JAKARTA, PosSore – Fakta baru mulai terungkap dalam polemik beras impor yang menghebohkan pemegang kebijakan di Indonesia dan Vietnam belakangan ini. Menurut Mokhamad Suyamto, Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum BULOG, isu penggelembungan harga beras impor itu sesungguhnya tidak benar.
Suyamto menjelaskan, perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya justru tidak pernah mengajukan penawaran sejak bidding tahun 2024 dibuka. “Jadi jelas kami (Perum BULOG) tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan pada tahun ini,” kata Mokhamad Suyamto di Jakarta, Jumat (12/7).
Pernyataan ini didukung oleh Direktur Utama Tập đoàn Tân Long (TLG), Trương Sỹ Bá. Dalam pemberitaan media Vietnam, CAFEF, Bá menjelaskan, “Dalam sejarah tender beras BULOG, dari tahun 2023 sampai sekarang, kami tidak pernah memenangkan tender langsung apapun dari BULOG.”
Hal ini kata Suyamto secara tidak langsung sudah menjawab tuduhan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta keraguan terhadap kinerja Perum BULOG dalam pelaksanaan tender.
Dijelaskan, pada 22 Mei, BULOG mengumumkan tender di mana Lộc Trời dan anak perusahaannya menawarkan 100.000 ton beras. Bá menjelaskan bahwa Tân Long menawar dengan harga 15 USD/ton lebih tinggi, sehingga tidak memenangkan tender. “Kami pernah menawarkan 100 ribu ton beras dengan harga 538 USD/ton, harga FOB. Namun, harga dari Lộc Trời lebih rendah sehingga kami tidak jadi ikut,” tambahnya.
Bá menambahkan bahwa Indonesia membeli beras melalui tender BULOG dengan harga CNF (Cost and Freight), dan harga CNF dari perusahaan Lộc Trời, Thuận Minh, Quang Phát sekitar 568 USD/ton atau FOB (Free on Board) sekitar 530 USD/ton, lebih rendah dari penawaran Tân Long sebesar 538 USD/ton.
Harga CNF (Cost and Freight) dan harga FOB (Free on Board) adalah dua istilah dalam perdagangan internasional yang digunakan untuk menentukan tanggung jawab biaya dan risiko antara penjual dan pembeli. Dalam perjanjian FOB, penjual itu bertanggung jawab untuk membawa barang ke pelabuhan pengiriman dan membiayai semua biaya hingga barang tersebut berada di atas kapal. Setelah barang berada di atas kapal, semua biaya tambahan dan risiko berpindah ke pembeli mulai mengurus biaya pengiriman selanjutnya, asuransi dan risiko.
Sementara perjanjian CNF, penjual bertanggung jawab untuk mengangkut barang ke pelabuhan tujuan dan membayar biaya pengiriman dan risiko baru berpindah ke pembeli setelah barang berada di atas kapal di pelabuhan pengiriman. Dengan harga CNF penjualah yang mengurus pengangkutan dan membiayai semua biaya hingga barang sampai di pelabuhan tujuan, namun tidak termasuk asuransi. Alhasil, perbedaan utama antara FOB dan CNF terletak pada siapa yang membayar biaya pengiriman dan kapan risiko berpindah dari penjual ke pembeli.
Keterangan dari Tan Long Group ini menurut Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum BULOG menjadi klarifikasi atas polemik beras impor yang terjadi. Polemik ini dikhawatirkan dapat berdampak pada kelancaran pembelian beras Indonesia dari Vietnam hingga akhir tahun 2024 dan mempengaruhi hubungan bilateral perdagangan kedua negara.
Sonya Mamoriska, Direktur Transformasi & Hubungan Antar Lembaga Perum BULOG, menambahkan, “Kami terus menjaga komitmen untuk tetap menjadi pemimpin rantai pasok pangan yang tepercaya sehingga bisa berkontribusi lebih bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, sesuai dengan keempat visi transformasi kami: kepemimpinan, kepercayaan, pelayanan terbaik, dan kesejahteraan masyarakat.”
Perum BULOG sendiri jelas Sonya, mendapatkan penugasan untuk mengimpor beras sebesar 3,6 juta ton pada tahun 2024. Pada periode Januari-Mei 2024, jumlah impor sudah mencapai 2,2 juta ton.
Impor dilakukan secara berkala dengan melihat neraca perberasan nasional dan mengutamakan penyerapan beras dan gabah dalam negeri. Sampai akhir Juni, BULOG telah menyerap 800 ribu ton beras dalam negeri dan optimis bisa menyerap 1 juta ton sesuai target yang telah ditetapkan. (aryo)