JAKARTA (Pos Sore) — Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan RI membenarkan bahwa Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (PPPMI) ke Timur Tengah yang lolos verifikasi hanya 58 dari 171 peerusahaan yang tercatat di Kemnaker.
Direktur Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kemnaker, Eva Trisyana, Jumat (26/4), ketika dikonfirmasi wartawan terkait adannya gugatan ke PTUN terhadap Kepmenaker No.291 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Kerajaan Arab Saudi Melalui Sistem Pengaturan Satu Kanal, enggan memberikan komentar.
Namun dia menjelaskan penetapan 58 PPPMI dilakukan oleh Tim Seleksi yang beranggotakan lintas instansi di antaranya BNP2TKI dan Atase Ketenagakerjaan di sejumlah negara penerima PMI, sehingga sangat akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam pelaksanaan seleksi kepada 171 PPPMI tersebut, tim melakukan pemeriksaan data perusahaan termasuk kronologis penempatan dan track record masing-masing perusahaan sehingga hasilnya akuntabel.
“Ada 11 persyaratan yang harus dipenuhi oleh PPPMI untuk bisa diakui sebagai perusahaan yang sah,” katanya.
Terkait dengan dugaan adanya 15 PPPMI di antara 58 perusahaan yang lolos seleksi yang diduga melakukan penempatan Pekerja Migram Indonesia (PMI) secara ilegal ke Timur Tdengah selama masa moratorium dan adanya PPPMI yang berubah alamat domisili, Eva mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti informasi tersebut.
“Silakan kalau masih ada dugaan seperti itu, tetapi yang jelas tim sudah bekerja semakmsimal mungkin untuk melakukan seleksi kepada 171 PPPMI yang menempatkan PMI ke Timur Tengah.”
Eva Trisyana juga enggan memberikan tanggapan terhadap gugatan ke PTUN oleh sejumlah PPPMI yang merasa didzolimi oleh Kemnaker melalui Kepmenaker tersebut.
Sebelummya, sebagaimana diberitakan sejumlah media massa Kepmenaker No,291/2018 digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta oleh Tim Hukum dari Kantor Hukum R Cahyadi & Rekan dengan register gugatan nomor 72/G/2019.
“Gugatan ini kami ajukan karena Kepmenaker No 291/2018 sangat merugikan rakyat, khususnya pelaku perusahaan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi,” kata Cahyadi.
Kepmenaker tersebut, menurutnya, bertentangan dengan semangat UUD 1945, khususnya pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2). Juga melanggar prinsip Undang Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya Pasal 1 butir 1, 2, 4, Pasal 2 dan Pasal 3
“Kami ingin Kepmenaker itu dicabut. Masa ada peraturan menteri yang memonopoli perusahaan. Ini tidak benar. Oleh karena itu, dalam persidangan nantinya, kami minta Permenaker tersebut dicabut,” kata Cahyadi.
Salah satu klausul dalam Kepmenaker No.291 itu mensyaratkan PPPMI harus sudah pernah melaksanakan kegiatan penempatan pekerja migran di Arab Saudi pada pengguna perseorangan paling sedikit 5 tahun.
Dengan persyaratan itu, Kepmenaker menutup peluang dan kesempatan setiap warga negara Indonesia yang akan membuka usaha penempatan pekerja migran Indonesia ke Arab Saudi, dan usaha tersebut hanya bisa dilakukan secara monopolistik oleh perusahaan-perusahaan besar yang pernah melakukan kegiatan penempatan pekerja migran Indonesia, dan secara eksplisit Permenaker tersebut membuat legitimasi atas monopoli usaha.
Ia mengatakan, Kepmenaker itu membuat resah pelaku usaha penempatan PMI karena sifatnya memonopoli perusahaan. “Anda bisa bayangkan, dengan adanya Kepmenaker No.291/2018, maka hanya ada satu perusahaan yang diperbolehkan menempatkan PMI ke Arab Saudi,” katanya.
Sekjen Himpunan Pengusaha Penemoatan Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki), Amin Balubaid, dalam siaran persnya mengatakan Kemenaker tidak berlaku adil kepada perusahaan jasa penempatan tenaga kerja Indonesia (sebut : PPPMI – Red)). Karena itu, pihaknya akan menggunakan semua jalur untuk mendapatkan perlakuan yang sama sebagai perusahaan swasta berbadan hukum.
“Kami akan menggunakan semua jalur yang dimungkinkan oleh peraturan perundangan, baik formal dan informal, agar mendapatkan perlakuan yang sama, adil dan transparan dalam berusaha sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar Balubaid. (sim)