18/11/2025
AktualNasional

Tarif Baru PCR di Tengah Penolakan Massif

Illustrasi (Change.org)

Possore.com – Di tengah maraknya protes masyarakat serta penolakan kalangan DPR terhadap kebijakan pemerintah yang mewajibkan tes PCR (polymerase chain reaction ) bagi pengguna moda transprotasi udara, pemerintah kekeuh memberlakukan kebijakannya. Kemenkes kemarin mengumumkan tarif tertinggi PCR turun lagi menjadi Rp 275.000 (untuk Jawa-Bali) dan Rp300.000 (luar Jawa-Bali).

Kementerian juga melarang penyedia seperti rumah sakit sampai laboratorium klinik mematok harga tes melebihi batas tersebut. “Apapun alasannya,’’ tegas Dirjen Pelayanan Kesehatan, Kemenkes, Abdul Kadir, Rabu (27/10).

Penetapan tarif baru ini, dari sebelumnya Rp495.000 (Jawa Bali ) dan Rp525.000 (luar Jawa Bali) sejalan dengan usul yang pernah dilontarkan mantan Menteri Kelautan, Susi Pujiastuti, yaitu makasimal Rp 275.000. Namun masih jauh dari tuntutan masyarakat dan anggota DPR. Tidak lebih dari Rp75.000, sebagaimana diminta polisi PKS, Alifudin. Aatau hapus sama sekali kebijakan itu.

Penolakan atas kebijakan PCR di transportasi udara ini sebelumnya dilontarkan Ketua DPR, Puan Maharani, politisi PAN, PKS, bahkan PKB.

Sementara itu, pemberitaan media ramai menyebut,puluhan ribu orang menandatangani petisi online meminta pemerintah menghapus syarat wajib tes PCR pada moda transportasi udara, dan meminta pemerintah mengembalikan opsi rapid test antigen sebagai syarat perjalanan dalam moda penerbangan.

Hingga pukul 12.00 WIB, Selasa (26/10), petisi melalui platform Change.org yang pertama kali dibuat oleh salah seorang engineer pesawat Dewangga Pradityo Putra ini sudah didukung oleh 40.639 suara masyarakat lainnya.

Dalam petisinya, Dewangga menganggap bahwa kebijakan yang mengharuskan seseorang melakukan tes PCR walaupun sudah divaksin dua kali, akan menyebabkan penerbangan berkurang sehingga industri penunjangnya pun akan semakin kesulitan.

Sementara pantauan Possore.com hingga pk 07.20 Kamis pagi (28/10), petisi serupa yang dimulai seorang warga, Herlia Adisasmita, melalu platform Change.org sudah diikuti / ditandatangani 48.019 orang.

Tersenyum dan Lapar Lagi

Herlia Adisasmita selaku inisiator petisi ini, dalam narasi yang disampaikannya menyebut, yang harus diketahui semua orang saat ini adalah Bali jauh lebih terperosok dari provinsi manapun di Indonesia. Masyarakat pekerja masih lebih banyak yang menggangur, dan pengusaha terus tumbang satu persatu.

Dua tahun Pandemi Covid 19 itu panjang sekali. Nasib mereka benar-benar bergantung pada kedatangan turis domestik. ‘’Lalu aturan wajib PCR sekonyong-konyong muncul dengan alasan yang dibuat-buat. Bubar jalan semua rencana para turis domestik untuk berlibur. Harga PCR masih sangat mahal, dan tidak semua klinik menawarkan hasil 1-2 hari selesai.’’
‘’Baru saja kami mulai senyum, sekarang siap-siap kelaparan lagi,’’ tulisnya.

Herlia tegas mengajukan petisi, hapuskan aturan wajib PCR untuk penerbangan atau turunkan harga PCR secara signifikan

‘’Kami ini bukan sekadar angka, kami bernyawa. Pengusaha dan pekerja maskapai penerbangan, hotel, mall, restauran, butik, toko suvenir, pengusaha transportasi, sopir, event organizers, florist, pemusik, agen perjalanan, bahkan warung dan penjual di pasar-pasar tekena dampak yang cukup berat. Ekosistem pariwisata itu besar dan berlapis, semuanya manusia yang punya keluarga, punya anak. Butuh penghasilan.’’

‘’Kami harus bagaimana lagi? bangkrut sudah, nganggur sudah, kelaparan sudah, bahkan banyak diantara kami yang depresi, rumah tangga berantakan karena faktor ekonomi, atau bahkan bunuh diri.’’

Kami harus bagaimana lagi? prokes sudah, vaksin sudah, Peduli Lindungi sudah. Selama ini dengan antigen-pun semua berjalan baik-baik saja tanpa kenaikan jumlah kasus. Kenapa tiba-tiba PCR? Sebegitu berlebihankah kami yang hanya ingin bisa bertahan hidup?

Herlia Adisasmita menyerukan, teman-teman di seluruh Indonesia, terutama Jawa-Bali, pelaku industri pariwisata dan ekosistemnya, serta para pecinta Pulau Bali, menyatukan suara!

‘’Mewakili masyarakat Bali, masyarakat pariwisata dan seluruh rakyat yang merindukan logika dan keadilan,, demikian Herlia. (lya)

Leave a Comment