05/11/2025
Aktual

ULP DKI Tingkatkan Koordinasi dengan LKPP

JAKARTA (Pos Sore) — Kepala Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (ULP) Provinsi DKI Jakarta I Dewa Gede Sony menyatakan, di saat belum maksimalnya kinerja lembaga baru ini, masyarakat paling gampang bagi menyalahkan ULP.

Menurut Sony, kalangan dunia usaha, khususnya para kontraktor mitra Pemprov DKI Jakarta, selalu mencari-cari celah untuk menyalahkan unit ini, padahal semua memahami ULP baru dibentuk Februari 2014.

Di awal tugasnya belum memiliki struktur birokrasi, sumber daya manusia (SDM), kantor, meja kursi, sistem perangkat lunak dan perangkat keras.

“Sekarang ini para kontraktor mitra SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) paling mudah menyalahkan ULP. Ya tidak apa-apa, niat kami baik kok. Memperbaiki kinerja Pemprov DKI karena tanggungjawab mewujudkan Jakarta Baru,” kata Sony saat menjadi pembicara Dialog Publik dengan “ULP DKI antara Harapan, Kendala dan Solusi” di Jakarta Media Center (JMC), Jakarta Pusat, kemarin.

“Sekarang ini para kontraktor mitra SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) paling mudah menyalahkan ULP. “

Terkait kinerja ULP DKI, kata Sony sangat berat, mengingat sebanyak 5.523 paket yang harus dilakukan lelang. Namun hingga akhir Agustus ini baru lebih kurang 2.000-an paket yang dilelang.

“Kami terpaksa lembur hingga pukul 23.00 setiap hari. Ironisnya tidak ada honor untuk kami para karyawan yang terpaksa kerja keras melayani masyarakat. Kemudian dari beberapa media memberitakan kami yang bukan-bukan, sehingga ada yang tidak tahan, ingin mengajukan pengunduran diri,” ucap Sony.

Koordinasi LKPP
Selain itu, dalam rangka meningkatkan kemampuan SDM dan mengatasi masalah-masalah krusial, pihaknya selalu berkoordinasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).

“Kami selalu berkoordinasi dengan LKPP, setiap kali ada masalah yang harus kita selesaikan, ULP berpegangan teguh pada Perpres dan Pergub yang menjadi pijakan dalam kami bekerja,” katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Komite Nasional LSM Indonesia, Hobbin SE menyatakan, bahwa lambatnya proses verifikasi tidak bisa sepenuhnya diklaim sebagai kelemahan kontraktor. Namun lebih kepada ketidakpraktisan pola kerja yang diamanatkan Pergub Nomor 75 tahun 2014 sebagai acuan pelaksanaan ULP.

“Mekanisme kerja yang diatur dalam Pergub Nomor 75 terlalu bertele tele. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah biasnya hubungan struktural antara Ketua ULP dan Pokja sebagai pelaksana teknis.”

“Mekanisme kerja yang diatur dalam Pergub Nomor 75 terlalu bertele tele. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah biasnya hubungan struktural antara Ketua ULP dan Pokja sebagai pelaksana teknis. Dalam Pergub Nomor 26 tahun 2014 pasal 12.3 dinyatakan penetapan pemenang ditentukan Pokja dan tidak bisa diganggu gugat oleh ketua ULP, namun di pasal 12.2 disebutkan Pokja melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas Pokja kepada Ketua ULP. Ini sistem pertanggung jawaban yang tumpang tindih, Pergubnya harus direvisi,” papar Hobbin.(fenty/possore)

Leave a Comment