Juga menghimbau agar kedua pihak dalam menyelesaikan masalah dan sengketa dilakukan secara bertahap, yang didahului dengan dialog, mediasi, dan audit bersama. Dalam menyelesaikan masalah dan sengketa pun MHKI memiliki peran strategis sebagai mediator independen yang andal.
Kesimpulan dan Semangat Optimisme
Naskah ini adalah cetak biru yang sangat berharga dalam memahami dinamika dan konflik hukum antara Fasyankes dan BPJS Kesehatan. Masalah ini, yang didorong oleh kebutuhan mendasar masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu, menuntut kita untuk bergerak dari sekadar identifikasi masalah ke ranah solusi yang optimis dan terstruktur.
Kita harus melihat setiap tantangan (mulai dari defisit DJS hingga penolakan pasien diskriminatif) sebagai peluang untuk memperkuat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang inklusif dan berkeadilan.
Dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip hukum, kesetaraan dalam perjanjian, dan semangat problem solver yang diusung oleh MHKI, kita dapat memastikan bahwa JKN menjadi sistem yang efisien, bermutu, dan memenuhi hak dasar kesehatan seluruh rakyat Indonesia.
Problem antara fasyankes dan BPJS Kesehatan tidak dapat hanya diselesaikan dengan menggunakan perpektif UU No. 17 Tahun 2023. Sebab keduanya diatur oleh UU yang yang berbeda, meski saling berhubungan dan saling membutuhkan.
Fasyankes diatur oleh UU No.17 Tahun 2023, sedangkan BPJS Kesehatan diatur oleh UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS. Bahkan, di atas telah disebutkan, bila sengketa itu berkaitan dengan perjanjian kerjasama maka rujukan utamanya adalah Pasal 1320 KUH Perdata.
MHKI memiliki mandat keilmuan untuk menjadi Jembatan Hukum, memastikan bahwa UU Kesehatan dan UU SJSN serta UU BPJS berjalan harmonis, demi terciptanya pelayanan kesehatan yang tidak hanya sesuai standar, tetapi juga mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan pasien, serta tenaga medis.
Billahit Taufiq Walhidayah.
