JAKARTA (Pos Sore) — Data World Economic Forum (WEF) 2013 bertajuk Global Competitiveness Report menunjukkan peringkat infrastruktur Indonesia di urutan ke-61 yang sebelumnya peringkat ke-78. Ini menandakan secara nasional kebutuhan infrastruktur yang berkualitas semakin tinggi.
Selain itu, secara global, berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 menuntut sinergi dan perbaikan pelaku konstruksi yang lebih profesional dan kompeten. Perlu disadari pertumbuhan infrastruktur, tidak hanya dari sisi kuantitas jumlah tenaga konstruksi yang perlu dipenuhi.
“Tetapi juga dari segi kualitas pemenuhan terhadap tenaga kerja yang berdaya saing global,” kata Ir. Hediyanto W.Husaini, MSCE, Msi, Kepala Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum.
Ia mengatakan hal itu, dalam Diskusi Media tentang ‘Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi’, yang diadakan Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi (Pusbin KPK) — di bawah Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum, di Jakarta, Senin (21/7) malam.
Ia juga menyebut, data Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukan kebutuhan tenaga kerja konstruksi semakin meningkat setiap tahun. Dari 4,7 juta pada 2006 menjadi 6,9 juta pada 2013. Di samping itu, pemberlakuan ASEAN Community 2015 membawa konsekuensi masuknya tenaga kerja asing di bidang konstruksi.
“Masuknya tenaga kerja asing cukup mengkhawatirkann karena tenaga kerja Indonesia yang bersertifikat baru 400.000 orang yang terdiri dari 100.000 tenaga ahli, dan 300.000 tenaga terampil,” ungkapnya.
Kepala Pusbin KPK Dr. Ir. Masrianto, MT menambahkan, lembaganya telah melakukan berbagai program kerjanya dan mengajak media untuk membantu sosialiasinya. Peran media sangat penting untuk mengedukasi stakeholders konstruksi. Saat ini, apresiasi pengguna dan penyedia atas kompetensi tenaga kerja konstruksi masih sangat rendah.
” Stakeholders juga belum banyak memberikan perhatian untuk investasi sumber daya manusia baik tenaga ahli maupun terampil,” kata Masrianto. (tety)