CERITA tentang kemunculan sosok Satrio Piningit sebagaimana ramalan Jayabaya hingga saat ini selalu menjadi menarik perhatian banyak pihak di Indonesia. Tak saja bagi mereka yang mendalami sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara, tapi juga bagi mereka yang mengikuti dinamika politik kekinian di tanah air. Ada banyak orang yang masih bertanya, apakah ramalan Jayabaya tentang kehadiran sosok Satrio Piningit tersebut merupakan sebuah kebenaran atau hanya sekedar cerita rakyat yang terus terpelihara hingga saat ini.
Indonesia Media Monitoring Center (IMMC) melakukan monitoring secara khusus tentang fenomena Satrio Piningit di sosial media. Monitoring ini dilakukan terhadap media warga www.kompasiana.com. Metode yang digunakan adalah purposive sampling dengan menganalisa semua artikel yang berkaitan dengan “SatrioPiningit” dalam rentang waktu Maret 2013 – Februari 2014.
Hasil riset yang dilakukan oleh Indonesia Media Monitoring Center (IMMC) menunjukkan, 80 persen publik menyakini bahwa sosok Satrio Piningit akan muncul. Sedangkan 20 persen menyatakan tidak akan muncul. Peneliti IMMC, Sunardi Panjaitan menjelaskan, keyakinan akan munculnya sosok Satrio Piningit dapat dilihat dari alasanya yang disampaikan oleh publik yaitu terkait ramalan Jayabaya yang menyatakan akan hadir sosok Satrio Piningit untuk memimpin nusantara.
Selain itu, sesuai dengan Ramalan Jayabaya, kehadiran Satrio Piningit juga ditandai dengan semakin banyaknya bencana alam di Indonesia, korupsi meraja lela serta pemimpin yang dinilai tidak lagi peduli dengan rakyatnya.
Menurut peneliti IMMC, Sunardi Panjaitan, kondisi ini memperkuat alasan mayoritas masyarakat tentang akan munculnya sosok Satrio Piningit sebagai pemimpin Indonesia. Satrio Piningit merupakan sosok idaman yang banyak ditunggu kehadirannya di pentas politik Indonesia. Sebagian masyarakat Indonesia meyakini bahwa Satrio Piningit ialah sosok pemimpin yang mampu membawa bangsa Indonesia menuju negara yang gemah ripah loh jinawi toto tentram kertoraharjo (kaya sumber daya alam dan subur, aman, tentram, dan sejahtera).
‘’Sebaliknya disebagian masyarakat Indonesia lainnya, menganggap sosok Satrio Piningit hanya dongeng atau sekedar cerita rakyat, sehingga mereka menganggap sosok Satrio Piningit tidak akan pernah muncul,” ungkap Sunardi.
175 Artikel di Kompassiana
Jika dilihat dari dinamika isu, hasil riset IMMC menunjukkan bahwa dalam satu tahun terakhir, ada 175 artikel yang ditulis oleh Kompasianer tentang sosok Satrio Piningit. Menurut Sunardi, ada dua kemungkinan yang dapat disimpulkan dari peningkatan tulisan tentang Satrio Piningit di media sosial selama satu tahun terakhir. Pertama, Hal ini bisa jadi menunjukkan kerinduan publik tentang kehadiran sosok Satrio Piningit di Indonesia cukup besar. “Pemilu 2014 dianggap sebagai momentum kehadiran sosok Satrio Piningit yang akan terwakili oleh salah satu tokoh yang didorong untuk maju sebagai capres pada pemilu 2014,” ujar Sunardi.
Kemungkinan kedua menurut Sunardi, bisa jadi ini merupakan satu gerakan politik untuk mengkampanyekan salah satu calon Presiden yang diasosiasikan sebagai sosok Satrio Piningit dan dianggap sebagai capres yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia serta dianggap sebagai capres yang mampu menyelesaikan segala persoalan di Indonesia.
“Besarnya keyakinan masyarakat akan hadirnya sosok Satrio Piningit dimanfaatkan secara maksimal oleh gerakan politik ini demi mendapat simpati publik. Hal ini juga terlihat dari penempatan tulisan yang mayoritas berada di rubrik politik yang menandakan isu Satrio Piningit yang seharusnya berada diwilayah kultural justru ditarik ke ranah politik,” tuturnya.
Munculnya fenomena Satrio Piningit di media sosial menurut Sunardi juga membuka fakta yang lain, yaitu isu Satrio Piningit justru lebih berkembang di kalangan masyarakat kelas menengah dibanding masyarakat kelas bawah.
“Sebagian besar orang yang aktif di sosial media termasuk mereka yang menulis di Kompasiana.com adalah masyarakat yang berasal dari kelas menengah dengan pendidikan yang relatif tinggi. Sehingga ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu kelas menengah kita mengalami setback atau ini adalah bukti dari begitu rindunya masyarakat akan kehadiran Satrio Piningit,” kata Sunardi.
Di saat masyarakat begitu merindukan kehadiran sosok Satrio Piningit, partai politik justru sedang mengalami krisis figur yang sesuai dengan harapan rakyat. Menurut Sunardi, untuk menutupi hal tersebut dan agar seolah mengesankan parpol memiliki sosok Satrio Piningit, maka partai politik mencoba mencari jalan pintas. Salah satunya adalah memunculkan figur parpol yang dikaitkan dengan Satrio Piningit.’
‘’Ada banyak cara yang coba dilakukan oleh partai politik, misalnya kasus terbaru adalah pengasosiasian sosok Prabowo Subiyanto sebagai Satrio Piningit di lembaran uang kertas di beberapa daerah. Atau massifnya tulisan di Kompasiana.com yang mencoba melekatkan sosok Jokowi sebagai sosok Satrio Piningit,” tambah Sunardi.
Jika dilihat dari ciri-ciri Satrio Piningit yang banyak digambarkan dalam beberapa tulisan di Kompasiana.com, hasil riset IMMC menunjukkan bahwa sosok yang dicintai oleh rakyat merupakan ciri yang paling banyak dilekatkan dengan sosok Satrio Piningit.
Sementara, sosok Satrio Piningit yang berperawakan kurus justru tidak banyak disukai oleh publik. Pada titik inilah, upaya parpol yang mencoba menunggangi fenomena Satrio Piningit merupakan upaya yang sangat dipaksakan.
“Fenomena Satrio Piningit yang seharusnya berada di wilayah kultural justru ditarik keranah politik untuk mendukung hal tersebut. Padahal cara-cara seperti ini, sama artinya dengan partai politik sedang melakukan proses pembodohan terhadap publik.Pengasosiasian Satrio Piningit pada salah satu tokoh parpol yang digadang-gadang akan maju sebagai capres pada pemilu 2014 juga menunjukkan bahwa parpol tidak memiliki figur yang sesuai dengan gambaran masyarakat tentang sosok Satrio Piningit,” tutup Sunardi. (lya/rel)
2 comments