JAKARTA (possore.id) — Komisi XI DPR RI melakukan kunjungan kerja reses Masa Persidangan V Tahun 2023-2024 ke Denpasar Bali, Senin 5 Agustus 2024.
Kunjungan itu untuk melakukan rapat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Himpunan Bank Negara (Himbara) dan Bank BPD Bali.
Anis Byarwati dari fraksi PKS yang turut dalam kunjungan itu, menyampaikan beberapa catatannya.
Pertama, terkait dengan data resmi jumlah UMKM yang ada di Bali. Dalam paparan yang disampaikan Himbara dan BPD Bali, Anis menegaskan belum melihat adanya data jelas tentang jumlah UMKM di Bali sebagai acuan bersama.
Sementara hampir semua Himbara dan BPD memiliki binaan UMKM di Bali. Pemerintah provinsi Bali sendiri telah mengambil data UMKM dari pemerintah kabupaten/kota.
Namun, tidak bisa di kroscek dengan data terpadu yang dimiliki lembaga secara resmi karena masing-masing Lembaga datanya masih sendiri-sendiri.
“Hal ini tentu akan berdampak pada kurang meratanya pengembangan UMKM ke depan. Seperti diketahui banyak pihak yang peduli dan ingin membantu pengembangan UMKM, namun data terpadu belum ada,” kata Anis.
Kedua, Anis yang juga Wakil Ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI itu menyoroti kualitas SDM para pelaku UMKM.
Perkembangan teknologi informasi menuntut peningkatan kualitas SDM yang memadai terutama dari sisi pendidikan, keterampilan, akses terhadap informasi dan pengalaman.
Rendahnya kualitas SDM ini menjadi salah satu hambatan akses digital UMKM di Bali serta rendahnya minat pelaku UMKM di Bali untuk mempelajari teknologi informasi.
“Edukasi kepada pelaku UMKM dalam peningkatan literasi dan inklusi terhadap informasi teknologi dan digitalisasi, menjadi tugas kita Bersama ke depan,” ujar Anis.
Anis menegaskan apa yang disorotinya itu tidak hanya menjadi catatan untuk UMKM di Provinsi Bali, tetapi menjadi catatan bagi semua UMKM di seluruh Indonesia.
Anis juga menyayangkan adanya kredit macet pada UMKM yang mencapai 53,81 triliun per Mei 2023. Total jumlah kredit UMKM seluruh Indonesia sendiri mencapai 1.376 triliun.
Kredit macet ini cenderung meningkat jika dilihat dari data sejak tahun 2018 dimana jumlah total kredit tahun 2018 sebesar 969 triliun dengan kredit macetnya 32,42 triliun.
“Diperlukan terobosan alternatif solusi dari pemangku kebijakan, dalam hal ini OJK dan bank Himbara yang bisa ditawarkan kepada pelaku UMKM.”
Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Pasal 250 dan 251 menyebutkan, piutang macet bank dan atau lembaga keuangan nonbank BUMN kepada UMKM dapat dihapusbukukan dan dihapustagihkan guna mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada UMKM.
Anis juga menyinggung soal aplikasi peminjaman dana. Pembiayaan nonbank dengan menggunakan aplikasi-aplikasi yang sangat mudah di akses, di satu sisi membantu masyarakat, di sisi lain membuat masyarakat menjadi sangat konsumtif jika tidak dibatasi.
Padahal kemudahan yang dirasakan masyarakat itu memiliki resiko yang seringkali tidak disadari oleh penggunanya.
Aplikasi-aplikasi peminjaman dana yang mudah diakses oleh masyarakat terutama generasi muda harus benar-benar diawasi oleh OJK.
“Seperti pay later yang sangat banyak promonya itu sangat diminati masyarakat, OJK sebagai lembaga yang berwenang harus benar-benar mengawasinya.”
Dengan demikian, masyarakat tidak bebas begitu saja dalam mengajukan pinjaman dan tidak menjadikan masyarakat yang konsumtif.