JAKARTA (Pos Sore) — Kelompok kerja (Pokja) Tim Transisi Pembenahan Tata Kelola Sepakbola Indonesia tengah melakukan investigasi dan verifikasi terkait dugaan penyimpangan dana kompetisi sepakbola Indonesia 2009 dan 2010.
“Bahkan dugaan penyimpangan dana Rp700 miliar itu pernah disampaikan Indonesia Coruption Watch ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, laporan itu tidak mendapatkan tanggapan,” kata koordinator Tim Transisi Pembenahan Tata Kelola Sepak Bola Indonesia, Zuhairi Misrawi.
Ia mengungkapkan hal itu dalam dialetika demokrasi bertajuk ‘Arah Sepakbola Kita Mau Ke Mana’ bersama anggota Komite III DPD RI dari Dapil Kalimantan Selatan, Habib H Said Ismail, dan Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI), Rabu (3/6).
Hasil investigasi dan verifikasi itu, katanya, akan dilaporkan ke aparat berwenang. Pihaknya, sudah memiliki bukti-bukti seperti rekaman dan sadapan telepon seperti banyak klub-klub yang tidak membayar gaji pemain dan pelatih mereka.
Dikatakan, tugas tim transisi yaitu menyelamatkan PSSI dengan membuat ‘blue print’ program dan perencanan strategis untuk kebersamaan sepak bola bahwa olahraga ini PSSI adalah milik kita bersama.
“Jadi, persoalan sepak bola nasional ini bukan masalah pribadi, tapi masalah kita bersama yang bermimpi Indonesia menjadi juara di kompetisi internasional,” kata dia.
Menurut dia, temuan Tim 9 Kemenpora RI bahwa ada masalah dalam tata kelola federasi, dan klub persepakbolaan, seperti transparansi keuangan.
“Sulit mendapatkan laporan keuangan dari tiket yang terjual saja. Untuk itu, Kemenpora RI meminta laporan keuangan itu dibuka. Masak dari 18 klub hanya 3 klub yang beruntung yaitu Persipura, Semen Padang dan Persib.”
Karena itu, menejemen sepak bola kita harus dibenahi yang mulai dari akar masalahnya seperti penyuapan, sepak bola gajah dll. Bahwa yang dibekukan oleh Kemenpora RI bukan PSSI Djohar Arifin, melainkan PSSI pimpinan La Nyalla Mattalitti. Mengapa?
“Karena kepengurusan PSSI La Nyalla belum disahkan oleh Kemenkumham RI, sehingga tak bisa mewakili PSSI. Gugatannya pun gugur, karena tak memiliki legal standing,” tutur Zuhairi.
Sementara itu, Habib H. Said Ismail berharap agar pemerintah menyelamatkan PSSI. Kalau tidak berprestasi selama ini bukannya dengan membekukan PSSI, tapi menyeret pengurus PSSI yang diduga kuat terlibat mafia persepakbolaan Indonesia.
“PSSI memang tak bisa diintervensi siapapun meski berada di bawah pemerintah. Yang penting setelah pembekuan PSSI itu, Kemepora RI mempunyai target jangka pendek agar kompetisi liga tetap berjalan sebagai pembinaan sepak bola itu sendiri,” tegas Habib.
Diakui bahwa DPD RI independean, yaitu tidak mendukung PSSI maupun Kemenpora RI. Kalau program Kemenpora RI bagus, kata Habib Said, pasti akan didukung dan sebaliknya akan dikritisi. Karena itu, sebaiknya Kemenpora RI dan PSSI saling mendukung demi prestasi sepak bola dan olah raga lainnya.
“Harus saling mendukung satu sama lain demi prestasi olah raga itu sendiri.”
Harapan yang sama disampaikan Jannes, agar Kemenpora dan Tim Transisi segera menggelar kompetisi liga sepak bola nasional, karena mereka membutuhkan pembinaan prestasi berkelanjutan dan gaji.
“Ada gaji pemain sejak Januari 2015 lalu sampai hari ini yang belum dibayar seperti Persija. Jadi, kita membutuhkan kepastian kompetisi di mana masa produktif pemain itu terbatas,” tambahnya. (akhir)
