-0.1 C
New York
03/12/2024
Aktual Jabodetabek

Sudah Shalat tapi Termasuk Golongan yang Celaka? Bisa Jadi Karena Ini

Kajian Islam Ahad Subuh (KISAH) Masjid Al Ihsan Permata Depok, Pondok Jaya, Cipayung, Depok, Jawa Barat, Minggu, 9 Januari 2022, bersama Ustadz KH. Anwar Nasihin, Lc.

Sebagaimana namanya, kajian ini diadakan setiap Ahad usai shalat subuh berjamaah. Dilakukan secara hybrid. Kali ini membahas kajian hadist, yang mengupas banyak hal.

Salah satunya, mengenai makna mendirikan shalat. Membangun peradaban Islam dimulai dari shalat.

Perintahkanlah keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa” (Surat Thaha ayat 132).

Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadah-ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan“. (Surat Al-Ankabut ayat 45).

Dikatakan mendirikan shalat dan mengerjakan shalat beda maknanya. Kalau mengerjakan shalat lebih sebatas hanya menggugurkan kewajiban saja. Terkadang banyak yang mengabaikan kesempurnaan shalat.

Sedangkan mendirikan shalat maknanya jauh dari sekedar itu. Mendirikan shalat lebih memperhatikan tuntunan shalat.

Mendirikan shalat lebih kepada kesempurnaan, sedangkan melaksanakan shalat belum tentu shalat yang dikerjakan itu dalam keadaan sempurna.

Shalat yang sempurna akan membuahkan hasil. Di antara hasil shalat yang baik adalah tercegahnya seseorang dari kelakuan maksiat dan buruk.

Maka jangan heran jika banyak orang bertanya mengapa sudah rajin shalat lima waktu tapi perangai dan perbuatannya tidak baik?

Jawabannya bisa jadi karena mereka melaksanakan shalat masih berupa amalan lahirnya, belum mendirikan shalat yang sesungguhnya.

Dalam mendirikan sholat haruslah dengan tata cara yang benar, baik dari segi bacaan maupun posisi sholat, sehingga tuma’ninah.

Tuma’ninah dalam sholat artinya diam sekejap di setiap gerakan shalat. Misalnya, saat ruku, iktidal, sujud, duduk di antara dua sujud, maka harus ada waktu untuk diam meskipun sekejap.

Lantas apa makna mendirikan shalat sesungguhnya? Ustadz menjelaskan.

1. Sempurnakan bacaan Alfatihah

Salah membaca surat ini akan mempengaruhi sah tidaknya shalat yang kita kerjakan.

Surat Al-fatihah merupakan rukun dari shalat. Kesalahan dalam membaca surat Alfatihah, akan membuat shalat kita batal atau tidak sah.

Karena itu, membacanya harus baik dan benar. Membaca hurufnya harus benar. Melafadzkannya juga harus benar. Hukum-hukum membaca Alquran juga harus benar.

“Jangan asal membaca Alfatihah. Ada yang baca huruf ‘ain dibaca dengan huruf alif. Yang harusnya bacanya tidak panjang, dibaca panjang,” tegasnya.

Jadi, jika usai shalat berjamaah di masjid misalnya, jangan malu meminta waktu kepada ustadz untuk mengoreksi bacaan Alfatihah-nya.

“Pak Ustadz, mohon minta kesediaan waktunya mengoreksi bacaan Alfatihah saya. Benar atau tidak,” katanya mencontohkan.

Atau jika perempuan, minta bantuan ustadzah untuk mengoreksi bacaan Alfatihah.

Ustadz menegaskan, mengapa bacaan Alfatihah penting harus baik dan benar karena memang wajib dibaca. Sementara, bacaan surah sesudah Alfatihah, bacaan saat ruku, saat i’tidal, saat sujud, itu sunnah. Tidak dibaca pun tidak membatalkan shalat.

2. Sempurnakan ruku dan sujud

Ruku tak hanya sekedar gerakan saja. Tetapi harus dilakukan secara baik dan benar agar shalatnya menjadi sah.

Saat ruku, punggung harus rata, seperti ratanya meja. Caranya, telapak tangan memegang lutut, bukan memegang betis atau paha. Posisi jari merenggang atau terbuka. Sikut jangan ditekuk.

Posisi kepala sejajar dengan punggung. Kepala tidak mendongak, juga tidak menunduk terlalu berlebihan.

Rasulullah saw jika ruku beliau meletakkan kedua telapak tangannya pada lututnya dan membuka jari-jarinya.” (HR. Abu Daud).

Bagaimana dengan sujud? Ternyata masih banyak orang yang sujudnya belum sempurna. Maka jangan sembarangan ketika sujud.

Sujud yang sempurna itu yang bagaimana? Setidaknya 7 anggota tubuh harus menempel ke tempat sujud.

Pertama, kening yang harus menempel. Ketika menyebut kening, Rasulullah SAW menunjuk hidungnya.

Berarti kening sudah menempel dengan sempurna, hidung juga lebih dekat tempat sujud atau bahkan menempel.

Posisi sujud yang harus menempel selanjutnya yaitu telapak tangan kanan kiri, lutut kanan kiri, dan yang terakhir jemari di kedua kaki.

Jika posisi ke-7 anggota tubuh tersebut dilakukan dengan sempurna, maka posisi sujud seperti membentuk sudut 90 derajat.

Jangan sujud dengan posisi kening menempel, tapi tangan antara siku dan pergelangan juga menempel. Posisi tubuh terlihat seperti bengkok atau seperti posisi duduknya anjing.

Posisi sujud yang seperti anjing inilah yang dilarang oleh Rasulullah SAW. “Jangan kalian sujud seperti duduknya anjing“.

Hendaknya orang yang salat mengangkat sikunya saat sedang sujud.

Rasulullah Saw. bersabda, “Sejahat-jahatnya pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari shalat?” Rasulullah menjawab, “Dia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya.” (HR. Ahmad).

3. Bangun dari ruku pastikan punggung lurus

Ustadz menegaskan jangan terburu-buru langsung sujud. Luruskan punggung. Tenangkan bathin kita saat shalat. Tidak usah terburu-buru.

Shalat paling menghabiskan waktu sekitar 5 sampai 10 menit. Itu pun sudah termasuk shalat sunah rawatib.

Masa saat pegang hp khusyuk, lama, tidak terburu-buru. Sementara shalat dikerjakan terburu-buru begitu.

Tuma’ninah adalah bagian dari rukun shalat yang dapat menyebabkan shalat itu batal atau tidak sah bila tidak dilakukan.

Di antara kesalahan-kesalahan yang sangat besar yang banyak dilakukan oleh orang-orang yang melakukan salat yaitu mereka tidak tuma’ninah ketika mengerjakan salat.

4. Shalat di awal waktu, jangan ditunda tanpa sebab

Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya dan enggan menolong dengan barang berguna.”(QS Almaun, 4-6).

Bagaimana ceritanya, orang yang shalat tapi termasuk orang yang celaka. Ternyata, celaka di sini adalah salah satunya orang yang selalu menunda-nunda shalat tanpa alasan yang jelas. Ini termasuk melalaikan shalat.

Manusia sering menunda atau bahkan melalaikan shalat dengan alasan sibuk. Padahal menunda shalat termasuk dosa besar.

Itulah shalatnya orang munafik, duduk santai sambil lihat-lihat matahari. Hingga ketika matahari telah berada di antara dua tanduk setan (menjelang terbenam), dia baru mulai shalat, dengan gerakan cepat seperti mematuk 4 kali. Tidak mengingat Allah dalam shalatnya kecuali sedikit. (HR. Muslim & Ahmad).

Mereka mengerjakan shalat tapi tidak menegakkan shalat. Mereka menunaikan gerakan shalat dan mengucapkan doa-doanya tetapi hati mereka tidak hidup bersama shalat.

Bagaimana dengan petugas pemadam kebakaran? Ada panggilan tugas bertepatan dengan waktunya masuknya shalat. Maka, tidak masalah jika shalatnya digabung meski tidak dalam keadaan safar.

Kalau ia shalat dulu, yang ada kebakarannya semakin meluas. Malah membuat mudharat.

Atau dokter saat bertugas dalam proses persalinan, lalu terdengar adzan. Ia tidak harus menghentikan tugasnya untuk melaksanakan shalat. Dalam kondisi ini shalat bisa digabung. Ada uzurnya, ada alasannya.

Jangan menunda shalat dengan alasan ada tamu, misalnya. Ajak saja tamunya juga shalat. Justru ini lebih baik daripada menunda.

5. Tunaikan shalat berjamaah

Shalat berjamaah pahalanya besar, tapi nilai pahalanya akan berbeda jika dilakukan di tempat yang berbeda. Misalnya, shalat jamaah di rumah nilai pahalanya berbeda dengan shalat berjamaah di masjid.

Kalau nilainya sama buat apa ada masjid? Sama halnya ketika kita shalat di Masjid Nabawi nilai pahalanya akan berbeda jika shalat di Masjidil Haram atau di Masjidil Aqsho.

Seperti halnya ketika berbelanja di pasar tradisional dan pasar modern. Harganya akan berbeda. Di pasar tradisional seikat bayam, misalnya Rp2000, bahkan bisa ditawar Rp1500.

Nah, harganya akan jauh berbeda jika beli di pasar modern, yang bisa berkali-kali lipat harganya. Padahal, sayurnya diambil dari lahan yang sama, kebun yang sama, petani yang sama.

Begitu pula halnya dengan shalat.

Kita ini sedang berbisnis, berdagang untuk meraih keuntungan yang banyak. Partner kita adalah Allah. Produk yang kita bisniskan ya, jiwa, raga, amalan, harta, anak-anak, isteri. Allah akan membeli perniagaan kita ini dengan surga.

Dalam surat Ash Shaff ayat 10-11 Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?, (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya.”

6. Harus memiliki efek sosial

Shalat harus bisa mencegah kita dari perbuatan keji dan mungkar. Mengokohkan silaturahim di antara kita. Ukhuwah dipererat.

“Karena membangun peradaban tidak bisa sendiri, harus berjamaah, saling mengenal. Kehadiran kita di suatu lingkungan harus membuat aman setiap orang dan memberikan manfaat bagi semua,” tegasnya.

Demikian kajian kali ini. Semoga memberikan pencerahan buat kita semua dan menjadi pengingat untuk memperbaiki diri.

Wallahu ‘alam bisshowab

Sumber:
https://www.kompasiana.com/nengsari/61da8d4c06310e798962c052/sudahkah-kita-mendirikan-shalat

Leave a Comment