Agenda di hari pertama tahun baru 2022, kami trekking ke Curug Cihampar yang berada di kaki Gunung Salak, Jawa Barat. Kami tidak sendiri, tapi ada guide Hopeland Camp yang mengawal kami.
Hopeland Camp adalah lokasi kemping di ketinggian 1000 mdpl (meter di atas permukaan laut). Namun, bagi yang tidak ingin ngetenda, bisa menginap di rumah kayu atau forest home.
Atau mau ngecamp tapi tidak punya tenda, tenang bisa menyewa tenda kok di sini. Beragam tenda lengkap dengan bantal, matras, atau kasur. Tinggal dipilih saja.
Nah, mengapa trekking ke Curug Cihampar harus dikawal? Karena ke curug ini harus menerabas hutan dan mendaki. Bisa dibilang hampir sangat jarang orang yang ke sini, kecuali pengunjung Hopeland Camp, yang itu pun jika mau.
Belum ada jalan bebatuan yang tertata sedemikian rupa seperti curug-curug lain yang pernah kami kunjungi. Di sini, tidak ada batu-batu yang ditata menyerupai anak tangga sehingga memudahkan orang untuk trekking.
Benar-benar masih alami. Jika hujan, jalanan pasti akan licin dan berlumpur sehingga perlu kehati-hatian.
Karena itu, jika jalan sendiri dikhawatirkan kami akan tersesat karena belum menguasai keadaan. Terlebih kami baru pertama kali juga ke sini.
Sebelum memulai trekking, kami dibriefing terlebih dahulu. Apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh. Maklum, khawatir kami mendapat gangguan dari makhluk yang tidak kasat mata. Begitu, katanya.
Dikatakan, perjalanan menuju Curug Cihampar ini sekitar 45 menit hingga 1 jam. Tergantung bagaimana kami berjalan. Santai atau cepat?
Jadi, pergi pulang butuh waktu sekitar 2 jam. Itu sudah termasuk istirahat. Berapa lama kami di Curug Cihampar ya sesuka kami. Tidak dibatasi. Sepuasnya.
Saya lupa jarak dari Hopeland Camp ke Curug Cihampar berapa jauh ya? Disebutkan sih.
Kalau dilihat dari lama waktu tempuh sepertinya sih tidak begitu jauh. Membuatnya menjadi lama karena menanjak dan harus menerabas hutan. Sepertinya begitu.
“Jangan lupa bawa perbekalan, seperti air minum dan makanan,” kata petugas guide memberikan arahan.
Petugas sendiri sudah membawa bekal P3K alias pertolongan pertama pada kecelakaan. Jaga-jaga jika kami mengalami sesuatu yang butuh pertolongan segera. Sebenarnya trekking ini termasuk aman. Tapi petugas harus siap siaga.
Ada beberapa hal yang tidak boleh kami lakukan selama berada di hutan. Pertama, ikuti intruksi petugas. Sebagai orang yang paling paham akan keadaan, maka instruksi dari petugas sangat penting dan tidak boleh kami abaikan.
Kedua, jaga ucapan. Tidak boleh bicara sembarangan, berkata kasar, bicara kotor, yang bisa penghuni di hutan terusik dan merasa terganggu.
Ketiga, tidak membuang sampah sembarangan. Jika hal ini dilakukan sampah akan menumpuk dan mengganggu kelestarian alam. Kondisi ini akan mempengaruhi penyerapan air ke dalam tanah.
Keempat, jangan sering bertanya “masih jauh tidak?” Menurut petugas, pertanyaan ini justru akan membuat perjalanan kian jauh. Apa yang dipikirkan, akan menjadi kenyataan.
“Jadi, kalau ada yang bertanya masih jauh atau nggak, ya saya jawab sebentar lagi. Kalau bilang jauh, akan semakin terasa jauh,” katanya.
Setelah berdoa, kami pun mulai trekking dengan berbekal tongkat dari batang pohon yang berserakan di tanah. Petugas memangkas batang pohon itu menjadi tongkat.
Kami melewati jalanan setapak yang di kiri dan kanan pohon-pohon. Perjalanan cukup menanjak dan tanah becek bekas hujan semalam.
Sambil berpijak pada daun-daun dan berpegang pada tongkat kami pun naik perlahan-lahan. Melewati pohon berduri yang entah apa namanya.
Setengah jam berlalu kami pun diperkenankan untuk beristirahat. Kami duduk sambil meluruskan kaki di pinggiran batu berlumut semacam penampuan air berbentuk kotak.
Kami pun minum beberapa teguk. Sebagian lagi memutuskan turun karena tidak sanggup melalui perjalanan yang menanjak. Setelah dirasa cukup beristirahat kami pun melanjutkan perjalanan.
Kali ini perjalanan agak landai, tapi tetap harus berhati-hati karena licin. Belum lagi ada tebing yang tertutup dedaunan. Kami saling mengingatkan untuk berhati-hati.
Anak saya yang kecil sempat terjatuh, tapi ia cukup sigap untuk menahan tubuh agar tidak terperosok lebih jauh. Ia hanya tertawa menyeringai. Antara sakit dan terkejut, mungkin juga tegang.
Tidak berapa lama terdengar suara gemuruh air yang jatuh dari ketinggian, juga gemericik air yang mengalir. Sepertinya curug yang kami tuju semakin dekat.
Saya perhatikan di sepanjang perjalanan terpasang pipa air dari paralon. Katanya sih, air yang terdapat di Hopeland Camp berasal dari sini. Air buat mandi dan lain-lain dari pegunungan ini.
Pikiran saya, kalau jalan sendiri tanpa pengawal di siang hari sepertinya bisa nih. Tinggal berpatokan pada jalur pipa air ini saja. Cuma persoalannya apakah cukup berani jika dalam perjalanan berpapasan dengan ular?
Kami semakin semangat meneruskan perjalanan. Seperti apa sih curug yang dituju ini? Kami melintasi air yang mengalir dari bebatuan.
Akhirnya, kami pun sampai di curug yang dituju. Oh begini air terjunnya. Dalam pengamatan saya tidak setinggi dengan curug-curug yang pernah kami singgahi.
Menurut saya, curug ini masih perawan. Belum terjamah banyak manusia. Masih rimbun oleh pepohonan. Setidaknya terlihat juga dari banyaknya pacet (atau lintah?) di sekitaran curug.
Pacet juga menempel di kaki di beberapa dari kami. Termasuk saya, suami, dan anak saya. Saya tuangkan minyak kayu putih pada pacet yang menempel di kaki. Pacet yang mulai gemuk itu pun bergeliat melepas gigitannya. Darah pun mengalir dari kaki saya.
Sebenarnya tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan ketika digigit pacet. Tidak berbahaya juga. Biasanya setelah kenyang mengisap darah, lintah dan pacet akan terlepas dengan sendirinya.
Setelah terlepas dari kulit akan timbul luka maupun lebam akibat isapan hewan tersebut. Sebagaimana yang saya ketahui gigitan pacet juga bermanfaat bagi kesehatan. Salah satunya, membersihkan darah kotor.
Di curug, anak-anak pun riang bermain air. Berendam, berfoto. Tidak lama sih. Hanya sekitar 30 menit saja. Setelah puas, kami pun pulang, mengikuti jalur yang tadi.
Karena ketika naik menanjak, maka saat pulang jalanan menurun. Beberapa kali saya dan anak saya terpeleset dan terjerembab karena jalanan yang berlumpur dan licin. Kebetulan saya pakai sandal, bukan sepatu hehehe…
Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, Alhamdulillah… sampailah kami di Hopeland Camp dengan selamat.
Lantas apa manfaatnya trekking buat kesehatan? Berjalan kaki di alam setidaknya bisa menghilangkan stress dari padatnya pekerjaan.
Ditambah udara sejuk yang masih bersih dari polusi udara memberikan rasa nyaman dan ketenangan sehingga rasa stress akan berkurang.
Melakukan trekking juga dapat menurunkan tekanan darah, mengurangi bahaya penyakit jantung, diabetes dan stroke.