JAKARTA (Pos Sore) — Kondisi stunting di Indonesia masih menjadi masalah belum terselesaikan. Penyebabnya, kondisi ekonomi seseorang yang dapat memengaruhi asupan gizi dan nutrisi yang didapatkannya.
Di Indonesia sendiri, akses terhadap makanan bergizi seimbang belum merata. Padahal, faktor utama terjadinya stunting adalah kurangnya asupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Pemerintah pun tidak henti berupaya untuk dapat mencegah stunting sejak dini dengan pemenuhan gizi seimbang dan hidup sehat pada anak.
Menurut Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Agustina Erni, banyak faktor yang menyebabkan stunting pada anak.
Selain pemenuhan gizi seimbang pada ibu dan bayi, isu perkawinan anak juga memiliki kaitan dengan isu stunting. Isu perkawinan anak ini salah satu dari lima isu prioritas arahan Presiden Joko Widodo kepada KemenPPPA yang erat kaitannya dengan isu stunting.
KemenPPPA berupaya melakukan pencegahan perkawinan anak pada daerah yang tinggi angka perkawinan anaknya dan pada saat yang bersamaan kami menekankan edukasi terkait stunting.
“Perkawinan di usia anak sangat berpotensi meningkatkan risiko melahirkan anak-anak yang stunting,” ungkap Erni dalam diskusi bertajuk “Mendorong Percepatan Penurunan Stunting Melalui Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan”, Jumat, 28 Januari 2022.
Ia tidak menampik persoalan stunting masih menjadi isu nasional yang mengancam pemenuhan hak dasar anak. Pemerintah pun telah menetapkan target untuk menurunkan angka stunting minimal menjadi 14 persen pada 2024.
“Namun, pengasuhan anak yang baik dan pemenuhan hak mereka menjadi kunci utama untuk mencegah stunting,” katanya
Dikatakan, praktik pengasuhan berperan penting dalam peningkatan perkembangan anak. Karena, adanya interaksi antara orangtua dan anak memberi stimulasi perkembangan secara optimal.
Karena itu, tugas mengasuh dan memastikan pemenuhan hak anak bukan hanya ibu, akan tetapi ayah dan keluarga anak tersebut.
“Bagi para ayah, kita harus dapat bersama-sama menyuarakan pentingnya kesetaraan gender dalam pengasuhan,” katanya.
Ayah sebagai kepala keluarga, harus dapat membangun empati, berpartisipasi aktif dalam mengambil keputusan, mempunyai sikap positif, dan mempunyai pengetahuan luas tentang pengasuhan anak.
Dalam mendukung upaya tersebut, KemenPPPA telah melakukan koordinasi intensif dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Mengingat BKKBN juga sebagai Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting melalui program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak, Desa Bebas Stunting, dan Kampung Keluarga Berkualitas.
“Pencegahan dan penanganan stunting merupakan wujud dari pemenuhan hak dasar anak, yaitu hak hidup, tumbuh dan berkembang, mendapatkan perlindungan, dan partisipasi.
Jika seluruh pihak memperkuat sinergi dan bergerak bersama, maka penyelesaian masalah stunting bukanlah hal yang mustahil.
“Untuk itu, mari kita bangun sinergi dan kolaborasi untuk mewujudkan pemenuhan hak anak agar terbebas dari stunting” ujar Erni.
Terkait upaya KemenPPPA, Erni menjelaskan sebagai instansi pengampu isu perempuan dan anak yang erat kaitannya dengan permasalahan gizi ibu, remaja perempuan, dan anak, KemenPPPA telah banyak bersinergi untuk melakukan serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan isu stunting.
“Kami telah melakukan re-launching Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak bersama 17 Kementerian/Lembaga.
Terdapat pula pembentukan Model Kampung Anak Sejahtera (KAS) guna meningkatkan peran keluarga dalam memenuhi hak anak atas kesehatan dan kesejahteraan melalui kegiatan penguatan pengetahuan. Juga keterampilan di bidang pangan dan gizi untuk tumbuh kembang anak.
“Program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak juga menjadi fokus kami saat ini,” jelas Erni.
Erni menambahkan selama ini KemenPPPA juga telah melakukan berbagai upaya pencegahan melalui Pelayanan Publik Ramah Anak.
Di antaranya dengan membentuk PUSPAGA (Pusat Pembelajaran Keluarga) untuk mengedukasi keluarga di Indonesia dengan memasukan muatan isu stunting ke dalamnya.
Edukasi dilakukan kepada anak-anak Indonesia melalui pentingnya pemenuhan gizi dan stunting kepada Forum Anak yang tersebar di 32 Provinsi dan 416 Kabupaten/Kota.
Erni mengatakan ke depannya, Kemen PPPA berkolaborasi dengan BKKBN akan melibatkan peran Forum Anak sebagai Pelapor dan Pelopor (2P).
Juga Duta Generasi yang Punya Rencana (GenRe) untuk menyosialisasikan program terkait pemenuhan hak anak yang dikemas menarik dan bersifat millenial kepada teman-teman seusianya di seluruh Indonesia.
“Forum Anak merupakan agen perubahan sebagai pelopor dan pelapor dalam menyosialisasikan berbagai isu terkait anak, khususnya dalam mencegah stunting, seperti pendidikan kesehatan reproduksi, pemenuhan gizi, pencegahan perkawinan anak di tingkat akar rumput, baik kepada sesama anak maupun keluarga,” tutup Erni.