SURABAYA, PosSore — Di tengah persaingan ketat industri mebel nasional, PT Katwara, sebuah perusahaan yang berbasis di Surabaya dengan pabrik di Gresik, berhasil menunjukkan tajinya. Dikelola oleh Glenn Candranegara, generasi kedua dari pendiri perusahaan, PT Katwara menjadi pemain utama dalam pasar ekspor furnitur, khususnya di Amerika Serikat.
Sejak mengambil alih kendali perusahaan dari sang ayah, Glenn mengarahkan PT Katwara dengan pendekatan yang lebih agresif. Fokus utamanya adalah memperluas jangkauan produk furnitur indoor dan outdoor ke pasar internasional.
Hasilnya, PT Katwara kini rutin mengekspor sekitar 60 kontainer produk ke Amerika setiap bulannya. Meski angka ini menurun dari sebelumnya 90 kontainer per bulan, Glenn tetap optimis dan melihatnya sebagai pencapaian di tengah lesunya pasar global.
“Setiap bulan, kami mampu mengirimkan 60 kontainer ke Amerika Serikat. Ini sudah cukup baik mengingat kondisi pasar yang saat ini kurang menggembirakan,” ungkap Glenn, yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Rekayasa Teknologi dan Standardisasi Proses Produksi di DPP Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI).
Dalam percakapan dengan PosSore Kamis (8/8) Glenn mengungkapkan keberhasilannya tidak lepas dari kualitas produk yang konsisten dan inovatif. Glenn menjelaskan para pembeli di Amerika Serikat sangat mempercayai kemampuan PT Katwara dalam menghasilkan desain yang unik dan memenuhi permintaan pasar yang dinamis. Kepercayaan ini dibangun atas dasar kerja keras tim PT Katwara yang beranggotakan 700 karyawan terampil, yang mampu menjaga kualitas dan ketepatan pengiriman.
Bahan baku yang digunakan PT Katwara juga merupakan faktor penting dalam kesuksesan ini. Mengandalkan kayu lokal dari Pulau Jawa, PT Katwara memanfaatkan kombinasi kayu dari PT Perhutani dan kayu rakyat, yang memberikan keunikan tersendiri pada setiap produknya.
Namun, di balik kesuksesan di pasar ekspor, PT Katwara dan industri mebel Indonesia pada umumnya menghadapi berbagai tantangan di pasar domestik. Harga bahan baku seperti MDF dan plywood di Indonesia terbilang tinggi, bahkan lebih mahal dibandingkan negara pesaing seperti Malaysia. Selain itu, suku bunga bank yang tinggi dan kurangnya sumber daya manusia (SDM) terampil di bidang perkayuan turut menjadi kendala.
“Suku bunga bank yang tinggi sangat memberatkan pelaku bisnis seperti kami. Selain itu, di Jawa Timur, belum ada politeknik yang fokus menghasilkan SDM yang ahli di bidang perkayuan dan permebelan,” keluh Glenn.
Tak hanya itu, ketidakpastian hukum di Indonesia juga menjadi batu sandungan. Glenn berbagi pengalamannya dalam mengurus perizinan di pemerintah daerah yang seringkali memakan waktu lama tanpa kejelasan kapan proses tersebut akan selesai. Kondisi ini, menurut Glenn, mempengaruhi daya saing produk Indonesia di pasar ekspor, yang kini kalah bersaing dengan produk dari Vietnam.
Glenn menuturkan bahwa tantangan bisnis di Indonesia berdampak signifikan pada daya saing produk mebel di pasar internasional. Salah satu contoh nyata adalah bagaimana produk mebel Indonesia kini kalah bersaing dengan produk dari Vietnam di pasar ekspor, yang didukung oleh kebijakan pemerintah Vietnam yang pro-industri.
Di Vietnam, suku bunga bank ditetapkan sangat rendah, sekitar 6%, sementara di Indonesia, suku bunga melebihi 9%. Ini memberikan keunggulan besar bagi industri Vietnam dalam hal biaya produksi. Selain itu, aturan ketenagakerjaan di Vietnam juga lebih fleksibel, dengan pegawai yang melakukan kesalahan dapat di-PHK tanpa pesangon karena gaji mereka sudah mencakup biaya pesangon dan asuransi.
Selain itu, jam kerja di Vietnam yang rata-rata 48 jam per minggu juga memberikan produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia, yang menghadapi kendala serupa dengan aturan ketenagakerjaan yang lebih ketat. Hal-hal inilah yang menurut Glenn membuat industri mebel Indonesia tertinggal di pasar global.
Namun, Glenn tetap optimis. Meski tantangan terus menghadang, PT Katwara terus melangkah maju, memanfaatkan setiap peluang yang ada, termasuk program pemerintah seperti Kawasan Berikat yang memberikan keuntungan terkait kebijakan bea masuk. Bagi Glenn, inovasi dan adaptasi adalah kunci untuk bertahan dan terus berkembang dalam industri yang penuh dinamika ini. (aryo)