JAKARTA (Pos Sore) — CEO RS Premier Bintaro dr. Martha M.L. Siahaan, MARS, MHKes, menilai rumah sakit dan tenaga kesehatan mempunyai peran krusial dalam menghadapi pandemi Covid-19. Namun, ternyata cukup banyak kejadian tidak mengenakan yang dialami para praktisi managerial RS dan tenaga kesehatan, baik berupa tekanan dalam bentuk perkataan, maupun tindakan.
“Karenanya, hak atas perlindungan hukum bagi kedua pihak ini sangat penting diperhatikan. Supaya kejadian yang merugikan selama bertugas dapat dihindari sehingga rumah sakit dan tenaga kesehatan dapat bekerja maksimal tanpa adanya tekanan,” katanya, Sabtu (18/9/2021).
Ia mengemukakan hal tersebut saat memberikan pengantar dalam Giant Webinar bertajuk Perlindungan Hukum Bagi Rumah Sakit dan Tenaga Kesehatan di Masa Pandemi, yang diadakan RS Premier Bintaro, dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-23.
Dokter Martha melanjutkan, untuk mencegah proses hukum yang merugikan, serta untuk mendapatkan perlindungan hukum, rumah sakit dan tanaga kesehatan harus bekerja profesional dan patuh pada SOP dan standart yang telah ditentukan.
“Di luar negeri, seorang praktisi hukum menuntut dengan dengan bidang keilmuannya, tetapi di Indonesia, praktisi hukum bisa menuntut siapa saja meski tidak memiliki dasar keilmuan yang cukup pada tuntutannya,” tuturnya.
Belum lagi besarnya tuntutan yang diajukan. Dulu, pihak rumah sakit atau tenaga kesehatan hanya dituntut puluhan hingga ratusan juta saja, tetapi sekarang bisa mencapai puluhan miliar. Tentu ini sudah menjadi sebuah tindak kekerasan.
“Yang memprihatinkan, rumah sakit dan tenaga kesehatan seringkali menjadi obyek unggahan di media sosial, padahal dampaknya bisa menghancurkan reputasi rumah sakit dan tenaga kesehatan tersebut yang telah dibangun selama bertahun-tahun. Tentu saja ini harus menjadi perhatian kita,” ungkap dr. Martha.
Dokter Martha mengatakan di masa pandemi ini rumah sakit dan tenaga kesehatan selalu mendapat tekanan yang luar biasa berat. Padahal rumah sakit dan tenaga kesehatan telah berjuang mati-matian untuk meningkatkan pelayanan, tetapi dengan mudahnya orang melakukan tuntutan.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan Sundoyo, yang menjadi pembicara, menegaskan, perlindungan hukum bukanlah ketentuan yang menghilangkan adanya kemungkinan penuntutan hukum oleh orang lain. Memberikan perlindungan hukum bagi pelayanan kesehatan (yankes) sesuai ketentuan perundang-undangan.
Para yankes memperoleh kewenangan sesuai kompetensi keprofesiannya, bekerja bebas sesuai profesi dan hak/kewajiban, tanpa paksaan dan ancaman dari pihak lain, serta memperoleh kesempatan untuk membela diri dan diproses secara adil apabila diduga melakukan pelanggaran profesi.
Ia menyampaikan potensi permasalahan yang bisa muncul bagi rumah sakit dan tenaga kesehatan sebenarnya sudah diantisipasi dalam UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
“Kedua undang-undang ini juga sudah menyediakan solusi jika permasalahan hukum muncul dalam menjalankan pelayanan kepada masyarakat melalui alternatif penyelesaian sengketa,” katanya yang mengupas Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kesehatan.
Jika sudah merujuk pada kedua UU ini, RS dan tenaga kesehatan berarti sudah berjalan sesuai dengan koridor hukum. Dan, kalaupun akhirnya terkena sengket undang-undang juga memberikan perlindungan hukum.
Ketua Ikatan Alumni Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat (IKAMARS FKM) Universitas Indonesia, dr Hariyadi Wibowo, SH, MARS, mengakui dalam waktu 2 minggu ini sudah terjadi beberapa kekerasan yang dialami oleh tenaga kesehatan.
“Ke depannya, para tenaga kesehatan ini harus mendapatkan perlindungan hukum,” katanya yang menjadi pembahas dalam webinar tersebut.
Webinar tersebut juga menghadirkan Ketua Komite Etik dan Hukum RSUPN Cipto Mangunkusumo Prof. Budi Sampurna yang memaparkan Etika Klinis dan Etika Rumah Sakit di Masa Pandemi, Guru Besar Kedokteran Forensik & Medikolegal Universitas Indonesia Prof. Dr. dr. Herkunanto, Sp.F (K), S.H., LLM., FACLM yang mengangkat topik Perlindungan Hukum Bagi Direktur dan Manajerial Rumah Sakit di Masa Pandemi.
Ada juga Ketua Umum DPP PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) Dr. Harif Fadhillah, S.Kp., S.H., M.Kep., M.H. mengupas topik Perlindungan Hukum Bagi Perawat di Masa Pandemi, dan Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia Hj. Yani Purwasih, S.K.M., M.Kes yang berbicara mengenai Perlindungan Hukum Bagi Bidan di Masa Pandemi.
RS Premier Bintaro sendiri merupakan RS milik Ramsay Sime Darby Health Care. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Malaysia dan Hongkong. Di Indonesia, Ramsay Sime Darby juga memiliki RS Premier Jatinegara dan RS Premier Surabaya. Ke semua RS ini telah terakreditasi dalam skala nasional oleh KARS dengan status paripurna, dan skala internasional JCI dan HICMR.
Filosofi “People Caring for People”, mencerminkan komitmen terhadap peningkatan kualitas berkelanjutan – tanggung jawab untuk memberikan layanan berstandar internasional, juga untuk mengembangkan sumber daya manusia secara konsisten. (tety)