13.6 C
New York
13/10/2025
Opini

Sang Provokator Perempuan di Masa Rasulullah

Oleh Hj. Ade Nailul Huda

 

PERNIKAHAN merupakan sebuah ikatan suci dan sakral yang dibahasakan dalam Al Quran sebagai “Mitsaqon Gholidzo” sebuah perjanjian yang berat. Hubungan yang dibina suami istri tidak hanya sekedar ikatan yang termuat dalam ijab qobul melainkan juga sebuah perjanjian yang berat dimata Tuhan.

Dalam Al Quran terdapat hampir 70 ayat yang berbicara tentang perkawinan dan kaitan yang terikat disekelilingnya seperti mahar dan saksi dalam pernikahan, hak suami istri, hak anak, perceraian, warisan dan Iddah (waktu menunggu bagi perempuan yang ditinggal suami sebelum menikah lagi-Red), tuntunan yang sedetail itu dalam Al Quran bertujuan membina kaum muslim menjalani kehidupan rumah tangga yang penuh ketenangan.

Sebagai teman hidup istri memiliki pengaruh sangat besar terhadap suaminya. Fungsi istri bukan hanya sebagai abdi dalem yang bertugas mengurus kasur sumur dan dapur suami, istri merupakan partner hidup yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan suami disegala lini kehidupan. Bahkan istri juga dapat menentukan suami sebagai figur antagonis atau protagonis dalam kehidupan.

Al Quran banyak bercerita bagaimana istri memiliki peran sebagai penentu kesuksesan suami di dunia dan akhirat. Al Quran menceritakan figur istri istri sholehah seperti Istri Imran dalam Surah Ali Imran, Istri Istri Nabi Ibrahim AS, Istri Nabi Musa AS atau melalui peran yang dijalani Khodijah Al Kubra saat mendampingi Rasululah SAW berdakwah.

Pengaruh istri yang mendukung suami dalam keburukan juga diceritakan dalam Al Quran Surah Al Lahab dengan menyebut perempuan yang mendukung keburukan suaminya melalui istilah “ Hammalatal Hatab” : perempuan pembawa kayu bakar (QS. Al Lahab:4).

Surah Al Lahab bercerita tentang Abu Lahab dan istrinya yang bahu membahu dalam menentang dakwah Nabi SAW. Nama asli Abu Lahab adalah Abdul Uzza dan merupakan salah satu paman Rasulullah SAW yang memiliki kedudukan terpandang dikalangan bangsa Quraish namun memilih untuk mengingkari kerasulan Nabi Muhammad SAW.

Abdul Uzza memiliki seorang istri bangsawan yang terkenal cantik serta memiliki leher jenjang nan indah bernama Ummu Jamil binti Harb bin Umayyah, dia adalah saudari Abu Sufyan bin Harb. Dalam beberapa riwayat dikisahkan bahwa Ummu Jamil sangat membanggakan leher jenjangnya hingga ia selalu memakai kalung mahal untuk menonjolkan keindahan lehernya tersebut.

Dari beberapa kisah yang menceritakan kehidupan Ummu Jamil, diketahui bahwa Ummu Jamil sang perempuan pembawa kayu bakar ini memiliki kedudukan dan pengaruh dikalangan bangsa Quraish yang ia manfaatkan betul untuk menyerang dakwah Muhammad SAW saat itu ujaran kebencian yang membangkitkan amarah bangsa Quraish yang tidak terima sesembahan patungnya diremehkan dakwah Islam.

Sisi lain yang dapat kita lihat bahwa pengaruh Ummu Jamil saat itu berbanding terbalik dengan riwayat riwayat mengenai bangsa arab jahiliyah yang kerap merendahkan wanita.

Artinya penduduk Arab masa itu yang dikenal dengan sebutan Arab Jahiliyah ternyata bukanlah penduduk yang merendahkan semua perempuan tanpa pandang bulu, namun untuk perempuan perempuan seperti Ummu Jamil dapat menjadi tokoh perempuan yang cukup diperhitungkan oleh kaumnya, bahkan dalam beberapa riwayat penafsiran seperti riwayat Qatadah dan Mujahid, alasan penamaan sebagai perempuan pembawa kayu bakar dalam Al Quran adalah karena keahliannya memberikan pengaruh dan provokasi untuk melawan Muahammad SAW.

Al Baghawi melalui riwayat Qotadah dan Mujahid menyebut bahwa Ummu Jamil kerap menjadi provokator dan gemar menyulut permusuhan diantara manusia terutama terhadap kaum muslimin. (Al Baghawi : 8/582).

Kisah Ummu Jamil sebagai perempuan pembawa kayu bakar mulai terangkat saat Allah SWT menurunkan surah Al lahab yang bercerita mengenai kecelakaan Abu Lahab yang dikisahkan dalam Al Quran akan terbakar dalam api neraka dan celakanya istrinyalah yang membawakan kayu bakar sebagai bahan bakarnya.

Dalam kitab Sababunnuzul karya Al Wahidi, suatu hari Rasululullah SAW mengumumkan dakwahnya secara terang terangan di bukit Shafa, beliau menaiki bukit Shafa sambil berteriak lantang “Wahai kaum Quraish, marilah berkumpul bersama”.

Pada saat itu seluruh kaum Quraish berkumpul termasuk Abu Lahab. Lalu Rasululah SAW bertanya: “Wahai Kaum Quraish, bagaimanakah pendapatmu bila aku memberikan kabar bahwa musuh akan datang besok pagi atau besok petang, adakah kamu mempercayainya? Mereka menjawab: “Kami Akan mempercayainya dengan sepenuh hati”.

Lalu Nabi berkata: “Aku peringatkan kepadamu bahwa siksa Allah yang amat berat akan datang menimpa”. Mendengar perkataan Rasulullah SAW timbul rasa kesal dan malu pada diri Abu Lahab hingga dia berkata “Celakalah engkau Muhammad, apakah hanya untuk ini kami dikumpulkan?” akibat jawaban ini, turunlah surah Al Lahab yang mengecam kelakuan Abu Lahab dan menjanjikan kecelakaan yang akan menimpanya kelak di akhirat. (Al Wahidi: 469)

Semenjak kejadian tersebut, Baik Abu Lahab maupun istrinya senantiasa bahu membahu berupaya memerangi dakwah Rasulullah SAW bahkan dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Ummu Jamil istri Abu Lahab setiap hari selalu menebarkan duri di jalan yang akan dilalui Nabi untuk mencelakakan Nabi SAW.

Kerja keras dan kerjasama suami istri ini terhadap dakwah dan perjuangan Muhammad SAW menyebabkan kecaman Allah terhadap Abu Lahab (Q.S. Al Lahab ayat 1-3), Kecaman pertama dilontarkan kepada Abu Lahab sebab Abu Lahab adalah seorang kepala rumah tangga yang dalam Islam memiliki peran untuk mengarahkan istrinya dalam kebaikan dan keimanan.

Kepala keluarga bertugas sebagai pemimpin keluarga, pendidik dan pemelihara akidah dan ibadah seluruh anggota keluarga; istri dan anak anaknya sebagaimana perintah Al Quran “Jagalah (wahai dirimu dan keluargamu dari api neraka” (QS. At Tahrim :66) perintah menjaga ini menurut ijtima para mufassir ditujukan kepada kepala rumah tangga.

Kecaman yang kedua Allah berikan pada Ummu Jamil Istri Abu Lahab (Q.S Al Lahab Ayat :4-5) yang digambarkan dalam Al Quran sebagai perempuan pembawa kayu bakar serta mengenakan kalung dari serabut pohon masad (akar pohon dari pohon masad yang sangat keras dan sulit dipotong. Red).

Kecaman ini datang akibat perbuatannya membantu suaminya menentang dakwah Muhammad SAW, sedangkan kalung yang digunakannya diganti dengan serabut akar masad karena kegemarannya membanggakan nasab dan hartanya, leher jenjang yang ia banggakan di dunia diganti dengan serabut dari pohon masad sebagai lambang kehinaan. []

(Hj. Ade Nailul Huda, Ph.D, adalah Dosen Studi Islam di STAI Attaqwa, Bekasi)

Leave a Comment