JAKARTA–Perusahaan yang selama ini tidak patuh menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, ke depan tak akan bisa mengelak lagi.
“Divisi ini akan melakukan inspeksi atas ketaatan perusahaan pada program jaminan sosial.”
Pasalnya, kata Dirut BPJS Ketenagakerjaan, Elvyn G. Masassya, pihaknya akan menguber target kepesertaan sekaligus menegakkan aturan hukum dengan membentuk Divisi Kepatuhan Perusahaan.
“Divisi ini akan melakukan inspeksi atas ketaatan perusahaan pada program jaminan sosial,”ungkap Elvyn di sela Press Gathering, Kamis (17/4) malam.
Di sisi lain, hal ini dilakukan katanya juga sebagai tindak lanjut UU BPJS yang memberi wewenang BPJS Ketenagakerjaan melakukan inspeksi atas kepatuhan perusahaan dalam mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial.”Kita akan bentuk unit inspeksi hingga di tingkat kantor wilayah dan kantor cabang di seluruh Indonesia.”
Unit ini,kata Elvyn, akan bekerja secara terkoordinasi dari pusat hingga daerah dan bisa bekerja sama dengan unit pengawas lainnya, seperti dengan pegawai pengawas ketenagakerjaan di Kemenakertrans dan dinas ketenagakerjaan di provinsi, kabupaten, dan kota.
Kewenangan ini, kata Elvyn,otomatis memberi kuasa pada BPJS melakukan pengawasan dan inspeksi pada perusahaan.
Tentunya, tidak memiliki kewenangan untuk membuat berita acara pemeriksaan dan menyeret perusahaan ke pengadilan.
Berbeda dengan Malaysia dan Singapura, mkatanyan lembaga penyelenggara jaminan sosial memiliki wewenang menyeret perusahaan nakal ke pengadilan dan mengusulkan pembekuan aset dan layanan perbankan pada perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerjanya pada program jaminan sosial.
Keikutsertaan pekerja dan keluarga dalam program jaminan sosial adalah hak normatif (dasar) bagi pekerja yang harus dipenuhi perusahaan tempat mereka bekerja.
Saat ini terdapat 12.388.193 pekerja yang menjadi peserta aktif jaminan sosial, sementara terdapat 100 juta pekerja lainnya (formal dan informal) yang belum menjadi peserta jaminan sosial.
Kondisi itu menunjukkan kesadaran pengusaha dan pekerja masih rendah. Mereka abai pada hak pekerja atas risiko kecelakaan, kematian dan hari tua serta dana pensiun yang cukup.
Mengharapkan perusahaan untuk sadar, agak sulit diharapkan karena sebelumnya UU sudah mengamanatkan. Kini dengan kewenangan inspeksi, yang menurut sebagian kalangan masih belum cukup, maka BPJS Ketenagakerjaan bisa memaksa pengusaha untuk peduli pada perlindungan kerja.
BPJS yang bertanggungjawab langsung pada presiden tentunya semakin memberi kewibawaan pada BPJS TK.Dengan begitu, perannya diharapkan mampu meningkatkan jumlah peserta lebih banyak lagi.(fitri)