03/11/2025
AktualOpini

Saksi Fakta PD KLB Beberkan Kebohongan PD Cikeas

HUKUM adalah Panglima Tertinggi dalam menyelesaikan semua persoalan di tanah air ini. Bagi siapapun yang bersengketa, jalur pengadilan baik di tingkat Pengadilan Negeri sampai Mahkamah Agung menjadi ‘Rumah Penyelesaian Persoalan’ yang diharapkan mampu memberikan kepuasan bagi para pihak, termasuk di dalammya adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di mana setiap warga negara berhak mengajukan gugatan terkait produk administrasi yang dikeluarkan sebuah Kementerian atau Lembaga pemerintahan yang dinilai bertentangan dengan undang undang.

Tentunya kesucian lembaga pengadilan jangan sampai dikotori dengan tindakan-tindakan Barbarian dan primitif apalagi sampai berniat untuk melakukan intimidasi kepada wakil Tuhan yang namanya Hakim di sebuah lembaga pengadilan.

Inilah yang dipertontonkan oleh Partai Demokrat kubu Cikeas yang rame-rame mendatangi gedung kantor PTUN Jakarta di Jl Pemuda Jakarta Timur yang sedang menyidangkan gugatan tiga orang kader PD terhadap Menkumham terkait pengesahan Perubahan AD/ART Partai Demokrat yang sarat dengan dugaan rekayasa karena AD/ART tersebut dibuat di luar ranah kongres sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan dalam sebuah partai.

PTUN Jakarta dalam sidang gugatan nomor 154/G/2021/PTUN.JKT pada tanggal 16 September 2021 menghadirkan tiga orang Saksi Fakta dari pihak Penggugat yang merupakan para Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat dari tiga kabupaten di tanah air. Mereka adalah Ayu Palaretin, Isnaini Widodo dan Mukhlis Hasibuan.

Dalam persidangan yang berlangsung alot tersebut, ketiga saksi fakta menjawab semua pertanyaan majelis hakim dengan sejujur-jujurnya karena ketiganya berada di bawah sumpah.

Ironisnya apa yang disampaikan saksi fakta malah diputarbalikkan dan dijadikan sebagai bahan penggiringan opini kepada publik dengan menyebutkan bahwa Saksi Fakta mendukung AHY sebagai Ketua Umum PD sesuai hasil Kongres V Partai Demokrat tahun 2020.

Sepertinya kuasa hukum dari kubu PD Cikeas lupa atau pura-pura lupa bahwa pokok perkara dalam persidangan itu bukan membahas tentang dukung mendukung. Gugatan No. 154/G/2021/PTUN.JKT adalah tentang Pengesahan Perubahan AD/ART PD hasil Kongres V yang nyata-nyata keluar dari kaidah demokrasi dan bertentangan dengan UU Partai Politik yang disahkan oleh Menkumham.

Cukup lama para Saksi Fakta memberikan penjelasan kepada majelis hakim PTUN, termasuk di dalamnya tentang masalah pemecatan mereka sebagai kader. Pada pembahasan ini terlihat jelas bahwa PD kubu Cikeas sangat buta administrasi, mungkin akibat kepanikan yang tinggi.

Betapa tidak, pemecatan kepada para kader khususnya para saksi fakta ini dilakukan terhitung tanggal 4 Maret 2021 yang salah satu konsiderannya menyebutkan pemecatan itu dilakukan karena mereka mengikuti Kongres Luar Biasa (KLB) PD di Sibolangit, Deliserdang, Sumutera Utara yang dihelat 5 Maret 2021.

Surat Pemecatan ini ibarat lahirnya seorang bayi di dunia sebekum ibunya hamil. Hukum Sebab Akibat sama sekali tidak ada. Mana bisa konsideran sebuah surat dibunyikan sebelum peristiwa itu terjadi ? Hal ini menunjukkan bahwa kubu PD Cikeas tidak mengetahui tata administrasi yang baik dan benar.

Mungkin ini juga cara Sang Maha Kuasa untuk menghentikan kediktatoran di tubuh Partai Demokrat dan mengembalikan ke khittoh Berdirinya Partai Demokrat yang dibangun oleh 99 orang Pendiri Partai.

Bila kita menilik ke belakang, pada tanggal 12 Agustus 2021 PN Jakarta Pusat sudah mengeluarkan keputusannya yakni Menolak Gugatan AHY terhadap 12 Panggagas KLB dengan Nomor 236/Pdt.G/2021/PN.JKT.PST atas Perbuatan Melawan Hukum karena menggelar KLB.

Dengan penolakan dari majelis Hakim PN Jakarta Pusat itu mestinya AHY menyadari hal ini dan legowo meninggalkan singgasananya di partai demokrat.

Penolakan terhadap gugatan itu memberikan kepastian hukum bahwa KLB PD di Sibolangit sah. Dan salah satu agenda persidangan di KLB itu adalah mendemisionerkan AHY dan jajarannya dari kepengurusan partai. Kenyataannya ? Sampai detik ini AHY masih bercokol sebagai Ketua Umum PD dan tidak mau lengser kursi kepemimpinannya. Hal ini menunjukkan bahwa AHY tidak taat hukum.

Bukan hanya itu, kubu Pembegal Demokrasi (AHY Cs – Red) terus melakukan penggiringan opini publik dengan mengeluarkan narasi-narasi menyesatkan bahwa peserta kongres V PD tahun 2020 setuju untuk sacara aklamasi memilih AHY sebagai Ketua Umum.

Padahal Kongres itu sendiri yang dihelat pada 15 Maret 2020 di Jakarta Convention Center berjalan tidak normal atau tidak lazim sebagaimana kongres-kongres PD sebelumnya. Dalam kesaksian yang diberikan di depan majelis hakim PTUN, salah satu saksi Fakta Penggugat menyebutkan dalam kongres itu tidak ada Agenda Acara Persidangan dan Tata Tertib Sidang yang dibagikan kepada peserta dan disahkan di dalam kongres sebagai salah satu keputusan kongres.

Sehingga tatkala Tergugat intenvensi (PD AHY –Red ) mengajukan pertanyaan kepada saksi fakta Kenapa saksi tidak mengajukan keberatan pada saat kongres ? Pertanyaan ini boleh dibilang keluar dari pengurus partai yang belum khatam proses persidangan partai, di mana hak berbicara peserta sidang diatur dalam dalam tertib.

Bagaimana mungkin peserta bisa berbicara atau mengajukan keberatan sedangkan hak berbicara yang biasanya diatur dalam Tata Tertib Sidang tidak ada ? Pertanyaan Kuasa Hukum Tergugat II Intgervensi itu menunjukkan masih rendahnya pengetahuan dan jam terbangnya tentang kongres di sebuah partai politik sebesar Partai Demokrat. Sekaligus menunjukkan pula bahwa Pimpinannya Tidak Becus.

Saksi Fakta Penggugat ketika disodori pertanyaan dari Kuasa Hukum Tergugat II intervensi tentang keabsahannya sebagai peserta kongres, dengan senyum saksi fakta menunjukkan nametag nya sebagai peserta kongres, majelis hakim pun melakukan verifikasi pada daftar hadir peserta kongres sebagai salah satu surat bukti yang diajukan tergugat II intervensi. Ada nama dan tanda tangan para saksi fakta penggugat.

Ketua Dewan kehormatan PD Kubu Cikeas, Hinca Panjaitan di tengah sebagian loyalis AHY di tengah ruang sidang PTUN Jakarta

Melihat kondisi itu, entah panas udara dalam ruang sidang atau panas hati mendengar uraian saksi fakta yang fasih dan menguasai materi persidangan sehingga terlahir jawaban-jawaban yang brilian, kontruktif dan tertata kepada majelis hakim, Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat kubu Cikeas Hinca Panjaitan memilih meninggalkan ruangan sidang sambil mengusap kepalanya sebelum sidang berakhir.

Keluarnya Hinca dari ruang sidang menurut beberapa pengamat politik memberikan dugaan kuat bahwa Hinca Panjaitan sadar tentang kesalahan dan kekeliruan mereka. Keluarnya Hinca dari ruangan sidang juga memberikan kesan tersendiri  tentang lemahnya AHY sebagai Ketua Umum PD versi Cikeas yang terindikasi bakal merosotkan elektabilitas Partai Demokrat karena ketidakmampuannya merangkul berbagai kepentingan.

Lemahnya kepemimpinan AHY itulah yang kemudian menimbulkanc perpecahan di tubuh Partai Demokrat. Dengan dasar ini pula dan berkeinginan untuk memgembalikan marwah partai demokrat, para inisiator KLB menggagas dan melamar Jend TNI (Purn) Moeldoko untuk mau menjadi Nahkoda di Partai berlambang Bintang Mercy itu.

Terpilihnya Doktor H. Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat melalui Kongres Luar Biasa (KLB), bukan kemauan pribadinya tetapi keinginan kader untuk membawa kembali Partai Demokrat ke era kejayaannya, bukan lagi bertahan pada era kehancuran sepanjang dikuasai oleh Kubu Cikeas yang ingin menjadikan Partai Demokrat sebagai Perusahaan Pribadi. (*)

Penulis : Emha Hussein Alphatani (Pemerhati Politik)

Leave a Comment