Upaya ini memastikan bahwa sistem JKN berlandaskan pada prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat, sekaligus menjamin keberlangsungan finansial fasyankes sebagai penyedia layanan.
Terkait kerjasama antara fasyakes dan BPJS Kesehatan. Pasal 191 ayat c UU No. 17 tentang Kesehatan menyebutkan, “fasyankes melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam mengembangkan pelayanan.”
Pasal ini sinkron dengan Pasal 11 ayat d UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS mengatakan, “BPJS berwewenang membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh pemerintah.”
Sedang pada ayat e, “membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan.” Di sini BPJS Kesehatan tidak diperintahkan untuk membuat dan menghentikan kontrak secara sepihak.
Karena itu, Pasal di atas dijelaskan di dalam Perpres No.12 Tahun 2013 yang kemudian diubah menjadi Perpres No. 82 Tahun 2018 dan No. 59 Tahun 2024 yang mengatur hubungan kerja sama setara antara keduanya melalui perjanjian kerja sama (PKS).
Berbicara mengenai perjanjian kerjasama tentu rujukan utama yang paling kuat adalah Pasal 1320 KUH Perdata tentang Syarat Sahnya Perjanjian, yakni: Kesepakatan para pihak, kecakapan untuk membuat perjanjian, suatu hal tertentu (obyek perjanjian).
Adanya syarat kesepakatan para pihak di atas menunjukan bahwa hubungan para pihak dalam membuat kontrak kerja adalah setara. Karena setara maka terbuka peluang bagi para pihak untuk berdialog dan bernegosiasi sebelum melakukan penandatanganan perjanjian kerjasama (PKS).
Pun ketika hendak menghentikan (memutuskan) perjanjian seharusnya didahului dengan dialog, mediasi, dan audit bersama. Tidak ada pemutusan sepihak. Ini adalah semangat good corporate governance dan harus menjadi panduan operasional.
