Oleh Prof. Dr. Haryono Suyono
DUA hari lagi bangsa yang baru saja memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk memimpin bangsa ini akan memperingati Hari Anak dan Remaja tanggal 23 Juli 2014. Karena itu tiba waktunya mengingatkan Presiden dan Wakilnya yang terpilih untuk memikirkan dan merumuskan program yang tepat agar anak-anak dan remaja yang akan mewarisi negara dan bangsa ini dipersiapkan dengan sungguh-sungguh secara sistematis. Anak-anak tidak perlu diwarisi dengan kebencian dan caci maki untuk memenangkan sesuatu, tetapi justru dididik saling bersatu dan saling berbagi agar bangsa dengan kekuatan penduduk dan sumber daya alam yang melimpah ini betul-betul bisa bangkit kembali menjadi bangsa besar yang disegani di seluruh dunia. Bangsa yang sehat, cerdas dan mampu menghasilkan inovasi dan terobosan pembangunan yang mengantar rakyatnya tanpa kecuali menjadi sejahtera.
Dalam bidang politik yang akhir-akhir ini menjadi idola gara-gara pemilihan anggota legislatif yang disusul dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, telah menghasilkan sikap dan tingkah laku yang mengarah pada perpecahan antar keluarga, kelompok dan masyarakat pada umumnya. Perbedaan urutan pencalonan sesama partai politik, perbedaan partai politik dan upaya merebut kemenangan yang didasarkan pada pemungutan suara terbanyak, memicu perlombaan yang sengit sehingga segala sesuatu dihalalkan. Persahabatan dikorbankan dan soal-soal kecil urusan pribadi menjadi besar dan dijadikan “isu” untuk saling menyerang dan saling menjatuhkan demi kepentingan pribadi merebut kemenangan.
Itulah sebabnya dianjurkan agar segala acara untuk peringatan Hari Anak Nasional mendatang diatur begitu rupa mengajak para orang tua kembali menyatu lagi berdasar falsafah bangsa yaitu Pancasila yang mengagungkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan membangun budaya gotong royong, peduli sesama dan mengagungkan keadilan sosial bagi seluruh anak bangsa, kesejahteraan yang adil merata untuk rakyat banyak. Anak-anak diajak memahami dan mengembangkan permainan sesama teman-temannya dengan tema membangun kebersamaan sebagai budaya yang mendalam dan dilaksanakan dengan tekun.
Disamping permainan yang dapat dan harus dilakukan dalam kelompok yang kompak, perlu dibangun kebiasaan untuk bekerja sama dalam komunitas yang bersatu. Kegiatan Pramuka berbasis sekolah perlu dilengkapi dengan gerakan Pramuka berbasis masyarakat agar anak-anak dan remaja tidak saja bersatu di sekolah masing-masing tetapi sampai di rumah juga tetap bersatu dengan rekan-rekan seusianya. Bermain dalam kelompok, mengenal lingkungannya, dan secara bersama mencoba memberi masukan kepada lingkungan itu agar menjadi lingkungan yang semarak, menyejukkan dan memberi ketenangan kepada anak dan keluarga lainnya.
Kegiatan dalam lingkungan kecil seperti dipraktekkan dalam Gerakan Pramuka perlu diambil sebagai model dijadikan contoh bagi permainan atau praktek-praktek kegiatan sehingga ada nuansa yang mengakar dan akhirnya menuntun setiap anak muda pada masa tuanya akan memunculkan gagasan-gagasan yang sesungguhnya telah terumuskan dalam falsafah bangsa Pancasila. Apabila kegiatan itu membudaya, jika anak-anak tumbuh dewasa diharapkan tidak mengembangkan gagasan dan praktek-praktek kehidupan yang justru memisahkan kekerabatan antar keluarga, antar sesama anak muda, bahkan memisahkan anak muda dengan orang tua. Tidak memunculkan caci maki kepada orang tua atau orang yang dituakan.
Rasa saling menghormati mendasari pengembangan budaya, falsafah, sikap dan gagasan serta slogan-slogan yang merangsang dan menghimbau masyarakat untuk mendorong persatuan dan kesatuan. Secara naluriah akan memunculkan tingkah laku yang menghormati kebersamaan dan menjauhi rasa dengki dan saling caci memaki seperti terjadi akhir-akhir ini. Alangkah tidak indahnya sudah sama-sama tuanya saling memaki dan mengingat masa lalu bukan dengan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, tetapi kebencian sesama teman dan saudara.
Anak-anak muda perlu diajak saling menghormati dan toleran, sehingga dalam keadaan masyarakat terkoyak gara-gara pesta demokrasi yang berurutan dewasa ini, kita menciptakan suasana penuh kesejukan yang memberi dukungan suasana yang jernih dan penuh keakraban untuk mengembalikan keakraban antar anak bangsa. Kalau ada kesalahan, marilah dijelaskan dengan penuh kekeluargaan dan diadakan upaya untuk mengembangkan kebenaran yang dikemudian hari dijadikan kebanggaan bersama sebagai fondasi pengembangan bangsa yang kokoh, penuh kekeluargaan dan membuat masyarakat dan anak bangsanya bangga.
Oleh karena itu Panitia Hari Anak Nasional perlu mempertimbangkan berbagai jenis perayaan untuk dimunculkan sebagai alternatif yang menarik agar anak-anak dan remaja tidak menjadikan peristiwa kekerasan, kebencian dan saling caci maki sebagai peristiwa biasa yang menjadi modal untuk membangun budaya bangsa. Peristiwa kebencian yang mencuat akhir-akhir ini perlu dianggap sebagai kecelakaan yang harus direhabilitasi untuk kembali pada semangat Pancasila yang mengagungkan kebersamaan, gotong royong dan penghormatan pada demokrasi musyawarah untuk mencapai mufakat dan mengembangkan berbagai usaha untuk keadilan sosial yang makin merata bagi seluruh anak bangsa.
Pemilihan anggota legislatif, lebih-lebih pemilihan Presiden dan Wakil Presiden adalah sarana untuk mengantar pembangunan anak bangsa sekaligus menjadi contoh dan tauladan bagi generasi mendatang dalam membangun budaya dan kesejahteraan yang adil dan merata tanpa disertai rasa kebencian sesama anak bangsa. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Damandiri, www.haryono.com).