.
JAKARTA (Pos Sore) — Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir (PRFN) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) berhasil menciptakan alat pembasmi mikroba dan virus. Inovasi ini berupa remote mobile UV-C Disinfektan yang dikendalikan melalui alat remote control persis seperti mobil atau remote control. UV-C ini akan bergerak ke segala arah sesuai kondisi yang diinginkan.
Inovasi itu diberi nama Remote Mobile UV-C disinfektan. Lebih tepatnya robot pembasmi virus. Robot UV-C Disinfektan ini “bertugas” untuk mensterilisasikan ruangan dari berbagai virus dan bakteri. Karena digerakkan secara remote, robot ini pun dapat menjangkau berbagai tempat di ruangan secara fleksibel dan aman.
Kepala BATAN, Prof. Anhar Riza Antariksawan bersama Kepala PRFN Ir. Kristedjo Kurnianto, M.Sc, memperlihatkan alat ini kepada sejumlah media saat mengunjungi Batan di Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (27/10/2020), atas undangan Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Mapiptek).
Dalam penjelasannya, Kristedjo Kurnianto menyampaikan, inovasi ini sebagai bentuk kontribusi Batan dalam penanggulangan Covid-19. Sebagaimana kita ketahui sampai saat ini pandemi Covid-19 masih terus menyebar. Diperkirakan, penanganannya membutuhkan waktu lama.
“Wabah Covid-19 masih berlangsung, untuk itulah dibutuhkan alat sterilisasi untuk ruangan dan peralatan yang efektif dan efisien dalam membasmi mikroba dan virus. BATAN menciptakan alat sterilisasi dengan memanfaatkan teknologi sinar ultraviolet C (UV-C),” terang Kristedjo.
Sejatinya teknologi ini sebenarnya bukan barang baru. Di Wuhan-China, tempat asal Covid-19, alat UV-C ini telah banyak dimanfaatkan untuk sterilisasi alat transportasi publik seperti bis kota, gerbong kereta, maupun rumah sakit. Lebih dari 100 tahun, teknologi sterilisasi dengan UV-C juga sudah dimanfaatkan di dunia. Hasilnya terbukti efektif dan efisien.
Kalau kita berkunjung ke pasar modern, rumah sakit, apotek, coba sesekali perhatikan ada lampu yang terpasang yang warna cahayanya beda dengan cahaya lampu biasa, nah bisa jadi itu alat strelisasi yang juga memanfaatkan sinar ultraviolet C.
“Sinar ultraviolet itu kan ada level-levelnya, ada UV-A, UV-B, UV-C, nah ini yang level C, dalam arti dalam level aman meski kita berada dalam jarak yang dekat,” jelasnya.
Dijelaskan, matahari memancarkan sinar Ultraviolet, yaitu berupa gelombang elektromagnetik. Paparan sinar ini terdiri dari 3 jenis berdasarkan panjang gelombangnya. UV-A memiliki gelombang panjang, UV-B memiliki gelombang pendek, dan UV-C dengan gelombang yang sangat pendek.
Semakin pendek gelombangnya maka tingkat radiasinya juga akan semakin rendah. Meski sinar UVC diketahui sebagai sinar dengan gelombang pendek, namun level energinya tinggi. Tapi, radiasi dari sinar ini sepenuhnya disaring oleh lapisan Ozon.
Kalau teknologi UVC ini sudah lama dipakai dunia, lantas apa yang baru dari inovasi yang dihasilkan Batan ini? Ternyata, inovasinya terletak pada alatnya yang menggunakan lampu UV yang memiliki panjang gelombang dari 200 – 280 nanometer. Panjang gelombang ini termasuk dalam kelompok UV-C. “UV-C di alam berasal dari radiasi matahari dan tidak sampai ke permukaan bumi karena terserap oleh atmosfer bumi,” jelasnya.
Ultraviolet-C sendiri sering disebut dengan UV Germicidal, karena memiliki sifat yang dapat membunuh dan menghentikan replikasi mikroorganisme termasuk virus dengan mekanisme yang dapat merusak DNA/RNA makhluk hidup dan virus dengan derajat kehidupan yang sederhana.
Kristedjo pun bercerita pembuatan alat sterilisasi ini, dimulai pada akhir Maret 2020 bersamaan dengan berawalnya penyebaran Covid-19 di Indonesia. Sebagian besar material yang digunakan untuk membuat alat ini diproduksi di dalam negeri, kecuali lampu UV-C yang masih diproduksi di luar negeri, yang juga dapat ditemukan di pasar lokal.
Dikatakan, berbagai hasil penelitian menunjukkan UV-C efektif membasmi mold (kapang/jamur), bakteri, dan virus. Sinar ini juga sudah terbukti efektif menghancurkan virus airborne influenza dan virus SARS yang merupakan virus serumpun dengan Covid-19.
“Daya tembus UV-C sangat rendah sehingga efektif untuk sterilisasi udara dan permukaan benda, namun memiliki daya rusak tinggi,” tambahnya lagi.
Kepala Batan yang ikut mendengarkan penjelasan penelitinya terlihat bangga. Dari balik maskernya, terlihat senyumnya selalu mengembang. Sorot matanya juga memancarkan kebahagiaan.
Kristedjo melanjutkan karena sinar UV-C dapat membahayakan manusia bila terpapar langsung dalam jangka waktu tertentu, maka dalam pengoperasian alat ini harus memperhatikan faktor keselamatan bagi operatornya.
Bagaimana alat ini bekerja? Kristedjo menjelaskan, pada prinsipnya cara kerja alat ini menghasilkan UV-C dengan intensitas yang sangat tinggi yakni 240 Watt untuk Robot UV-C Disinfektan.
Sinar UV-C yang terpancar ini nantinya akan menghancurkan mikroba dan virus secara langsung dengan merusak DNA dan RNA melalui induksi transformasi molekuler. Selain dari sinar UV, juga ada mekanisme pembasmian mikroba dan virus lain yaitu gas ozon yang terbentuk selama penyinaran UV-C. Gas ozon yang terbentuk sangat reaktif membunuh membunuh mikroba dan virus.
Ia berani menyatakan demikian karena berdasarkan penelitian sebelumnya, 99% virus telah rusak atau hancur setelah terpapar ozon selama 30 detik. Ozon menghancurkan virus dengan menyebar melalui mantel protein ke dalam inti asam nukleat, yang mengakibatkan kerusakan RNA virus.
Kepala BATAN, Prof. Anhar Riza Antariksawan menambahkan, bukan hanya Robot UV-C saja yang berhasil dikembangkan PRFN. Lembaga di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi ini juga berhasil menciptakan lemari UV-C Disinfektan yang tertutup.
Lemari UV-C disinfektan ini menghasilkan UV-C dengan intensitas yang sangat tinggi yakni 210 Watt. Alat sterilisasi multi guna berbagai barang yang terkontaminasi virus atau bakteri seperti alat kesehatan, dan alat pelindung diri (APD) kesehatan. Jadi APD yang sudah terkontaminasi virus bisa dibersihkan melalui alat ini.
Untuk menjaga keselamatan operator, Lemari Disinfektan juga dilengkapi blower yang secara otomatis mengosongkan gas ozon dari ruang desinfektan setelah selesai proses penyinaran. Blower ini penting mengingat kadar ozon yang terlalu tinggi juga bisa membahayakan manusia.
“Kedua alat ini, Robot UV-C dan Lemari UV-C Disinfektan, hampir final, butuh sedikit penyempurnaan terutama dalam penyusunan prosedur operasi dan APD untuk operator dan pengujian oleh pihak yang berwenang. Kedua alat sterilisasi ruangan dan peralatan ini efektif dan efisien,” katanya.
Batan sendiri sudah menggandeng PT. Sarandi Karya Nugraha untuk menghilirkan produk litbangnya tersebut, pada Juli 2020 lalu. Terutama untuk produk Robot UV-C Disinfektan. Alat ini diyakini sangat bermanfaat untuk membersihkan ruangan dari virus atau bakteri seperti yang terjadi di masa pandemi Covid-19.
Target kerja sama ini adalah pengembangan perangkat kesehatan teknologi nuklir sampai siap dipasarkan. Kompetisi dengan teknologi lain diakui juga menjadi persoalan tersendiri. Produk litbang yang berbasis nuklir pada umumnya lebih akurat tapi dianggap masih mahal dan proses perizinan lebih sulit dibandingkan dengan teknologi lainnya.
Sejatinya, kiprah Batan dalam menghasilkan iptek nuklir guna mendukung pembangunan berkelanjutan di usianya yang menjelang 62 tahun pada 5 Desember nanti, bukan ini saja. Banyak sekali. Tak bisa dihitung dengan jari. Produk-produk iptek nuklir ini juga sudah banyak yang merasakan manfaatnya.
Karenanya, masyarakat tidak perlu khawatir dengan produk litbang nuklir ini. Meski mengandung bahan radioaktif tapi aman dari dampak radiasi. Terlebih produk iptek nuklir yang digunakan lembaga atau instansi juga secara berkala divalidasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).
Batan berharap alat kesehatan dengan memanfaatkan teknologi nuklir dapat dipasarkan dan bermanfaat bagi masyarakat secara luas.
Indonesia patut bangga anak bangsa melalui Batan berhasil menciptakan produk iptek nuklir yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, yang tak kalah hebat dengan yang dimiliki bangsa lain. (tety)