JAKARTA (Pos Sore) — Diskusi Panel SerialĀ 2017 – 2018 kembali digelar pada Sabtu (2/12). Tema yang diangkat dalam DPS Seri ke-8 ini, yaitu ATHG dari Dalam Negeri, Pembentukan dan Pembinaan Hukum.
Hadir sebagai narasumber, adalah guru besar FHUI Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H, M.H dan politisi Dr. Bambang Kesowo. Hadir pula Pembina YSNB, Ketua FKPPI, dan Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, serta Ketua Panitia Bersama DPS Iman Sunario. Bertindak sebagai moderator adalah Prof. Dr. La Ode Kamaludin.
Mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional adalah urusan manusia Indonesia sekarang dan nanti. Manusia Indonesia-lah pelaku dan sekaligus penentu. Namun demikian dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional tersebut tidaklah mudah.
Banyak kendala dalam mewujudkannya, seperti lemahnya mentalitas, karakter, kepribadian, ataupun jatidiri bangsa Indonesia. Sebagai akibatnya harapan untuk menjadikan hukum sebagai panglima dalam menegakkan cita-cita dan tujuan nasional menjadi terkendala karenanya.
Menurut Satya Arinanto, gagalnya hukum dijadikan panglima dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional karena ada kelemahan dari hukum yang ada di Indonesia sendiri.
Seperti adanya tumpang tindih dan inkonsistensi peraturan perundang-undangan dan implementasi undang-undang terhambat peraturan pelaksanaannya.
“Selain itu, kurangnya independensi dan akuntabilitas kelembagaan hukum. Terakhir, timbulnya degradasi budaya hukum di lingkungan masyarakat,” kata Satya.
Penyebab lainnya, masih adanya keragaman hukum. Di Indonesia, kata dia, masih terdapat sekitar 400 peraturan dari masa kolonial yang masih berlaku hingga saat ini. Karena itu, sangat diperlukan politik pembangunan hukum nasional.
Politik yang dimaksud di antaranya dengan memperbarui atau mengganti peraturan hukum dari masa kolonial yang masih berlaku melalui Aturan Peralihan UUD 1945. Selain itu, menciptakan hukum baru yang secara utuh bersumber pada Pancasila dan UUD 1945, sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional dalam era globalisasi.
“Dan untuk mencapainya diperlukan Perpres yang menetapkan program pembangunan yang mencakup perencanaan hukum, pembentukan hukum, peningkatan kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegakan hukum lainnya, peningkatan kualitas profesi hukum, serta program peningkatan kesadaran hukum dan hak asasi manusia,” terang Satya Arinanto.
Di tempat yang sama, Bambang Kesowo menyatakan jika lemahnya mentalitas, karakter, kepribadian, ataupun jatidiri bangsa Indonesia yang menghambat pelaksanaan cita-cita dan tujuan nasional merupakan bagian dari Ancaman Tantangan Hambatan dan Gangguan (ATHG) itu sendiri.
Untuk itu, diperlukan segera adanya pembangunan karakter dan kualitas manusia Indonesia, pembenahan aturan dasar, serta penataan ulang kelembagaan negara baik yang berkenaan dengan segi substansi maupun prosedur.
“Pembangunan, pembenahan, dan penataan tersebut harus dilakukan secara tegas tanpa keraguan dan harus dilaksanakan secara secepatnya. Sikap semu dan ragu dalam melaksanakannya, juga hanya akan menjadi ATHG itu sendiri,” tegas Bambang Kesowo. (tety)
