hambatan akibat kenaikan UMP membuat mereka tidak melihat kompetisi sebagai hambatan, ini menyebabkan daya saing menjadi menurun.”
Di samping UMP, masalah ketidakpastian kebijakan pemerintah dan kerumitan birokrasi menjadi persoalan yang juga dianggap berat. Banyaknya kebijakan dan aturan yang tidak matang dari pemerintah di bidang ketenagakerjaan, menjadi penyebab utamanya munculnya permasalahan yang membebankan dunia usaha.
“Pemerintah terlalu reaktif merespon ‘keributan’ yang terjadi di dunia kerja dengan mengeluarkan aturan-aturan yang tidak matang dan komprehensif. Aturan tersebut justru menjadi boomerang tersendiri yang merugikan, tidak hanya pelaku usaha tetapi juga tenaga kerja itu sendiri yang pada akhirnya berdampak terhadap pembangunan negara.”
Haryadi yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Kadin Kebijakan Fiskal dan Moneter ini mengatakan beberapa contoh aturan yang justru merugikan pencari kerja baru ialah mengenai pembatasan tenaga outsourcing. “Padahal outsourcing ini sesuatu yang lazim di dunia, karena kan banyak perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja tidak tetap untuk kehalian tertentu. Untuk efisiensi, dan si pencari kerja pun bisa mengembangkan skill nya,” tagasnya. (hasyim)