3.3 C
New York
19/01/2025
Aktual

Polemik Revisi PP No: 52 dan No: 53 tahun 2000 Harus Segera Diakhiri

JAKARTA (Pos Sore) — Institute for Development on Economics and Finance (Indef) menyelenggarakan seminar ‘Mendorong Efisiensi Berkeadilan Industri Telekomunikasi Nasional’, di Jakarta, Kamis (3/11).

Seminar ini diadakan guna memberikan masukan dan pandangan stakeholder kepada Pemerintah dalam rangka penataan regulasi di sektor telekomunikasi yang mampu mendorong perekonomian nasional.

Seminar yang dibuka Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, ini menghadirkan narasumber Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Achmad M. Ramli, Ketua INDEF Eni Sri Hartati, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, pakar telekomunikasi Nonot Harsono, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, dan anggota Komisioner Komisi Pengawasan Persainan Usaha (KPPU) Prof Tresna Priyatna.

Ditemui usai seminar, pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menekankan, pemerintah sebaiknya segera mengesahkan revisi PP No. 52 dan No. 53 tahun 2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi agar polemik segera berakhir. Dengan begitu, masyarakat cepat mendapatkan manfaat dan menjadi katalisator untuk perkembangan ekonomi digital Indonesia.

“Seperti yang saya sampaikan sektor telekomunikasi menjadi salah satu penentu pembangunan bangsa Indonesia. Terlebih dunia digital juga semakin tren dan menunjukkan pertumbuhan yang kian pesat,” ujarnya.

Karenanya, ia menekankan, revisi PP No. 52 dan No. 53 tahun 2000 tentang penyelenggaraan telekomunikas agar tidak perlu lagi dipolemikkan. Terlebih soal interkoneksi, dalam beberapa tahun ke depan akan hilang karena semua tren akan beralih ke data. Hal ini semakin memungkinkan karena Palapa Ring sudah tersambung.

Menurut Agus, network sharing menjadi perlu dilakukan agar dapat menghemat Capex dan Opex sekitar 8% – 25%. Jika pembangunan network dilakukan oleh satu operator saja, jelas biayanya membengkak. Di negara lain pun begitu menerapkan network sharing, lantas kenapa Indonesia tidak?

“Itu membangun bersama-sama secara gotong royong sehingga jaringan broadband bisa direalisasikan lebih cepat dengan biaya yang lebih efisien. Tidak perlu membawa isu nasionalisme terkait revisi PP No. 52 dan No. 53 tahun 2000. Ini bukan masalah operator merah-putih lawan operator asing, karena semua operator besar di Indonesia pemegang sahamnya asing semua,” ungkapnya.

Agus berpendapat, kebijakan interkoneksi yang baru dan revisi PP tersebut harus bisa diselesaikan minggu depan di Kementerian Koordinator Perekonomian lalu segera ke Presiden untuk disahkan untuk kemudian diimplementasikan. (tety)

Leave a Comment