JAKARTA (Pos Sore) — Dr. Arnold Sitompul, Direktur Program Yayasan KEHATI menyatakan kebakaran hutan di Provinsi Riau tak hanya meninggalkan kerusakan ekosistem namun juga merusak tatanan ekonomi secara nasional.
Seharusnya, kerugian itu bisa dihindari jika pemerintah melakukan evaluasi komprehensif atas kebakaran hutan tahun-tahun sebelumnya. Nah kini evaluasi serius terhadap strategi pencegahan dan penanganan kebakaran hutan wajib dilakukan.
Menurut Arnold, kebakaran hutan di Riau yang terjadi hampir setiap tahun berimbas tak hanya di masyarakat melainkan dunia usaha di Riau saja. “Bukan hanya mengganggu provinisi, tapi negara tetangga juga kena imbasnya,” jelas dia, Jumat (7/3).
“Kebakaran hutan yang berulang-ulang ini telah mempermalukan bangsa Indonesia di mata dunia. Janji pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 26% di tahun 2020, -pada pertemuan G-20 di Pittsburg- tidak akan pernah tercapai.”
Ia menyebut evaluasi menyeluruh wajib dilakukan terhadap elemen-elemen yang sudah dibentuk untuk melakukan pencegahan dan penanganan kebakaran hutan maupun dari sisi penegakan hukumnya.
“Pusat dan Pemda Riau harusnya berani menindak tegas masyarakat dan mencabut izin perusahaan yang terbukti menyebabkan kebakaran. Tidak adanya tindakan tegas dari pemerintah mengakibatkan kebakaran hutan selalu terjadi dari tahun ke tahun sementara disisi lain kita punya banyak lembaga setingkat kementerian yang seharusnya dapat berperan strategis dalam mengatisipasi masalah ini,” jelasnya.
Saat ini, lanjut Arnold, penanggulangan kebakaran hutan hanya dilakukan pada saat kebakaran sudah terjadi tetapi tidak ada strategi yang baik dalam antisipasi untuk pencegahan.
“Karenanya, guna mencegah kerugian lebih besar lagi, sepatutnya pemerintah memiliki strategi yang tepat dalam penanganan konflik satwa-manusia sebagai imbas dari kebakaran hutan.”
Contohnya, pengawasan terpadu dan terintegrasi atas pembukaan lahan khususnya pada saat memasuki musim kemarau, sehingga kebakaran hutan dapat dicegah.
“Kebakaran hutan yang berulang-ulang ini telah mempermalukan bangsa Indonesia di mata dunia. Janji pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 26% di tahun 2020, -pada pertemuan G-20 di Pittsburg- tidak akan pernah tercapai.”
Sementara itu, kata dia, kerugian di dalam negeri jauh lebih besar akibat kebakaran. “Keanekaragaman hayati terganggu, konflik satwa dan manusia meningkat karena habitat satwa liar yang rusak, mendorong mereka untuk keluar dari habitatnya dan masuk ke kawasan pemukiman manusia.”
Karenanya, guna mencegah kerugian lebih besar lagi, sepatutnya pemerintah memiliki strategi yang tepat dalam penanganan konflik satwa-manusia sebagai imbas dari kebakaran hutan.(fent)