JAKARTA, PosSore — Pagi belum sepenuhnya terang saat Rukayah (47) menanak nasi di dapur mungil rumah kontrakannya di Cakung, Jakarta Timur. Tangannya cekatan menakar sisa beras di ember plastik, tak sampai setengah gelas. “Cuma cukup buat sarapan anak-anak,” ujarnya lirih. Ia tahu, untuk makan siang nanti ia harus berpikir lagi.
Rukayah bukan satu-satunya. Di banyak sudut Indonesia—dari kota besar hingga desa-desa yang jauh dari pantauan kamera—jutaan keluarga tengah bertahan dalam situasi serupa. Saban hari, mereka mesti pandai-pandai mengatur isi dapur, berharap harga beras tidak naik lagi, atau berharap bantuan dari pemerintah benar-benar datang.
Harapan itu kini kembali datang. Perum BULOG menyatakan siap sepenuhnya untuk menyalurkan bantuan pangan beras kepada 18.277.083 keluarga penerima manfaat di seluruh Indonesia. Penyaluran ini merupakan bagian dari program penebalan bantuan sosial tahun 2025, yang dimaksudkan untuk memperkuat jaring pengaman sosial dan menahan laju inflasi pangan, khususnya beras.
Penugasan resmi dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) diterima BULOG pada 4 Juli 2025, melalui surat bernomor 170/TS.03.03/K/7/2025. Surat itu menginstruksikan penyaluran bantuan beras untuk dua bulan sekaligus: Juni dan Juli.
“Kami sudah menerima penugasan dari Bapanas, dan seluruh lini distribusi BULOG siap bergerak,” kata M. Suyamto, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum BULOG. Ia menegaskan, beras yang disalurkan adalah beras berkualitas baik dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP), yang selama ini dikelola dan dijaga oleh BULOG.
Satu Kiriman, Dua Bulan
Berbeda dari skema sebelumnya, kali ini bantuan disalurkan secara one shoot—artinya satu kali kiriman mencakup alokasi untuk dua bulan. Setiap penerima bantuan akan mendapatkan 20 kilogram beras, atau 10 kilogram per bulan untuk bulan Juni dan Juli. “Model ini dirancang untuk efisiensi logistik dan percepatan distribusi,” ujar Suyamto.
Penyaluran bantuan ini didasarkan pada data Penerima Bantuan Pangan (PBP) yang telah ditetapkan oleh Bapanas dan Kementerian Sosial. Data tersebut diklaim sudah melalui verifikasi agar bantuan tepat sasaran.
Dalam praktiknya, BULOG akan mengandalkan jaringan gudang dan armada logistik yang tersebar di seluruh Indonesia. Setiap pergerakan distribusi dimonitor melalui sistem digital berbasis teknologi informasi untuk menjamin akuntabilitas dan kecepatan pengiriman.
“Distribusi kami kawal agar sampai ke titik distribusi dengan tepat jumlah, tepat lokasi, dan tepat waktu,” kata Suyamto. Koordinasi juga terus dilakukan dengan pemerintah daerah sebagai mitra penting dalam proses penyaluran langsung ke penerima.
Di Gudang BULOG Dramaga, Bogor, aktivitas sudah meningkat sejak awal Juli. Truk-truk keluar masuk, memuat karung-karung beras yang masing-masing berisi 10 kilogram. Di pojok gudang, pekerja menempelkan stiker bertuliskan “Banpang Juni-Juli 2025” sebagai penanda alokasi bantuan.
Bagi pekerja seperti Ahmad (38), ini bukan kali pertama ia terlibat dalam penyaluran bantuan. Namun, ia mengaku kali ini volume dan tempo pengiriman lebih besar dan lebih cepat. “Dulu bertahap. Sekarang dua bulan langsung. Tapi sistemnya lebih rapi,” ujarnya sambil menyeka keringat.
Upaya percepatan distribusi ini bukan tanpa alasan. Pemerintah menargetkan agar bantuan pangan bisa langsung dirasakan masyarakat pada awal semester kedua 2025, terutama di tengah gejolak harga kebutuhan pokok. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi bahan makanan sempat naik tipis pada Mei 2025, didorong oleh harga beras dan cabai.
“Kalau tidak diintervensi, daya beli masyarakat bawah bisa terganggu,” ujar seorang pejabat Bapanas yang enggan disebut namanya. Bantuan pangan dianggap sebagai instrumen efektif dalam menahan gejolak itu, sekaligus mengurangi beban rumah tangga rentan.
Simbol Kehadiran Negara
BULOG tidak bekerja sendiri. Penyaluran bantuan pangan ini dilakukan secara lintas sektor: mulai dari Bapanas sebagai regulator, Kementerian Sosial sebagai penyedia data penerima, hingga pemerintah daerah yang bertugas menyalurkan langsung ke warga. Semua bergerak dalam satu kerangka: negara hadir di meja makan rakyatnya.
Di lapangan, kehadiran bantuan ini tak hanya berarti isi dapur yang kembali penuh. Ia juga menjadi simbol kehadiran negara di saat-saat krisis ekonomi mikro tengah dirasakan warga. “Waktu dapat beras dari pemerintah, rasanya seperti dikunjungi negara,” kata Rukayah sembari menurunkan karung beras bantuan yang baru saja ia terima pagi itu. “Kalau bisa tiap bulan begini.”
Pemerintah, lewat BULOG, mengapresiasi dukungan penuh dari Presiden Prabowo Subianto yang menurut mereka terus mendorong penguatan program bantuan pangan sebagai bagian dari kebijakan perlindungan sosial nasional. Presiden bahkan disebut meminta agar distribusi bantuan berjalan cepat, rapi, dan tepat sasaran.
Bagi sebagian orang, beras hanyalah komoditas. Namun bagi jutaan keluarga seperti Rukayah, beras adalah ketenangan. Ia adalah kepastian bahwa besok anak-anak mereka tetap bisa makan. Dan pada akhirnya, bantuan pangan bukan sekadar soal 20 kilogram beras. Ia adalah janji. Janji bahwa negara tidak abai. Bahwa di tengah naiknya harga, di tengah beban hidup yang kian berat, masih ada ruang untuk berharap. Butir demi butir. (aryodewo)
