JAKARTA (Pos Sore) — RS Premier Bintaro (RSPB) pada 12 Oktober 2022 merayakan hari ulang tahunnya yang ke-24. Tema yang diusung pada perayaan kali ini adalah “The Future Healthcare is Now, Tomorrow is Today”.
Tema ini sejalan dengan program transformasi digital yang sedang digalakkan oleh Ramsay Sime Darby Health Care di Indonesia.
Pada puncak perayaannya RSPB meluncurkan ROBBIN (Robot Bintaro), sebuah terobosan baru dalam prosedur bedah tulang terutama di Asia Tenggara.
Navigasi Robotik ini digunakan pada operasi tulang belakang dan juga kasus bedah tulang lainnya.
Teknologi ini memungkinkan pemasangan implant pada operasi tulang belakang memiliki tingkat akurasi yang sangat tinggi.
Selain itu, teknologi ini juga menggunakan teknik operasi minim sayatan dan cidera jaringan.
Dengan demikian, risiko pendarahan dan infeksi menjadi lebih sedikit, serta dapat mempersingkat waktu operasi dan pemulihan pasien.
CEO RSPB, dr. Martha M.L. Siahaan, MARS, MH.Kes, menjelaskan, Robotic Navigation Spine Surgery di RSPB telah terintegrasi dengan CT scan 256 slices, C-Arm dan di support dengan tekhnologi MRI 3 Tesla.
“Sebelumnya operasi tulang belakang memakan waktu 8 jam, namun dengan menggunakan Robbin dapat dipangkas menjadi 2 jam,” terangnya, Sabtu 22 Oktober 2022, di RSPB, Bintaro.
Menurutnya, fenomena digitalisasi di industri kesehatan membuat pihaknya harus siap menghadapi perkembangan teknologi.
Dikatakan, RSPB telah dan akan terus melakukan peningkatan pada bidang layanan digital menuju smart hospital agar alur pelayanan dan perawatan pasien makin mudah diakses.
“Dan tentunya dengan harga yang sangat bersahabat, karena operasi dengan teknologi robotik sudah tersedia di RSPB, jadi tidak perlu ke Eropa atau Amerika lagi untuk melakukan operasi dengan teknologi ini,” jelas dr. Martha.
Dokter spesialis tulang belakang di RSPB, dr. Asrafi Rizki Gatam, Sp.OT K-Spine ikut menjelaskan Robotic Navigation Spine Surgery.
“Robot Assisted Spine Surgery adalah suatu tindakan pembedahan yang menggunakan teknologi lengan robot dalam melakukan operasi pada tulang belakang,” katanya.
Pada umumnya seorang dokter orthopaedi melakukan pemasangan implant pada tulang belakang dengan cara ‘free hand’. Cara ini mengandalkan pengetahuan anatomi tulang belakang dan dengan bantuan x-ray.
Dokter orthopaedi yang melakukan tindakan tersebut harus menjaga stabilitas tangannya ketika melakukan pemasangan implant melalui koridor yang sangat sempit dekat dengan struktur-struktur penting seperti saraf dan pembuluh darah.
Pemasangan implant dengan cara ‘free hand’ ini sebetulnya dapat dilakukan dengan aman, tetapi operasi tulang belakang dengan durasi yang cukup lama dapat menyebabkan seorang dokter kelelahan baik secara fisik maupun mental.”
“Robot yang digunakan pada operasi tulang belakang dapat melakukan pekerjaan berulang-ulang kali dengan ketahanan yang sangat tinggi tanpa mengurangi performa dan mengurangi risiko human error karena kelelahan sehingga akan meningkatkan hasil operasi pada pasien.
“Operasi dengan robot diawali dengan perencanaan pada mesin robot untuk menentukan arah dan posisi implant sehingga penempatan implant menjadi sangat-sangat akurat dengan tingkat akurasi 99%,” tutur dr. Asrafi.
Dia menambahkan, operasi kasus-kasus kompleks dengan perubahan struktur anatomi normal menjadi sangat mungkin dilakukan dengan menggunakan teknologi robot.
Contoh kasus yang sulit dilakukan tanpa robot antara lain adalah scoliosis berat, rheumatoid arthritis pada tulang leher, penyakit degenerative berat pada tulang belakang dan pergeseran tulang derajat 3-4.
“Selain akurasi, penggunaan robot juga dapat meminimalisir dosis radiasi baik pada pasien, dokter dan staf kamar operasi,” kata dr. Asrafi menjelaskan.