JAKARTA (Pos Sore) — Otomasi bukan lagi pilihan dalam manajemen kearsipan, tapi menjadi satu keharusan. Namun, dengan adanya otomasi, bukan berarti arsiparis tidak memiliki peran dalam proses ini.
Misalnya, dalam pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence). Arsiparis harus mengetahui data-data yang akan disimpan. Termasuk komponen apa saja yang akan dan dapat digunakan untuk menyimpan data.
Demikian disampaikan Secretary General of International Council on Archives, Anthea Seles, Kamis, 25 November 2021.
Ia menjadi pembicara kunci dalam seminar internasional hari terakhir Southeast Asia Regional Branch of International Council on Archives (SARBICA) General Conference 22nd.
Seles menjelaskan kecerdasan buatan dapat dimanfaatkan dalam penyimpanan data bagi pemerintah. Dalam hal ini tentu melibatkan manajemen kearsipan. Namun, rekaman kegiatan pemerintah tersebut harus dimasukan dalam bentuk algoritma.
Penggunaan kecerdasan buatan pada manajemen kearsipan memberikan manfaat besar, khususnya dalam mempercepat akses arsip kepada publik.
Tapi, sebelumnya harus memastikan terlebih dahulu kriteria-kriteria yang sesuai untuk menyimpan data/arsip yang akan disimpan di lembaga kearsipan serta memastikan data yang dimasukan dapat diakses.
Pemanfaatan kecerdasan buatan dalam proses pengarsipan juga harus memperhitungkan beberapa hal. Seperti akurasi data dan risiko yang mungkin dihadapi.
Atau kepastian akuntabilitas keputusan yang didasarkan pada mesin dan proses kecerdasan buatan. Termasuk bagaimana data dalam mesin dan teknologi kecerdasan buatan dapat dimanfaatkan untuk penelitian digital.
Deputi Bidang Informasi dan Pengembangan Sistem Kearsipan, Andi Kasman, menyampaikan pandangannya saat membuka kegiatan di hari ketiga. Dikatakan, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) berperan sangat strategis dalam penguatan infrastruktur, dan peraturan perundang-undangan sistem.
Termasuk kelembagaan kearsipan serta transformasi menuju sistem kemandirian kearsipan nasional dalam penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Transformasi digital di bidang kearsipan di Indonesia ini menjadi bagian dari amanat Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2018 tentang SPBE.
SPBE ini mengamanatkan Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi disebut dengan SRIKANDI sebagai aplikasi umum bidang kearsipan dinamis, serta penyelenggaraan Sistem dan Jaringan Informasi Kearsipan Nasional. (tety)
Salah satu narasumber webinar dari Korea, Lee Gemma selaku Secretary General of National Archives of Korea (NAK) memaparkan di NAK, terdapat beberapa tugas inti yang dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi.
Di antaranya mencari metode manajemen yang paling sesuai untuk rekaman digital yang dapat diaplikasikan pada semua jenis rekaman digital. Atau juga mencari cara baru untuk mengolah data dengan menentukan keunikan data yang kemudian diseleksi dan dibangun secara terjadwal.
Pada kesempatan yang sama, Jafar Sidek dari National Archives of Malaysia (NAM) juga membagikan pengalaman mengenai penggunaan sistem manajemen rekaman elektronik di Malaysia yang telah dimulai sejak Februari 2008.
“Saat ini, penggunaan Sistem Manajemen Dokumen Digital (DDMS) telah melibatkan 253 agensi pemerintahan, sehingga diharapkan ada banyak masukan dari mereka dalam pengembangan rekaman digital di Malaysia,” papar Jafar.
Dalam mengembangkan DDMS, NAM juga berupaya membangun kesadaran di antara lembaga yang bergerak di sektor publik, agar dapat ikut serta dalam perkembangan teknologi ini.
Menghadapi transformasi digital ini, Malaysia juga melakukan sentralisasi sistem manajemen rekaman elektronik, membangun sistem yang lebih efektif dan efisien, membangun divisi dan seksi rekaman elektronik pada lembaga pemerintah serta melakukan perekrutan arsiparis dengan latar belakang pendidikan di bidang teknologi informasi. (tety)