JAKARTA (Pos Sore) — Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia (PERDOSRI) periode 2022-2027 melakukan serangkaian kegiatan pelantikan, sarasehan dan Rapat Kerja Pengurus Pusat PERDOSRI Periode 2022-2025 pada Jumat, Sabtu, Minggu 16-18 Desember 2022, di Hotel Fairmont, Jakarta.
Sebelum pelantikan dilakukan acara serah terima jabatan dari kepengurusan lama kepada kepengurusan yang baru dengan pembacaan naskah surat keputusan, pembacaan naskah pelantikan, pembacaan sumpah pengurus.
Pada kesempatan tersebut, Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Adib Khumaidi, SpOT, memberi pengalungan IDI kepada Ketua Umum PP PERDOSRI periode 2022-2025 dr. Rumaisah Hasan, SpKFR, NM (K) dan pengurus lainnya.
Dalam pelantikan ini juga dihadiri oleh Ketua Dewan Etik dan Disiplin PERDOSRI, dr. Deddy Tedjasukmana, Sp.K.F.R., K.R. (K), MARS, MM, MPM, MH, beserta Ketua Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia, Prof. Dr. dr. Hening Laswati, Sp.K.F.R., K.R. (K).
Usai pelantikan, Ketua Umum PP PERDOSRI periode 2022-2025 dr. Rumaisah Hasan, Sp.K.F.R., N.M. (K), menyampaikan beberapa tantangan satu-satunya organisasi profesi Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Indonesia, yang dipimpinnya.
Salah satunya, secara internal masih sedikitnya jumlah dokter spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Indonesia. Karena itu, perlu diperbanyak program studi dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi untuk menghasilkan Sp.K.F.R.
Saat ini, ada sekitar 1000 dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Sp.KFR) di Indonesia di Indonesia. Jumlah tersebut dirasakan masih sangat kurang untuk populasi orang Indonesia. Terlebih, ada beberapa propinsi yang belum memiliki dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi seperti di Papua Barat.
“Kami harapkan pemerataan SpKFR di seluruh Indonesia semakin membaik. PERDOSRI terus mendengar aspirasi seluruh SpKFR untuk kesejahteraan SpKFR dan Indonesia, dengan amanah lebih dari 1000 SpKFR di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Akibat jumlahnya yang masih sedikit ini, distribusi dokter Sp.K.F.R tidak merata di Indonesia. Banyak yang memilih ditempatkan di kota. Pertimbangannya lebih karena kelengkapan sarana dan prasarana kedokteran fisik dan rehabilitasi.
“Alasan lainnya karena perhatian pemerintah yang belum maksimal terhadap keberadaan profesi dokter spesalis, termasuk Sp.K.F.R. baik mengenai keselamatannya dan kesejahteraannya,” tutur dr. Rumaisah yang ditemui usai pelantikan.
Meski demikian, PERDOSRI terus berupaya agar setiap wilayah Indonesia memiliki spesialis KFR. Minimal 1 dokter di 1 kabupaten kota. Alhamdulillah sudah mulai ada penyebaran.
Namun, menurutnya, upaya ini tidak akan berhasil tanpa dukungan rumah sakit setempat. Jika dokternya bersedia, tapi pihak rumah sakit tidak menyiapkan sarana dan prasarana, tentu penyebaran dokter spesialis KFR mengalami kendala.
Tantangannya lainnya, persepsi masyarakat terhadap profesi dokter Sp.K.F.R yang masih dianggap sebagai “tukang pijat”. Padahal, Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi bagian dalam bidang kedokteran berkenaan dengan diagnosis, evaluasi, dan penatalaksanaan pasien yang mengalami disfungsi dan disabilitas fisik.
Sp.KFR adalah dokter yang menangani pasien dengan gangguan fungsi tubuh atau keterbatasan fisik akibat penyakit atau cedera. Tujuannya, meningkatkan kualitas hidup pasien tersebut, dengan memaksimalkan fungsi yang ada.
Dokter spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi bekerjasama dalam tim yang terdiri dari fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, ortotik prostetik, perawat, psikolog, psikiater, dan lain-lain.
Karena itu, PERDOSRI akan terus meningkatkan peran SpKFR di Pelayanan Kesehatan terutama bidang Rehabilitasi Medik. Selain itu, juga meningkatan kompetensi, koordinasi dengan pelayanan Rehabilitasi Medik yang holistik dan berkualitas.
“Tidak lupa kesejahteraan dan kesehatan para dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi yang juga tercoverage dan optimal untuk kemajuan SpKFR dan PERDOSRI,” tambah dr. Rumaisah.
PERDOSRI berkomitmen meningkatkan pemerataan pelayanan SpKFR di pelosok Nusantara. Sejauh ini, dikatakan, telah meningkatkan pemerataan pelayanan SpKFR di pelosok Nusantara dari 47.08 % ke 66.27 %.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua PB IDI, dr. Adib Khumaidi, SpOT menyampaikan, para pengurus organisasi kedokteran untuk mampu mengelola organisasi yang bertanggung jawab mengawal profesionalisme yang melibatkan etik.
“IDI tetap menjadi organisasi profesi yang tidak hanya memikirkan kesejahteraan anggota saja, namun mengawal hak dan kesejahteraan masyarakat dan anggota,” ujarnya.
Saat ini, yang dibutuhkan adalah upaya konsolidasi dan kolaboratif dengan melibatkan semua pihak (stakeholders), karena problema kesehatan di Indonesia tidak bisa disimplifikasi.
Adanya persaingan dapat menempatkan kita pada konflik profesional bahkan etik, sehingga kita perlu concern terhadap konflik profesionalisme yang terjadi saat ini.
Dalam proses organisasi terpenting adalah proses kaderisasi untuk mewujudkan dan menciptakan generasi penerus. Hal tersebut adalah tanggung jawab siapa pun yang terlibat.
“Mari kita merangkul semua kepentingan anggota, karena organisasi profesi yang kita miliki sekarang bukan hanya milik pengurus namun milik semua anggota,” tegasnya.
Saat ini dalam aspek pelayanan, pendidikan, termasuk bagian pengabdian masyarakat dalam kasus-kasus disibilitas. Peran Sp.KFR sangat penting dan harus didukung oleh negara untuk semakin memperluas pelayanan dan memperkuat eksistensi organisasi profesi, termasuk pendidikan SDM.
Ke depannya, PERDOSRI berkomitmen untuk berperan lebih aktif dalam sektor Kedokteran Wisata dan program disabilitas di semua derajat dari hulu ke hilir, termasuk implementatif research untuk pengembangan ekonomi kreatif.
Komitmen selanjutnya, yakni meningkatkan peran dokter SpKFR dalam kesehatan haji dengan mengoptimalkan kesiapan jemaah haji dalam menjalankan ibadah haji, yang diharapkan dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.
Usai pelantikan PP PERDOSRI dilanjutkan dengan sarasehan sebagai bentuk concern terhadap segala hal yang dapat mengganggu kesehatan manusia secara holistik.
Dengan diadakannya sarasehan ini untuk menarik benang merah yang menghubungkan pengurus pusat dari masa ke masa, sehingga mengurangi kemungkinan kesalahan di masa lalu.
Sementara kegiatan raker menekankan pada visi PERDOSRI yaitu menjadi organisasi yang unggul dan disegani melalui penguatan potensi anggota dengan asas kolaboratif, profesional dan inovatif yang diwujudkan melalui misi organisasi.
“Semoga PERDOSRI dapat terus menjadi organisasi yang dinamis namun selalu dapat beradaptasi dan terus memberikan kontribusinya. Kita harus terus bergandengan tangan dan berkontribusi secara kolaboratif, tegas dr Rumaisah Hasan, SpKFR.
Ketua Umum PP PERDOSRI periode 2019–2022, Dr. dr. Tirza Z Tamin, Sp.KFR(K), menyampaikan, untuk menjadi pemimpin, harus memimpin secara kekeluargaan dan melayani dengan hati.
“Melalui momen pelantikan, saya serahkan tanggung jawab kepada dr. Rumaisah Hasan, SpKFR, NM (K) selaku Ketua PP PERDOSRI Periode 2022-2025 beserta seluruh pengurus baru. Semoga melalui pengurus baru PERDOSRI dan KFR di Indonesia dapat melanjutkan kemajuan dan perkembangan,” ujarnya.
Ia bersama para pengurus sebelumnya akan selalu membantu perjuangan Bersama demi dokter SpKFR yang diiringi dengan perkembanagn ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di era globaliasi untuk meningkatkan kompetensi SpKFR secara nasional dan internasional.
“Selamat mengabdi dan selamat mengemban amanah bukan hanya untuk kemajuan SpKFR, namun juga kemajuan masyarakat dan negara Indonesia,” tandasnya.
Dalam pelantikan tersebut, turut dibacakan pula sambutan dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.